Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai transaksi digital banking meningkat sekitar 19 persen dari Rp27 ribu triliun pada 2020 menjadi Rp32 ribu triliun pada 2021.
"Digital banking terus naik dari Rp27 ribu triliun di 2020, tumbuh 19 persen jadi Rp32 ribu triliun (pada 2021). Maka BI berkomitmen mendukung upaya bersama mengakselerasi digital ekonomi dan keuangan Indonesia ini," tutur Gubernur BI Perry Warjiyo di Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2021.
Tidak cuma digital banking di perbankan, bank sentral nasional juga memperkirakan nilai transaksi uang elektronik tumbuh dua digit, bahkan lebih tinggi. Proyeksinya, nominal transaksi uang elektronik tumbuh 32 persen, yaitu dari Rp201 triliun pada 2020 menjadi Rp266 triliun pada 2021.
Ramalan ini muncul dari perkiraan tingginya pemanfaatan e-commerce ke depan. Masyarakat akan memenuhi berbagai kebutuhannya melalui belanja online.
Dari sini, BI memperkirakan transaksi e-commerce akan meningkat menjadi Rp337 triliun pada tahun ini. Secara nominal, transaksi diramal tumbuh 33 persen dari Rp253 triliun pada tahun sebelumnya.
"Perkembangan digital ekonomi dan keuangan di Indonesia semakin kuat, insyaallah e-commerce akan naik dari Rp253 triliun menjadi Rp337 triliun atau tumbuh 33 persen," ungkapnya.
Berbagai proyeksi ini mendorong BI bersama pemerintah untuk membentuk Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD). Nantinya, tim ini akan merembukkan kebijakan di bidang ekonomi dan keuangan digital, baik di pusat maupun daerah.
"Kami mendorong digital banking, interlink fintech melalui open IP-I dan BI Fast, bansos 4.0, sandbox 2.0, dan langkah lain di bidang data dan teknologi untuk mewujudkan akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan di Indonesia," tuturnya.
Sejalan dengan itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate turut menyatakan tingginya digitalisasi di Indonesia akan mendorong pertumbuhan valuasi ekonomi digital nasional.
Melansir proyeksi Google, ia mengaku valuasi ekonomi digital Indonesia sebenarnya sudah mencapai US$40 miliar atau setara Rp580 triliun (kurs Rp14.500 per dolar AS).
Namun, pada saat pandemi covid-19 melanda Indonesia, nilainya justru naik dua digit menjadi US$44 miliar atau Rp638 triliun. Hal ini diperkirakan bakal naik lagi pada tahun-tahun mendatang.
"Tahun 2025 nanti, ekonomi digital kita setidaknya akan memiliki valuasi di atas US$130 miliar (setara Rp1.885 triliun). Valuasi ini menjadikan Indonesia sebagai pasar digital terbesar di Asia Tenggara," kata Plate.
Kendati begitu, potensi yang besar ini masih perlu ditunjang dengan infrastruktur teknologi yang memada dan Indonesia masih tertinggal dari negara lain.
Dia mencatat rata-rata pengeluaran pemerintah negara lain untuk memperkuat infrastruktur teknologi dan digitalisasi sekitar 0,45 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) masing-masing.
Sementara Indonesia baru 0,13 persen dari PDB. "Negara-negara tetangga kita juga alokasikan lebih tinggi," pungkasnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR