Ketersediaan produk di pasaran menjadi tantangan terbesar bagi perusahaan dalam hal distribusi, meskipun perusahaan tersebut memiliki awareness produk yang kuat, investasi iklan, dan kualitas produk yang mumpuni.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, faktor geografi Indonesia menjadi tantangan utama bagi perusahaan untuk mendistribusikan barang.
Di sisi lain, perkembangan channel penjualan baik offline maupun online menambah kedalaman kompleksitas alur produk yang penting untuk diperhatikan perusahaan guna memastikan tersedianya produk di setiap touch points konsumen.
Itulah fakta yang ditemukan dari whitepaper terbaru yang dirilis startup di bidang analitik software as a service (SaaS) rantai pasok, Advotics.
Dalam whitepaper yang berjudul “Key Distribution Challenges in Indonesia”, Advotics menggambarkan lima tantangan terbesar dalam distribusi dan bagaimana cara mengatasinya lewat teknologi modern.
Whitepaper ini merupakan pengembangan hasil survei terhadap perusahaan lokal hingga multinasional di industri manufaktur dengan jaringan ratusan ribu toko di seluruh Indonesia, yang membagikan pengalaman mereka dalam menjaga ketahanan rantai pasok perusahaan.
Menurut survei Advotics yang dilakukan pada September 2020, selain ketersediaan produk yang menjadi tantangan utama (56,25% responden) berbagai tantangan lain yang juga dihadapi perusahaan modern.
Tantangan tersebut di antaranya pengelolaan channel penjualan bagi end customers (12,5%), tingginya biaya logistik untuk distribusi barang (12,5%), efektivitas program trade marketing (12,5%), serta penjagaan likuiditas keuangan di seluruh ekosistem rantai pasok (6,25%).
Baca Juga: Advotics: Bantu Perusahaan Mendigitalisasikan Aktivitas Bisnisnya
“Mengelola distributor yang berlapis bukanlah perkara yang mudah, namun hal tersebut krusial untuk menjamin ketersediaan produk. Perusahaan yang sukses adalah mereka yang mampu mengelola perusahaan distributor secara efektif lewat pendekatan manajemen performa, terutama melalui metrik penjualan, cakupan outlet, serta imbal finansial,” jelas CEO Advotics Boris Sanjaya.
Selanjutnya, Boris mengatakan ada dua hal lain yang dapat mengatasi masalah terkait ketersediaan produk.
“Pertama, menentukan strategi penjualan lewat kolaborasi dengan jaringan distribusi serta penerapan sebuah sistem pesanan. Dan kedua, distribusi terintegrasi guna mendapatkan data akurat yang berbasis real-time,” ujar Boris.
Dalam riset Advotics juga terungkap bahwa berdasarkan keragaman pengalaman dan fragmentasi channel pembelian, perusahaan manufaktur yang cenderung sukses adalah yang menciptakan model route-to-market berbeda antara segmen penjualan modern (MT) seperti hypermarket, supermarket, toko resmi brand dengan segmen penjualan general (GT) seperti warung, toko kelontong, dan pasar tradisional.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR