Perusahaan pemberi pinjaman di Indonesia berpotensi menolak peminjam layak kredit karena kurangnya data kredit komprehensif untuk menilai risiko kredit atau penipuan secara efektif.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau seluruh pemain pada sektor jasa keuangan untuk merespon kebutuhan konsumen, seperti perluasan akses pembiayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Imbauan OJK ini menempatkan perusahaan pemberi pinjaman di bawah tekanan untuk meningkatkan kemampuan manajemen risiko kredit, dan mendorong lebih banyak perusahaan menggunakan pendekatan berbasis teknologi dalam pemaksimalan potensi data.
Hal ini merupakan salah satu temuan utama dalam studi Forrester Consulting untuk Experian pada Juni hingga Oktober 2021, yang melibatkan 55 responden survei asal Indonesia yang merupakan pengambil keputusan berbasis risiko senior.
Studi gabungan tiga negara bertajuk “Experian Credit Decisioning Trends 2022: Indonesia” ini menjabarkan keadaan manajemen risiko dan tren pengambilan keputusan kredit di Indonesia, di tengah pergolakan lanskap ekonomi.
Responden survei diambil dari berbagai perusahaan pemberi pinjaman dari sektor perbankan, fintech, dan non-perbankan untuk memberikan pandangan menyeluruh tentang lanskap keuangan di Indonesia.
Sebanyak 69 persen responden survei yang terdiri dari perusahaan pemberi pinjaman tercatat menolak nasabah karena minimnya data riwayat kredit.
Jika dibiarkan, situasi ini dapat berdampak buruk bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah serta UMKM – sebagai segmen yang rentan mengalami kendala keuangan karena ketidakpastian akibat pandemi.
Terkait hal tersebut, sebanyak 87 persen responden menilai bahwa peningkatan penggunaan data dan wawasan merupakan langkah yang patut diprioritaskan (prioritas tinggi atau utama).
Pemanfaatan Data yang Lebih Komprehensif dan Cerdas Berperan Penting Bagi Perusahaan Pemberi Pinjaman
Data dari sumber konvensional serta alternatif seperti sumber non-perbankan telah menjadi pendukung utama bagi perusahaan pemberi pinjaman dalam memitigasi risiko kredit dan fraud.
Sebesar 87 persen responden saat ini memprioritaskan peningkatan pengumpulan data dari sumber konvensional, dengan 88 persen terbuka untuk menggunakan data baru dari sumber alternatif.
Sementara itu, 91 persen memprioritaskan kemampuan untuk memaksimalkan volume atas insight yang berasal dari data yang ada atau yang dikumpulkan.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR