Raung knalpot sepeda motor roda tiga berkarat menjadi satu-satunya suara di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, pada sore itu. Tapi suara itu tidak sinkron dengan laju sepeda motor yang melambat sepanjang bibir dermaga, seolah-olah memberitahu bahwa beban yang dipikulnya sangat berat.
Berhenti kira-kira 10 meter dari kantor TPI, pengemudinya yang berbaju hitam dengan sigap membuka kain pembungkus muatan, berupa 10 balok es dengan panjang masing-masing sekitar 1 meter.
Dengan mengandalkan palu dari kayu, ia kemudian memecah-mecah es tersebut menjadi dua bagian, lalu kedua balok dimasukkan ke dalam karung. Ferry, 35, seorang buruh kapal dengan sigap mengangkat karung-karung tersebut, dan dengan rapi menjejerkannya di dalam kapal pencari ikan dengan panjang lebih dari 8 meter.
“Buat berangkat nanti malam,” kata Ferry singkat. Jersey AC Milan yang dipakainya terlihat menempel di kulit karena peluh yang sudah membasahi seluruh badannya.
Biasanya, ia butuh waktu satu malam untuk mencapai tempat mencari ikan. Ferry menyebut tujuannya terletak di dekat Malang, ke arah timur dari Trenggalek.
Sektor perikanan di Trenggalek bisa dibilang sangat penting. Seakan alam mendukung, Kabupaten ini memiliki teluk yang paling besar dan dalam di pesisir selatan Pulau Jawa, sehingga memungkinkan adanya pelabuhan ikan nusantara.
Pelabuhan ini membuat nelayan aman mencari ikan dan kapan aman bersandar. Padahal, laut di pesisir selatan Jawa terkenal sebagai penghasil ombak yang tinggi.
Salah satu andalan Trenggalek adalah ikan tongkol. Kota-kota besar seperti Jakarta yang jaraknya ratusan kilometer pun permintaanya dipenuhi dari sini.
Saat musim panen, para nelayan bisa menghasilkan 100 ton ikan setiap harinya. Dengan bantuan teknologi lemari pendingin (cold storage), para nelayan bisa menyetok tongkol di musim panen untuk memenuhi kebutuhan tongkol di kota besar saat musim paceklik tiba.
Namun demikian, kehidupan para nelayan ini tidak seindah yang terlihat di permukaan. Iklim usaha yang tidak sehat menjadi masalah menahun.
Penyebabnya cuma satu: keterikatan nelayan dengan bakul atau juragan. “Nelayan terpaksa harus menjual hasil tangkapan mereka pada juragan-juragan ini,” kata Kepala TPI Prigi, Samsu Rijal, saat ditemui di kantornya.
Ikatan ini dimulai dari awal nelayan hendak melaut. Banyak para pencari ikan ini yang terpaksa berhutang pada para juragan untuk modal awal mereka berlayar–yang setidaknya Rp2 juta–untuk dibelikan solar.
Sepulang dari laut, para nelayan biasanya terpaksa menjual ikan mereka pada para bakul untuk menutupi hutang mereka. Akibatnya, harga ditetapkan sepihak dan mengikuti keinginan para bakul.
Jika hendak menjual pada mereka yang mau membeli dengan harga tinggi, maka para nelayan tidak jarang akan didesak untuk mengembalikan uang yang mereka pinjam. “Sulit sekali untuk memutus ikatan antara nelayan dan bakul ini,” terang Samsu.
Selesaikan Masalah dengan Teknologi
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, saat ditemui di kediamannya, juga turut menyoroti kondisi ini. Menurutnya, masalah menahun ini menghadirkan iklim usaha yang tidak sehat dan membuat nelayan sulit sejahtera.
Praktik ijon atau meminjamkan modal pada nelayan ini membuat nelayan tersandera, sehingga aktivitas lelang ikan di TPI menjadi formalitas belaka. Untuk itu, sudah ada langkah untuk memotong budaya ini secara virtual.
Adalah aplikasi lelang ikan online (LION) yang dikenalkan pada akhir tahun 2020 lalu. Lewat aplikasi ini, setiap nelayan bisa mem-posting hasil tangkapan mereka. Para pembeli, yang sudah mendepositkan dana mereka di dompet digital milik koperasi, menjadi tempat meminjam modal nelayan melaut.
Dengan demikian, harga ikan bisa bervariasi. “Dan nelayan bisa menjual ikannya pada penawar tertinggi,” kata pria yang akrab disapa Mas Ipin itu.
Seiring dengan didapuknya Kabupaten Trenggalek sebagai salah satu daerah yang mengimplementasikan program Gerakan Menuju 100 Smart City, Mas Ipin menyebut kalau LION akan menjadi program yang dikedepankan.
“Bukan program unggulan, tapi harus (dijalankan),” ucapnya singkat.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR