Menurut We Are Social dan Hootsuite, pada tahun 2022 sejauh ini, sekitar 5 miliar penduduk dunia adalah pengguna internet atau sekitar 63% dari populasi dunia adalah pengguna internet. Sebelumnya, pada awal tahun 2018, We Are Social dan Hootsuite menyebutkan sekitar 4,021 miliar penduduk dunia adalah pengguna internet atau sekitar 53% dari populasi dunia adalah pengguna internet. Jadi bisa dibilang, dalam waktu sekitar 4 tahun, jumlah pengguna internet di dunia bertambah hampir 1 miliar.
Sementara, di Indonesia, menurut data BPS, proporsi individu yang menggunakan internet di tanah air pada tahun 2019 adalah sebanyak 47,69% populasi. Sebelumnya, proporsi individu yang menggunakan internet di tanah air yang dimaksud pada tahun 2017 hanya sebanyak 32,34% populasi. Adapun menurut data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2019 diperkirakan sejumlah 266,9 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2017 diperkirakan sejumlah 261,9 juta jiwa. Dengan kata lain, dalam waktu sekitar 2 tahun, jumlah pengguna internet di Indonesia bertambah sekitar 42,6 juta individu.
Jumlah Cyber Attack Meningkat dan Dampaknya Besar
Begitu pula jumlah cyber attack yang meningkat, baik di dunia maupun di Indonesia, setidaknya menurut beberapa pihak. Di dunia misalnya terlihat dari laporan CPR (Check Point Research) dan Deep Instinct, sedangkan di Indonesia terlihat dari laporan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara).
Menurut CPR, pada tahun 2021, jumlah cyber attack pada jaringan perusahaan setiap minggunya mengalami peningkatan sebesar 50% dibandingkan sebelumnya. Sementara, Menurut Deep Instinct, jumlah cyber attack menggunakan malware mengalami peningkatan sebesar 358% pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Khusus ransomware, peningkatannya sebanyak 435% pada tahun 2020 dibandingkan sebelumnya.
Adapun menurut BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), pada Januari sampai Mei 2021 terdapat cyber attack dengan jumlah sekitar 480 juta di Indonesia. Padahal, sebelumnya pada tahun 2020, jumlah cyber attack yang tercatat sekitar 495 juta. Dengan kata lain, tak sampai semester pertama tahun 2021 selesai, jumlah cyber attack yang tercatat oleh BSSN di Indonesia sudah sangat mendekati jumlah sepanjang tahun 2020.
Tak sekadar jumlah cyber attack yang meningkat, kerugian yang dihasilkan cyber attack pun besar. Ambil contoh WannaCry yang sempat menghebohkan dunia beberapa tahun lalu. Menurut Kaspersky, WannaCry mengakibatkan kerugian setidaknya US$4 miliar secara global. WannaCry menginfeksi lebih dari 230.000 perangkat di 150 negara.
Atau dugaan cyber attack yang dialami Acer pada Maret 2021 lalu. Acer memang tidak mengonfirmasi dugaan tersebut, tetapi juga tidak menyatakan bahwa dugaan itu adalah salah. Andai benar, cyber attack oleh REvil terhadap Acer ini melibatkan permintaan ransom alias tebusan sebesar US$50 juta. Bukan sekadar besar, menurut BleepingComputer, US$50 juta adalah nilai tebusan tertinggi yang diketahui saat itu; tidak semua perihal tebusan ransomware dibuka ke publik.
Spesifik Indonesia, mengutip Microsoft, berdasarkan studi Frost & Sullivan yang dilakukan pada tahun 2018, potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh cyber attack yang berhasil bisa mencapai US$34,2 miliar. Besarnya nilai kerugian tersebut adalah lebih dari 3% PDB Indonesia pada tahun 2018.