Para Baby Boomer juga memimpin (41%) sebagai kelompok yang menentang ketika teman atau anggota keluarga membagikan berita palsu, berdasarkan penilaian mereka. Kemudian diikuti oleh Milenial (27%) dan Gen X (23%). Gen Z tampak lebih menghindari konfrontasi dengan berada di persentase 19%.
Pemblokiran (blocking) adalah cara lain pengguna di Asia Tenggara untuk melindungi diri dari risiko kesalahan informasi. Lebih dari seperempat responden mengaku memblokir kontak yang membagikan artikel yang menurut mereka tidak akurat. Persentase pemblokiran teman online ini paling tinggi dilakukan oleh Gen Z sebesar 46%, diikuti oleh Boomers, Milenial, dan Gen X dengan masing-masing sebesar 33%, 32%, dan 30%.
Himbauan "saring sebelum sharing" juga kerap didengungkan di Indonesia oleh pihak-pihak, seperti Kemenkominfo dan Kepolisian. Pasalnya disinformasi semacam ini tidak saja menimbulkan kecemasan dan ketidakpercayaan. Khususnya di masa pandemi, disinformasi dapat menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan (disobedience) sosial.
Untuk membantu pengguna melindungi diri dari serangan manipulasi psikologis yang berbahaya di media sosial, pakar Kaspersky menyarankan beberapa saran, seperti mekuangkan waktu untuk memeriksa sumber asli pesan, meneliti dan membaca secara seksama sebelum berbagi informasi di medsos, mengubah pengaturan media sosial menjadi 'hanya teman' dan berhati-hati dengan apa yang dibagikan. Kaspersky juga menyarankan penggunaan solusi keamanan. Bagi perusahaan, Kaspersky memberisaran agar menerapkan solusi perlindungan end point, seperti produknya, Kaspersky Endpoint Detection and Response Optimum.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR