Sebagai Chief Technology Officer, PT Bank Amar Indonesia Tbk (Amar Bank), tantangan terbesar Kevin Kane adalah memastikan produk-produk digital perusahaan dapat diterima dengan baik oleh pelanggan. Apa strategi yang ia terapkan?
Sepanjang tahun 2021, fenomena bank digital di tanah air kian semarak. Sejumlah nama bank digital, baik yang bertransformasi dari bank mini maupun bank raksasa konvensional, terus bermunculan.
Tren ini didorong oleh berbagai faktor, mulai dari pesatnya digitalisasi di industri keuangan, perubahan gaya hidup masyarakat, semakin andalnya koneksi internet di tanah air, sampai pandemi COVID-19.
“Digital banking itu sendiri adalah layanan perbankan yang bukan hanya dari segi channel-nya saja yang digital tapi (dalam) end-to-end experience-nya pun tidak memerlukan interaksi tatap muka lagi,” ujar Kevin Kane tentang definisi singkat bank digital.
Bank digital memungkinkan para nasabahnya memperoleh layanan perbankan secara online, termasuk mengganti kartu ATM dan menarik atau mentransfer dana dalam jumlah yang relatif besar.
“Singkatnya, nasabah bank digital tidak perlu bergeser dari tempat ia duduk saat ini untuk bisa mendapatkan layanan perbankan secara menyeluruh. Kami bahkan men-discourage nasabah untuk datang ke kantor cabang dan kantor cabang kami hanya tiga,” ujar Kevin dalam sebuah wawancara dengan InfoKomputer.
Di tengah menjamurnya bank digital saat ini, Amar Bank ingin memberikan layanan yang berbeda dari bank digital lainnya. Selain menawarkan layanan yang beyond banking, Amar Bank juga menghadirkan layanan yang disesuaikan dengan persona setiap nasabah dengan dukungan teknologi terkini, di antaranya Artificial Intelligence (AI).
“Yang Amar Bank tawarkan bukan hanya bank digital selaku platformnya, tetapi kami memastikan bahwa layanan yang kami berikan kepada customer itu benar-benar terpersonifikasi, benar-benar unik, dalam artian, untuk tiap-tiap persona,” jelas profesional yang telah berkarier di bidang teknologi selama hampir satu dekade ini.
Selain menghadirkan layanan yang sesuai dengan persona tiap nasabah, Amar Bank juga bekomitmen untuk menyajikan layanan tidak hanya untuk nasabah yang menginginkan tapi juga yang membutuhkan layanan tersebut. Strategi ini diterapkan melalui dua aplikasi.
“Kami punya dua aplikasi. Yang pertama adalah Senyumku digital bank, lebih ke arah saving. Di sisi lain, kami juga mempunyai aplikasi Tunaiku yang merupakan digital loan atau pinjaman digital. Dua aplikasi ini dikembangkan untuk melayani dua tipe nasabah dengan kebutuhan yang berbeda,” terang salah satu founding member dari Amar Bank ini.
Tantangan Memahami Pelanggan
Dengan tersedianya layanan perbankan digital end-to-end yang bisa diakses secara online oleh nasabah, otomatis interaksi tatap muka dengan nasabah nyaris tidak ada. Sementara untuk mengembangkan produk digital, perusahaan harus selalu menempatkan nasabah sebagai fokus utama.
“Kami harus selalu put customer as a center of everything, karena nasabah adalah fokus kami,” tegas Kevin seraya menambahkan bahwa Amar Bank menyajikan layanan yang tidak hanya diinginkan tapi dibutuhkan pelanggan.
Interaksi yang minim ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi Kevin dan tim teknologi Amar Bank, terutama dalam pengembangan produk dan layanan. Tak pelak, data dan analisis data pun menjadi sangat penting bagi bank digital untuk menciptakan produk yang bisa diterima oleh masyarakat.
“Kalau kita bicara riset, ada kuantitatif dan kualitatif. Ketika bicara kuantitatif, maka kita bicara data dari interaksi user di mobile apps itu sendiri, misalnya user ke halaman mana saja, apa informasi yang diklik user sebelum melakukan transfer, misalnya. Dan data analisis berdasarkan informasi itu akan jadi lebih penting lagi,” papar pemegang gelar Computer Engineering dari Dong-A University, Korea Selatan ini.
Meski saat ini data digital bisa diperoleh dari banyak sumber dengan mudah, Amar Bank tetap memerlukan cara-cara pengumpulan data langsung ke pelanggan, seperti wawancara dengan pengguna, focus group discussion dan sebagainya. “Karena dengan interaksi ini, kami bisa lebih membayangkan tipe-tipe nasabah kita, termasuk nasabah dari segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pada akhirnya kedua riset (kuantitatif dan kualitatif) saling melengkapi,” jelas Kevin.
Sebagai tim teknologi di bank digital, ia juga harus memastikan produk Amar Bank diterima oleh pengguna. Menurutnya, ketika sebuah perusahaan menjadi tech company, maka teknologi informasi (TI) adalah ujung tombak, yang bisa menentukan produk seperti apa yang akan dikembangkan dan disajikan ke pelanggan.
“Kalau kita bicara bank digital, penjualan produk tidak lagi dilakukan oleh, misalnya, tim sales atau account manager. Account manager itu diwakilkan di Playstore. Artinya, tugas tim teknologi adalah untuk memastikan bahwa produk itu bagus. Sehingga ketika user, misalnya, melihat review dan screenshot-nya, mereka mau mencoba terlebih dahulu. Dan ketika user sudah mencoba, mereka tidak akan uninstall aplikasinya,” ujar Kevin.
Memastikan Skalabilitas dan Interkoneksi
Di sisi teknis, Kevin melihat tidak ada perbedaan khusus dalam mengelola sistem perbankan di bank digital maupun di bank konvensional. Hanya saja, karena skalabilitas adalah keunggulan bank digital daripada bank konvensional, ia dan timnya harus memastikan hal tersebut diterapkan dengan baik di Amar Bank.
Selain itu, ia juga harus memastikan sistem core banking mampu melakukan interkoneksi dengan sistem-sistem lain dalam ekosistem digital, baik dari sisi internal bank, seperti Loan Management System, maupun sistem milik pihak ketiga yang bekerja sama dengan Amar Bank.
“Di bank konvensional juga pasti ada (tantangan itu) tapi skala mereka untuk terpapar tantangan tidak secepat bank digital. Ketika layanan dapat dilakukan tanpa tatap muka, akuisisi pelanggan bank digital akan lebih mudah. Pertumbuhan, misalnya penambahan rekening atau user baru, akan bersifat eksponensial,” jelas Kevin.
Hal ini juga berpengaruh pada aspek keamanan. “Dengan akuisisi yang lebih mudah, jumlah user lebih cepat naik. Sementara kolaborasi dan interkoneksi bukan hanya antara service dengan internal core tapi ada kolaborasi dengan pemain lain, misalnya payment gateway, fintech, dan lain-lain. Vulnerability-nya pun praktis juga meningkat. Secara end-to-end, bank digital berada di platform digital, potensi loophole dan eksploitasinya pun bertambah,” ujar Kevin.
Untuk menjawab tantangan ini, menurut Kevin, cukup banyak inisiatif yang sudah diimplementasikan Amar Bank, seperti membentuk dedicated security team, SOC team yang bekerja 24/7, mengimplementasikan tool dan sistem pengamanan, sampai menggelar program bounty.
“Tapi apakah sudah cukup atau sempurna? Tentu saya bilang belum. Kami juga berkembang, tantangannya pasti semakin banyak di sisi keamanan siber, sehingga kami terus berbenah dalam aspek sekuriti ini,” lanjut Kevin.
Dorong Literasi Keuangan
Dikatakan oleh Kevin Kane, perjalanan karirnya selama hampir satu dekade “penuh berkah”. Berbagai peluang yang ia peroleh di masa awal karirnya ternyata memberikan fondasi bagi Kevin saat dunia bergerak ke arah digital.
Di awal karirnya, pria berdarah Kalimantan dan Jawa ini sempat bergabung dengan sebuah startup yang memberinya eksposur awal terhadap bisnis digital. “Sebelumnya saya bergabung di startup yang mana dulu Co-foundernya adalah eks Rocket Internet, yang bisa dibilang early mover-nya startup lah,” cerita Kevin.
Peluang lain yang sempat ia peroleh adalah berada dalam tim yang membangun produk Tunaiku. “Saya ambil kesempatan dan berkah itu untuk langsung hands-on produk Tunaiku di tahap awal,” ujar pria yang hobi nonton ini. Seperti dijelaskan sebelumnya, Tunaiku kini menjadi produk andalan Amar Bank, yang sudah menyalurkan pinjaman sebesar lebih dari Rp6,6 Triliun kepada masyarakat.
Masuk di Amar Bank, Kevin tidak hanya mengembangkan produk digital. Ia juga memperoleh tugas untuk mentransformasi bank secara end-to-end. “Dari perjalanan yang awalnya join as a part of founding member yang bertanggung jawab atas teknologinya saja, saya diberi kesempatan untuk memimpin tim juga, men-deliver big project untuk bank transformation, sampai akhirnya saya diberi kesempatan untuk menjadi CTO Amar Bank hingga saat ini,” ungkap Kevin.
Dalam kesehariannya sebagai seorang CTO bank digital, Kevin menghadapi tantangan yang tak jauh berbeda dengan yang dihadapi para CTO di lingkungan perbankan pada umumnya. Namun tantangan terbesar Kevin saat ini adalah memahami kemauan dan kebutuhan pelanggan.
“Saya percaya bahwa percuma kita punya teknologi yang paling advanced, sistem paling bagus, atau framework paling up-to-date tapi produk yang kita berikan bukan yang customer butuhkan. Akhirnya customer tidak akan pakai (produk itu). Contoh, kita buat arsitektur yang autoscale tapi kalau nggak ada customer buat apa?” ujar Kevin tanpa bermaksud mengabaikan kemajuan teknologi.
Oleh karena itu, ia senantiasa mengingatkan tim untuk selalu mencari tahu apa kebutuhan pelanggan. Dan menurutnya, rasa empati pada pengguna dan pelanggan bisa ditumbuhkan dengan rajin berinteraksi, berkomunikasi, dan bertemu dengan pelanggan. Tim teknologi pun termasuk yang harus sering bertemu pelanggan.
Mengenai mimpi besar yang ingin ia wujudkan, Kevin berujar singkat, “Bagaimana produk Tunaiku maupun Senyumku bisa diterima oleh lebih banyak masyarakat.”
Ia memaparkan, dulu, Amar Bank menyalurkan dana hingga Rp5 miliar dalam waktu 2 sampai 3 bulan. “Sekarang per bulan bisa mencapai ratusan miliar. Apakah (jumlah) itu sudah besar? Saya bilang belum. Buktinya masih banyak nasabah yang bisa kami atau player lain layani,” ujarnya.
Semakin besar basis nasabah Tunaiku dan Senyumku, diyakini Kevin Kane, juga akan berkontribusi terhadap peningkatan literasi keuangan masyarakat secara umum, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR