Manfaatkan Robotik
Adidas pun menemukan jawabannya di teknologi. Demi memacu kecepatan, Adidas menerapkan proses manufaktur terotomatisasi. Untuk tahap pertama, fasilitas manufaktur supercanggih bernama Speedfactory ini digelar di Ansbach, Bavaria. Dioperasikan oleh Oechsler Motion, melibatkan Siemenas dan pembuat robot Bielomatik dan Kuka, Speedfactory Jerman mulai beroperasi penuh tanggal 19 Oktober lalu.
"It's the future of shoemaking," ujar Gerard Manz (VP Technology Innovation) tentang Speedfactory. Spedfactory disebut sebagai proses kreasi yang terdesentralisasi, digital, dan terotomatisasi dengan desain yang didukung data (data-driven) dan konsep co-creation.
Teknologi robot berada di balik kecepatan produksi Speedfactory. Bagian bawah (sole) sepatu dibuat oleh mesin moulding berbasis teknologi robot. Bagian atas (upper) sepatu juga dihasilkan oleh mesin rajut robotic Primeknit. Dalam proses konvesional, sepatu olah raga biasanya tersusun atas beberapa bagian yang kemudian dirakit. Primeknit dapat merajut keseluruhan bagian upper shoes secara seamless.
Teknologi 3D printing juga tak lama lagi akan menjadi bagian dari Speedfactory. Saat ini Gerard Manz dan timnya masih bereksperimen dengan serat khusus buatan AMSilk dan teknologi 3D printing mutakhir besutan Carbon, startup yang didanai Google dan GE. Jika teknologi ini diterapkan pada tahun 2018 nanti, Adidas mengklaim Speedfactory dapat memproduksi 100 ribu pasang sepatu dengan midsole yang dicetak dengan printer 3D.
Namun dalam fasilitas manufaktur yang jauh lebih senyap daripada pabrik-pabrik di Asia itu masih ada beberapa proses yang harus dikerjakan secara manual. Misalnya, proses menjahit bagian upper shoes. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Adidas untuk mencari pekerja yang bisa melakukan pekerjaan manual karena industri sepatu olah raga nyaris sudah tidak ada di Eropa.
Pangkas Waktu, Angkat Penjualan
Speedfactory memangkas waktu proses manufaktur dari bulanan menjadi satu hari. Adidas juga dapat merealisasikan sebuah desain dengan produksi minimal 500 pasang per batch. Sebelumnya, sebuah desain harus dibuat setahun sebelum produksi dengan produksi sebanyak 50 sampai 10 ribu pasang sepatu tiap batch-nya. Reduksi jumlah minimal sepatu ini memungkinkan Adidas menjual sneaker dengan harga penuh, memenuhi permintaan dengan lebih akurat, dan mengurangi kelebihan stok.
Berkat volume batch yang lebih kecil, Adidas dapat menawarkan desain dan model yang lebih personal bagi konsumen. Produk pertama Speedfactory adalah AM4LDN (Adidas Made For London) untuk para runner di kota London. Desain bernuansa lokal juga akan dirilis Adidas untuk kota New York, Los Angeles, Paris, Tokyo, dan Shanghai. Adidas berharap penjualan akan terdongkrak karena model dan desain yang lebih sesuai kebutuhan konsumen.
Speedfactory juga menjaga kerahasiaan desain-desain baru karena proses manfaktur dilakukan secara in-house. Lebih kecil kemungkinan desain atau inovasi baru Adidas “diintip” kompetitor sebelum produk dirilis.
Speedfactory menjadi enabler kecepatan produksi, presisi, dan kecepatan merespon kebutuhan konsumen bagi Adidas. Speedfactory juga memampukan Adidas menciptakan produk dengan konsep co-creation dengan para atlet maupun konsumen pada umumnya. “Delivering what they want, when and where they want it,” tandas Paul Gaudio (Global Creative Director, Adidas) seperti dikutip dari situs Adidas-Group.com.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR