Dibutuhkan 110 juta pekerja digital di Indonesia pada tahun 2025. Dan pekerja dengan keahlian di bidang cloud akan sangat dicari, termasuk oleh perusahaan nonteknologi.
Hal tersebut terungkap dalam laporan riset terbaru yang dirilis Amazon Web Services, Inc. (AWS), salah satu perusahaan milik Amazon.com.
Laporan bertajuk “Unlocking APAC’s Digital Potential: Changing Digital Skill Needs and Policy Approaches” tersebut disusun oleh AlphaBeta, yakni firma konsultan bidang strategi dan ekonomi, atas prakarsa AWS.
Selain menyajikan beragam analisis terhadap jenis-jenis keahlian yang diterapkan oleh pekerja masa kini, laporan ini juga memuat prediksi jenis-jenis keahlian digital yang akan sangat dibutuhkan oleh angkatan kerja dalam kurun waktu lima tahun mendatang di enam negara Asia Pasifik, yaitu Indonesia, Australia, India, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan.
Keahlian Masa Depan
Salah satu temuan menarik dari riset tersebut adalah sebanyak 59 persen[4] pekerja digital di Indonesia yang saat ini belum mengoptimalkan penerapan kecakapan mereka di bidang komputasi awan menyebutkan bahwa nantinya di tahun 2025 jenis-jenis keahlian tersebut akan sangat dibutuhkan dalam pekerjaan mereka masing-masing.
Riset yang juga melibatkan 500 responden pekerja digital dari Indonesia tersebut mengungkapkan bahwa jumlah pekerja dengan keahlian di bidang digital baru mencapai 19 persen dari seluruh angkatan kerja yang ada di Indonesia. Di sisi lain, untuk mendukung perekonomian dibutuhkan lebih dari 110 juta pekerja digital baru di tahun 2025 sesuai agar Indonesia mampu selaras dengan setiap dinamika perubahan teknologi di masa depan.
Laporan ini juga menyoroti akan pentingnya penguasaan beragam jenis keahlian bagi pekerja Indonesia, seperti komputasi cloud, serta menyampaikan bahwa jenis-jenis kecakapan seperti cloud architecture design, cybersecurity, large-scale data modeling, web/software/game development, dan software operations support akan menjadi primadona dan paling dibutuhkan di tahun 2025.
Rata-rata pekerja Indonesia juga nantinya perlu mengembangkan tujuh kecakapan digital mutakhir dalam kurun waktu lima tahun ke depan agar mereka mampu selaras dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan teknologi di masa depan, yang mencakup sejumlah kecakapan digital dasar, seperti mulai mempelajari bagaimana menggunakan platform komunikasi daring, perangkat lunak untuk mendukung kolaborasi, hingga kecakapan-kecakapan digital tingkat lanjut, seperti desain arsitektur cloud. Dibutuhkan sekitar 946 juta pelatihan kecakapan digital atau digital skill training di tahun 2025 agar tercapai pertumbuhan ekonomi yang kian inklusif.
Keahlian Cloud di Sektor Nonteknologi
Riset ini juga menyoroti pentingnya penguasaan cloud oleh sektor-sektor nonteknologi, seperti manufaktur, terlebih setelah dicanangkannya visi ‘Making Indonesia 4.0 melalui percepatan realisasi pengadopsian digital. Menurut riset ini pula, 43 persen pekerja digital di sektor manufaktur juga meyakini bahwa akan dibutuhkan kecakapan baru di bidang desain arsitektur cloud yang wajib mereka kuasai, seiring meningkatnya pengadopsian teknologi di sektor tersebut dalam mendukung terwujudnya rantai suplai yang kian optimal, serta menimbang kondisi peranti-peranti yang ada saat ini.
Bahkan, 48 persen pekerja digital di sektor manufaktur yang saat ini belum menguasai kecakapan di bidang pemodelan data dalam skala besar yakin bahwa, nantinya di tahun 2025, mereka perlu mengantongi jenis keahlian seperti ini. Insight yang mereka dapatkan dari data dan analitik akan membantu sektor manufaktur dalam menentukan waktu yang tepat dalam melakukan pemesanan di rantai suplai industri. Teknologi ini mendukung mereka dalam memperhitungkan kebutuhan untuk melakukan perawatan mesin atau pemeliharaan perangkat yang lebih antisipatif.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR