Sepulang dari laut, para nelayan biasanya terpaksa menjual ikan mereka pada para bakul untuk menutupi hutang mereka. Akibatnya, harga ditetapkan sepihak dan mengikuti keinginan para bakul.
Jika hendak menjual pada mereka yang mau membeli dengan harga tinggi, maka para nelayan tidak jarang akan didesak untuk mengembalikan uang yang mereka pinjam. “Sulit sekali untuk memutus ikatan antara nelayan dan bakul ini,” terang Samsu.
Selesaikan Masalah dengan Teknologi
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, saat ditemui di kediamannya, juga turut menyoroti kondisi ini. Menurutnya, masalah menahun ini menghadirkan iklim usaha yang tidak sehat dan membuat nelayan sulit sejahtera.
Praktik ijon atau meminjamkan modal pada nelayan ini membuat nelayan tersandera, sehingga aktivitas lelang ikan di TPI menjadi formalitas belaka. Untuk itu, sudah ada langkah untuk memotong budaya ini secara virtual.
Adalah aplikasi lelang ikan online (LION) yang dikenalkan pada akhir tahun 2020 lalu. Lewat aplikasi ini, setiap nelayan bisa mem-posting hasil tangkapan mereka. Para pembeli, yang sudah mendepositkan dana mereka di dompet digital milik koperasi, menjadi tempat meminjam modal nelayan melaut.
Dengan demikian, harga ikan bisa bervariasi. “Dan nelayan bisa menjual ikannya pada penawar tertinggi,” kata pria yang akrab disapa Mas Ipin itu.
Seiring dengan didapuknya Kabupaten Trenggalek sebagai salah satu daerah yang mengimplementasikan program Gerakan Menuju 100 Smart City, Mas Ipin menyebut kalau LION akan menjadi program yang dikedepankan.
“Bukan program unggulan, tapi harus (dijalankan),” ucapnya singkat.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR