Ke-lima, serangan berupa perusakan integritas pada daftar pemilih online. Jenis serangan ini telah masuk ke internal sistem. Hal ini biasanya terjadi karena lemahnya sistem teknologi keamanan situs dari serangan siber.
Selain itu, Nurul menjelaskan jenis serangan tersebut dilakukan oleh peretas dengan sumber daya yang besar dan dilakukan secara terus-menerus. Serangan juga telah direncanakan dan melalui beberapa fase.
"Bahkan serangan bisa terjadi ke sistem yang tidak terhubung ke internet. Jadi mereka masuk ke USB atau perangkat lain yang sudah terinfeksi," terang Nurul.
Ke-enam adalah pembocoran data pemilih. Pembocoran data pemilih dilakukan setelah peretas memiliki data pemilih. Sementara jenis serangan ke-tujuh, adalah kampanye disinformasi yang menargetkan integritas penyelenggara pemilu dari proses pemilihan. Hal ini terjadi pada Pilpres 2019 di Indonesia.
Serangan menyasar disintegritas KPU ketika terjadi kesalahan sistem. Meskipun kesalahan sistem ini berdampak minim, akan tetapi menurut Nurul, ada pihak tertentu yang akan sengaja membesar-besarkan masalah.
"Disinformasi penindakan bukan di KPU di lembaga lain. Apalagi nanti di Pilkada 2020 itu diprediksi akan ada banyak kampanye di media daring," kata Nurul.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR