Ericsson beberapa waktu lalu telah merilis Mobility Report terbarunya. Mobility Report adalah survei global yang Ericsson lakukan untuk mengerti berbagai hal sehubungan jaringan seluler. Terdapat berbagai temuan menarik pada Ericsson Mobility Report tersebut. Salah satunya adalah banyaknya responden yang percaya bahwa jaringan seluler 5G akan bisa memberikan pengalaman yang lebih baik lagi saat pandemi COVID-19, dibandingkan jaringan seluler 4G yang umum digunakan saat ini di dunia. Keyakinan itu didasari oleh berbagai kelebihan yang ditawarkan 5G atas 4G.
"Jadi kemudian, salah satu hal yang kami telah diskusikan dengan para konsumen, sebagai bagian dari studi ini yang telah dipublikasikan oleh Ericsson, adalah sikap terhadap 5G selama krisis COVID-19. Dan ini adalah, ini adalah suatu survei global," ujar Jerry Soper (Country Head of Ericsson Indonesia). "Keseluruhan, 44% dari konsumen percaya bahwa masyarakat akan mendapatkan manfaat yang besar dari 5G," jelas Jerry Soper lebih lanjut.
Hampir 50% responden misalnya percaya bahwa jaringan seluler 5G akan memungkinkan pengalaman rapat virtual yang jauh lebih baik dari yang dialami saat ini menggunakan jaringan seluler 4G. Begitu pula dengan lebih dari 40% responden yang memercayai bahwa jaringan seluler 5G memungkinkan berbagai aplikasi dan layanan baru yang mampu membuat mereka terus terhibur.
Seperti yang InfoKomputer sampaikan di sini, 5G memang menawarkan berbagai kelebihan dibandingkan 4G. Tak hanya bisa menawarkan kecepatan transfer data yang lebih tinggi, 5G menawarkan pula latensi yang lebih rendah dan kepadatan koneksi yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya itu.
Ericsson pun meyakini 5G bisa menghadirkan berbagai hal baru, termasuk bisnis yang timbul dari hal baru tersebut. Misalnya XR (extended reality) dengan visual yang baik, keleluasaan tinggi, dan biaya yang lebih terjangkau untuk pengguna. Begitu pula dengan Industri 4.0.
Saat ini XR yang mencakup VR (virtual reality) dan AR (augmented reality) sudah tersedia, tetapi memiliki beberapa kekurangan. Pendekatan yang meletakkan semua kemampuan penghitungan/pemrosesan pada HMD (head mounted display) memang menawarkan keleluasaan penggunaan. Namun, visual yang diberikan biasanya kurang bagus. Sementara, pendekatan yang meletakkan kemampuan penghitungan/pemrosesan utama pada perangkat lain dan bukannya di HMD memang mampu menghasilkan visual lebih baik, tetapi menghambat keleluasaan berhubung umumnya masih menggunakan kabel. Belum lagi kemampuan penghitungan/pemrosesan yang tinggi tersebut membutuhkan biaya tinggi.
Dengan 5G, kemampuan penghitungan/pemrosesan yang butuh sumber daya tinggi bisa dipindahkan ke data center mini milik operator telekomunikasi seluler pada suatu lokasi yang relatif dekat dari pengguna, misalnya untuk me-render gambar untuk kemudian dikirimkan ke HMD. Sementara, pada HMD akan tetap dipasangkan kemampuan penghitungan/pemrosesan yang butuh latensi sangat rendah, misalnya untuk mendeteksi pergerakkan pengguna. Pendekatan seperti ini memungkinkan XR dengan visual yang baik, keleluasaan tinggi, dan biaya yang lebih terjangkau untuk pengguna. Operator telekomunikasi seluler pun bisa menawarkan layanan bersangkutan sebagai nilai tambahnya.
Sementara, Industri 4.0, yang antara lain "ditandai" dengan cyber-physical system dan internet of things, akan lebih mudah dicapai dengan koneksi nirkabel. Bayangkan jika ribuan bahkan lebih benda yang terkoneksi semuanya menggunakan kabel. Koneksi nirkabel menggunakan 5G diklaim menawarkan keandalan setara kabel sehingga bisa menggantikan kabel dengan baik, seperti yang diilustrasikan di sini.
"Kami memprediksikan bahwa pada tahun 2030, [terdapat pasar 5G sehubungan bisnis to bisnis sebesar] US$700 miliar untuk menarik penyedia layanan yang bisa dibilang operator telekomunikasi seluler [untuk menambah pendapatan] di luar pendapatan tradisional," sebut Magnus Ewerbring (Ericsson Chief Technology Officer for Asia-Pacific). "ABI Research juga membuat sebuah studi di sini, dan Anda bisa lihat, hanya dari manufaktur, mereka memprediksikan US$1 triliun pada 2030," tambah Magnus Ewerbring.
Pandemi COVID-19 tentunya juga menegaskan pentingnya jaringan seluler dalam menunjang aktivitas masyarakat dunia. Hal tersebut terlihat dari kegiatan bekerja dari rumah alias WFH (work from home) maupun belajar dari rumah yang banyak dilakukan akibat pandemi COVID-19 tersebut. Berhubung bekerja dari rumah, para pekerja tentunya perlu untuk terkoneksi dengan pihak lain seperti pekerja lain maupun sumber daya di kantor, yang umumnya dilakukan melalui internet. Begitu pula halnya dengan belajar dari rumah; pelajar perlu terkoneksi dengan gurunya.
Alhasil, jaringan internet baik yang fixed line maupun yang seluler menjadi sangat penting. Ericsson Mobility Report pun menemukan lalu lintas pada jaringan seluler meningkat sampai 20%, bahkan lebih tinggi, selama Pandemi COVID-19, setidaknya sampai beberapa waktu lalu. Meski peningkatannya tidak sebesar fixed line yang mencapai lebih dari 80%, jaringan seluler tetaplah digunakan oleh banyak orang untuk terhubung selama Pandemi COVID-19. Jumlah waktu terkoneksi menggunakan jaringan seluler pun, berdasarkan klaim pengguna global, bertambah rata-rata satu jam setiap harinya. Sementara, untuk fixed line, bertambah rata-rata 2,5 jam setiap harinya.
Tak hanya bekerja dan belajar dari rumah, banyak pula kegiatan lain seperti berbelanja dan bersosialisasi yang dilakukan dari rumah. Beberapa responden pun terpaksa untuk melakukan kegiatan menggunakan internet yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Misalnya, sejumlah responden terpaksa berbelanja secara daring, baik menggunakan PC desktop/laptop maupun smartphone, untuk pertama kalinya. Maraknya berkegiatan dari rumah tentu juga mengubah peta "kepadatan" jaringan seluler; dari di tengah kota menjadi di pinggiran — tempat di mana banyak masyarakat menetap.
Pentingnya jaringan seluler juga diyakini oleh sebagian besar responden pada Ericsson Mobility Report Juni 2020. Sebagian besar responden mengatakan bahwa ketangguhan jaringan dan koneksi internet adalah yang paling penting saat pandemi COVID-19.
"Tiga dari empat mengatakan bahwa ketangguhan (resilience) jaringan dan konektivitas internet adalah yang paling penting selama suatu krisis seperti COVID-19," pungkas Jerry Soper.
KOMENTAR