Dua tahun lalu setelah dimulainya pandemi Covid-19, baik bank maupun lembaga keuangan (LK) di Asia Pasifik mulai mendapatkan gambaran yang jelas tentang lingkup tindak kejahatan dan penipuan finansial digital yang diakibatkan oleh krisis global.
Menurut studi IDC yang dilakukan bersama GBG tentang “Next Gen Financial Crime Management Solution”, kejahatan identitas dan pencucian uang akan terus menjadi ancaman bagi industri, sementara meningkatnya perdagangan mata uang kripto juga berpotensi meningkatkan risiko penipuan digital.
Baru-baru ini, GBG merilis empat hal terkait tindak kejahatan dan penipuan finansial digital yang diprediksi akan berkembang dalam industri perbankan dan jasa keuangan di tahun 2022 ini. Berikut di antaranya:
1. Tindak penipuan akan tumbuh dalam wujud teknologi canggih maupun rendah
Tidak diragukan lagi bahwa Kejahatan Keuangan 4.0 akan terus tumbuh dan berkembang di tahun 2022, terutama dengan semakin banyaknya bank dan layanan keuangan yang merilis produk/layanan digital baru seperti pertukaran kripto dan penawaran pinjaman.
Semakin banyaknya layanan keuangan yang masuk ke platform digital membuat para pelaku kejahatan finansial menyatukan diri mereka ke dalam lingkaran penipuan global yang kompleks, di mana mereka saling berbagi intelijen dalam ekosistem yang saling terhubung, serta dengan mulusnya mengkoordinasikan kejahatan identitas, pencucian uang, dan kampanye rekayasa siber.
Secara bersamaan, saat taktik digital mereka sudah lebih canggih, para pelaku kejahatan finansial juga diperkirakan akan menggandakan jumlah tenaga kerja mereka.
Memanfaatkan sumber daya manusia di negara-negara dengan biaya rendah, para penipu berteknologi rendah dan psikologis tinggi ini akan mempercanggih phishing bot otomatis yang membuat baik penyedia solusi manajemen kejahatan finansial maupun konsumen kesulitan untuk membedakan antara mana informasi yang sah dan berbahaya.
Selain itu, meningkatnya keterampilan rekayasa sosial, contohnya kasus penipu yang berpura-pura menjadi penasihat keuangan di Australia, akan semakin memperparah situasi keamanan finansial.
2. Bank dan lembaga keuangan mengandalkan perluasan dan peningkatan data guna mengatasi semakin canggihnya kejahatan keuangan
Pembelajaran Mesin (Machine Learning) dan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) akan terus menjadi teknologi utama.
Menurut studi IDC, 48,9% bank dan lembaga keuangan mempertimbangkan machine learning tidak tersupervisi sebagai fungsi yang penting.
Karena performa model tersebut dipengaruhi oleh data yang ada, akan diperlukan adanya peningkatan permintaan terhadap kumpulan data yang lebih kaya dan luas, seiring meningkatnya permintaan terhadap machine learning dan artificial intelligence.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR