Konsep hybrid cloud telah dikenal selama beberapa tahun terakhir oleh kalangan IT di perusahaan/organisasi di seluruh dunia.
Hybrid cloud adalah konsep di mana data dan workload disimpan di data center on premise, namun dapat di offload untuk workload-nya ke hyperscaler cloud seperti AWS (Amazon Web Services), GCP (Google Cloud Platform) atau Microsft Azure.
“Saat awal dikenalkannya konsep ini, dijanjikan simplicity, agility dan cost saving,” kata Adir Ginting, Country Manager, NetApp Indonesia, dalam wawancara eksklusif dengan InfoKomputer beberapa waktu lalu.
Namun dalam 2-3 tahun terakhir ini, banyak perusahaan menyadari bahwa setiap cloud memiliki produk dan layanan yang berbeda, sehingga setiap cloud memiliki kekuatan yang berbeda pula.
“Ada hyperscaler cloud yang sangat kuat di workload yang sifatnya analytic. Kemudian ada hyperscaler cloud yang sangat kuat di bidang yang sifatnya collaboration. Lalu ada yang sangat kuat pada DevOps,” ucap Adir.
Oleh karena itu, ia melihat bahwa perusahaan sekarang lebih cenderung untuk menjalankan bisnis dengan dua atau lebih cloud, sesuai dengan kebutuhan mereka yang beragam.
“Jadi hampir jarang customer (perusahaan) yang bilang “Oh, saya akan stay dengan AWS saja”. Mereka pasti akan “Oh, kalau untuk collaboration saya pakai Microsoft Azure. Kalau ingin analytic, workload-nya di GCP", karena tahu kekuatannya (masing-masing) di situ,” jelas Adir.
Sehingga, konsep yang tadinya dijanjikan sebagai solusi yang simplicity, agility dan cost saving, sebenarnya malah menimbulkan kompleksitas baru.
Misalnya perusahaan yang tiba-tiba perlu menjalankan multiple workload di multiple cloud, kalau hanya bisa di satu cloud maka tidak bisa dibilang simplicity lagi. Selain itu, cost saving menjadi tidak sesuai dengan dijanjikan atau tidak sesuai harapan.
Muncul Evolved Cloud
Berdasarkan pemaparan Adir, melihat hal tersebut akhirnya muncul istilah Evolved Cloud yang perkenalkan oleh NetApp.
Menurut perusahaan asal Negeri Paman Sam itu, Evolved Cloud adalah pendekatan hybrid multicloud yang bertujuan untuk mempermudah integrasi dan pengelolaan lingkungan cloud yang berbeda, menerapkan kebijakan dan proses umum di seluruh lingkungan tersebut dan memindahkan aplikasi atau data di antaranya.
Evolved Cloud menggunakan manajemen terpadu dan otomatisasi untuk menangani pemantauan, operasi dan pengoptimalan untuk meningkatkan efisiensi, menghemat biaya dan meminimalkan dampak terhadap lingkungan.
Evolved cloud juga mampu memberikan kemampuan pengamatan yang lengkap dan operasi hybrid multicloud yang konsisten.
“Evolved cloud bukan suatu produk, software atau tools, tapi suatu framework. Dengan satu framework yang bisa mengakomodir hybrid multicloud itu, kami bisa mengatasi tantangan-tantangan (perusahaan) yang ada di cloud,” cetus Adir.
Dijelaskan Adir, Evolved cloud secara framework diperkenalkan belum lama ini, tepatnya ketika “NetApp INSIGHT 2022”.
“Meski masih baru dikenalkan, customer kami sudah melihat ini relevansinya luar biasa bagi mereka,” ujar Adir.
Lebih lanjut, dari framework Evolved Cloud kemudian Netapp menghasilkan dua produk yaitu BlueXP dan Spot.
BlueXP merupakan platform kontrol terpadu yang menghadirkan pengalaman hybrid multicloud sederhana untuk penyimpanan dan layanan data di seluruh lokasi dan lingkungan cloud.
Dengan BlueXP, NetApp dapat menyederhanakan dan mengotomatisasi operasi penting di on premise, private cloud dan public cloud, untuk membantu perusahaan mendorong dampak bisnis dan meningkatkan pengalaman pelanggan.
Sedangkan Spot, merupakan produk cloud operations. “Financial cloud operations yang mampu membuat cost reduction up to 80% tanpa meng-compromise atau mengurai SLA (Service Level Agreement). Ini (Spot) menjadi satu bagian dari framework-nya Evolved Cloud,” pungkas Adir.
Baca Juga: Respons UU PDP yang Telah Disahkan, Lintasarta Rilis Cloud Sovereign
Baca Juga: Serangan Siber ke Cloud dan Metaverse Diprediksi Jadi Tren Cyber Security Tahun Ini
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR