Akuakultur atau budidaya perairan merupakan sektor penghasil makanan dari makhluk hidup, seperti hewan dan tumbuhan, yang berasal dari perairan.
Selain ikan, banyak sekali komoditas yang dihasilkan oleh akuakultur, seperti udang windu, kerapu, kepiting, lobster, abalone, teripang, kerang mutiara, dan rumput laut.
Diketahui, akuakultur sudah muncul sejak lama, dimulai sekitar 4000 tahun lalu. Dan saat ini, akuakultur menjadi salah satu sektor penghasil makanan dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Alasan sektor akuakultur terus mengalami pertumbuhan lantaran kebutuhan konsumsi manusia akan makanan yang berasal dari perairan terus meningkat, seiring dengan populasi manusia yang terus bertambah.
Menurut FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), pada tahun 2030, sektor akuakultur diprediksi bakal menyumbang dua pertiga dari kebutuhan manusia akan konsumsi makanan dari hewan perairan.
Melihat hal tersebut, tentunya peningkatan permintaan ini berdampak pada sumber dan praktik yang digunakan para pelaku bisnis atau pembudidaya di sektor akuakultur.
Untungnya di era digital seperti saat ini, teknologi terkini seperti teknologi berbasis Artificial Intelligence/AI (kecerdasan buatan) dapat membantu kinerja para pembudidaya di sektor tersebut.
Pemberian Pakan Secara Tepat
Salah satu contoh penerapan teknologi AI di sektor akuakultur yaitu dalam hal membantu pembudidaya dalam memberikan pakan ternak di perairannya.
Sebagai informasi, faktanya memberi pakan merupakan biaya terbesar bagi pembudidaya. Strategi pemberian pakan seringkali kurang baik dan selalu bergantung pada pembudidaya yang terus-menerus berada di lokasi memperhatikan berapa banyak ternak yang melahap habis pakan yang diberikan, baru kemudian diberikan pakan lagi.
pemberian pakan ini tentunya didasarkan pada pengamatan atau sangat sering hanya berdasarkan intuisi saja.
Sistem pengaturan pemberian pakan yang tepat sangat penting, lantaran ternak yang diberi pakan terlalu sedikit akan berpotensi kehilangan bobot yang berharga, sementara pemberian pakan yang berlebihan dapat membuang biaya dan mencemari air.
Keterampilan pembudidaya dalam mengukur kapan dan berapa banyak memberi pakan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bisa berkembang. Dan nyatanya, tidak semua pembudidaya adalah ahli dalam memberi pakan ke ternaknya.
Tetapi, bagaimana jika keterampilan dan pengetahuan manusia dapat dilakukan dengan teknologi berbasis AI?
Saat ini, sebuah perusahaan bernama Observe Technologies menawarkan teknologi AI secara plug-and-play dan sistem pemrosesan data untuk melacak pola terukur dalam memberi pakan.
Tujuan mereka adalah untuk membantu pembudidaya secara manual atau otomatis dalam memberi berapa banyak pakan terhadap kelompok-kelompok ternaknya, meminimalkan limbah pakan, dan memaksimalkan keuntungan.
Perusahaan lain yang mengembangkan terkait pemberian pakan ini adalah eFishery. Merupakan perusahaan asal Indonesia yang berdiri sejak tahun 2013, eFishery menciptakan eFisheryFeeder dengan menggunakan teknologi berbasis Internet of Things (IoT) yang dapat memberikan pakan ikan dan udang secara otomatis.
Alat tersebut diketahui berhasil membantu pembudidaya menghemat penggunaan pakan hingga 30% dan meningkatkan kapasitas produksi hingga 26%. Siklus budidaya pun diketahui dapat menjadi lebih singkat sehingga pembudidaya mampu panen lebih cepat dan pendapatannya meningkat.
Data-data yang terekam dari teknologi eFisheryFeeder kemudian menciptakan ruang bagi eFishery untuk menghasilkan inovasi lainnya berupa credit scoring dan skema pembiayaan yang kemudian dikenal dengan nama eFisheryFund, layanan yang menghubungkan para pembudidaya secara langsung dengan institusi keuangan.
Selain Observe Technologies dan eFishery, perusahaan teknologi akuakultur yang berbasis di Jepang dan Singapura, Umitron Cell, menawarkan solusi smart fish feeder yang dapat dikendalikan dari jarak jauh.
“Pembudidaya diberi saran pengambilan keputusan berdasarkan data untuk mengoptimalkan jadwal pemberian pakan. Ini mengurangi pemborosan, meningkatkan profitabilitas, dan keberlanjutan sambil menawarkan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik kepada pembudidaya dengan menghilangkan kebutuhan untuk berada di lingkungan air jika dalam kondisi berbahaya,” Andy Davison, Product Manager Umitron Cell, sebagaimana dilansir dari thefishsite.com.
Sistem ini juga mampu mempertimbangkan peristiwa cuaca seperti badai atau bulan-bulan musim panas, membantu petani menghasilkan lebih banyak produksi akuakultur dengan sumber daya yang lebih sedikit, yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan secara signifikan.
Penyakit adalah pemicu biaya besar berikutnya dan sesuatu yang dapat dengan mudah diatasi oleh AI. Program dapat memprediksi wabah penyakit sebelum terjadi dengan membubuhi keterangan pada data yang dikumpulkan, menyajikannya, dan menerapkan tindakan pencegahan.
Mencegah Terkena Penyakit
Penyakit di hewan atau tumbuhan akuakultur adalah sesuatu yang dapat diatasi dengan teknologi berbasis AI.
Teknologi dapat dimanfaatkan untuk memprediksi wabah penyakit sebelum terjadi dengan membubuhi keterangan pada data yang dikumpulkan, menyajikannya, dan menerapkan tindakan pencegahan.
Seperti solusi yang dikembangkan perusahaan asal Norwegia yaitu Norway’s Seafood Innovation Cluster, yang di mana mereka menciptakan solusi bernama AquaCloud.
Aquacloud merupakan sebuah program berbasis cloud yang bertujuan untuk membantu pembudidaya dalam menangani kutu laut, memprediksi, dan bahkan mencegah perkembangan kutu di keramba dengan tujuan mengurangi biaya perawatan medis, sehingga pembudidaya dapat meminimalkan kematian ternaknya.
Di negara lain yakni India, perusahaan Aquaconnect menawarkan FarmMOJO, aplikasi smartphone yang membantu pembudidaya udang dalam memprediksi penyakit dan meningkatkan kualitas air.
“Teknologi pintar adalah kunci untuk produktivitas dan manajemen penyakit yang lebih baik,” tutur Raj Somasundaram, CEO Aquaconnect.
Selain itu, teknologi seperti drone dan robot yang dilengkapi sensor juga dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan data seperti pH air, tingkat keasinan air, kadar oksigen yang terlarut, kekeruhan air, polutan, dan bahkan detak jantung ternak – semuanya dapat diakses melalui aplikasi di smartphone.
Salah satu perusahaan yang mengembangkan teknologi itu adalah SHOAL, yang menggunakan robo-fish untuk mendeteksi sumber polusi di bawah air di dekat wilayah pembudidaya akuakultur dan fasilitas lainnya.
Itu dia beberapa contoh inovasi teknologi berbasis AI yang dikembangkan banyak perusahaan teknologi saat ini untuk membantu kinerja pembudidaya di sektor akuakultur.
Ke depannya, inovasi-inovasi teknologi berbasis AI tentunya akan terus berkembang dan teknologi otomatisasi secara penuh untuk di sektor ini mungkin masih akan jauh.
Kita tidak akan melihat pembudidaya yang dapat mengelola secara penuh bisnisnya dengan tanpa campur tangan manusia dalam waktu dekat ini.
Tetapi, memanfaatkan dan berinvestasi dalam teknologi berbasis AI di saat ini tentunya dapat berpotensi besar ke pembudidaya dalam menghasilkan lebih banyak makanan dari perairan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan manusia di dunia yang di mana populasinya terus bertambah, sekaligus mengurangi biaya dan dampak lingkungan dari operasi bisnis akuakulturnya.
Baca Juga: Contoh Penerapan Artificial Intelligence pada Fungsi HR di Perusahaan
Baca Juga: Contoh Penerapan Artificial Intelligence di Sektor Pendidikan
Baca Juga: Contoh Pemanfaatan Teknologi Artificial Intelligence di Industri Migas
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR