Oleh: Dharma Simorangkir, Presiden Direktur, Microsoft Indonesia
Artificial Intelligence (AI) terus menggemparkan dunia. Meski teknologi ini telah menunjukkan pertumbuhan menjanjikan dalam satu dekade terakhir, terobosannya akhir-akhir ini membuktikan potensinya untuk memberikan dampak yang luar biasa bagi seluruh lapisan masyarakat – mulai dari individu, bisnis, hingga pemerintah.
McKinsey memprediksi bahwa AI memiliki potensi untuk meningkatkan aktivitas ekonomi global sebesar US$ 13 trilliun hingga 2030.
Adopsi otomatisasi, yang menjadi komponen penting pada AI, juga diprediksi dapat menciptakan kurang lebih 4 hingga 23 juta pekerjaan bersih baru pada tahun yang sama.
Tidak mengherankan banyak negara tertarik untuk memanfaatkan AI dalam perjalanannya menuju masa depan yang lebih baik.
Sebab, AI tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas, tetapi juga berpeluang meningkatkan efisiensi dan mempercepat pertumbuhan.
Indonesia adalah salah satu negara yang juga mendambakan modernisasi melalui AI.
Sebagai salah satu ekonomi digital terbesar dunia, Indonesia bertekad untuk menjadi lebih maju dan modern pada tahun 2045, ketika Indonesia menginjak satu abad.
Talenta muda yang inovatif dan melek digital menjadi sebuah prasyarat wajib untuk mewujudkan masa depan ini, didukung oleh pertumbuhan UMKM serta komunitas startup.
Di sini lah AI menghadirkan kesempatan emas. AI dapat memutakhirkan perangkat-perangkat yang selama ini telah menjadi pegangan para talenta digital–seperti search engine, browser, sistem operasi, dan aplikasi penunjang produktivitas lainnya–, dan meningkatkan cara mereka mengaplikasikan keterampilan serta pengetahuan dalam bekerja.
Dalam pelaksanaannya, talenta digital (dan kita semua) dapat memanfaatkan AI sebagai kopilot yang bisa diandalkan.
Betul, kopilot – dengan kita sebagai pilot utamanya. Sebagai pilot, kontrol dan tanggung jawab penuh ada pada kita: untuk mengecek kembali, memastikan kebenaran dan fakta, serta menyelaraskan masukan kopilot berdasarkan pengetahuan dan penilaian kita. Tidak ada yang bisa menggantikan sentuhan unik manusia.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita menjadikan AI sebagai kopilot yang dapat memberikan dampak besar dalam hidup kita?
Memang, tidak ada batasan dalam potensi. Perangkat berbasis AI lebih dari sekadar penghemat waktu atau perangkat lunak penunjang produktivitas; teknologi ini memiliki potensi untuk menambah dan memperkuat kemampuan manusia.
Bayangkan sebuah skenario di mana seorang peneliti di sebuah perusahaan farmasi membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyortir beragam data guna menemukan sebuah gagasan baru.
Dengan adanya AI sebagai kopilot, peneliti tersebut bisa melakukan pekerjaan yang sama dalam waktu yang jauh lebih singkat.
Perkembangan semacam ini dapat mendorong beragam inovasi baru dalam dunia kesehatan, dan bahkan mencetak tonggak baru dalam ilmu pengetahuan.
Kesuksesan ini kemudian dapat diimplementasikan pada industri lainnya seperti teknologi, hukum, konstruksi, dan masih banyak lagi.
Seiring dengan semakin mudahnya cara menggunakan perangkat AI, memanfaatkan perangkat ini pun pada akhirnya tidak lagi memerlukan latar belakang teknis yang ketat. Siapa saja dapat berinovasi dengannya, selama memiliki keterampilan digital dasar.
Hampir seluruh, atau bahkan semua industri, sedang berada pada titik revolusi industri modern. Perusahaan, baik dalam skala kecil maupun besar, dapat memanfaatkan AI untuk menghasilkan nilai tambah dengan membuka potensi aliran pendapatan baru dan atau menghemat pengeluaran.
Membangun aliran pendapatan baru itu sendiri dapat dilakukan melalui inovasi produk dan peningkatan customer engagement.
Sebagai contoh, Pepsico telah menggunakan AI untuk mengakselerasi time-to-market produknya dengan mempercepat proses pengembangan produknya dari bentuk model hingga produksi sebesar tiga kali lipat.
Contoh lain, Progressive dapat menghemat 10 milliar USD per tahun dengan berinvestasi pada chatbots AI guna membangun kepercayaan digital dan meningkatkan customer experience.
EY, di sisi lain, mampu mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi operasionalnya dengan menghemat 250 ribu jam kerja karyawan melalui proses otomatisasi. Nilai tambahan ini betul-betul nyata.
Tugasnya kembali kepada kita untuk memanfaatkannya demi kepentingan masyarakat dan negara.
Setiap pelajar memiliki keunikannya masing-masing. Termasuk juga gaya mereka dalam berinteraksi, bersosialisasi, dan atau menyerap pengetahuan.
Ditambah dengan fakta bahwa sebagian besar pelajar saat ini berasal dari generasi digital yang sudah terbiasa dengan kemudahan dan kecepatan dalam berbagai aspek kehidupan lainnya, para pelajar mengharapkan kecepatan dan kemudahan yang sama saat belajar.
Dengan memanfaatkan AI sebagai kopilot, beragam lembaga pendidikan dari berbagai belahan dunia sudah mulai mendefinisikan ulang learning experience bagi pelajar di negaranya masing-masing.
Misalnya, Nova Southeastern University telah mengubah caranya mendukung dan meng-engage pelajar generasi berikutnya dengan menerapkan beberapa chatbot AI.
Universitas Okinawa, di sisi lain, telah memperkenalkan layanan transkripsi bertenaga AI untuk membuat penyampaian dosen aksesibel bagi mahasiswa dengan gangguan pendengaran.
Kini, dengan semakin berkembangnya Generative AI yang memungkinkan pelajar dapat memanfaatkan AI sebagai kopilot mereka untuk mendapatkan informasi terkait pelajaran, muncul kesempatan bagi pelajar untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka dengan cara dan waktu yang paling sesuai bagi mereka.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa di balik kebebasan ini, muncul tanggung jawab besar yang perlu diemban.
Tanggung jawab para pelajar untuk menggunakan pengetahuan dan penilaiannya sendiri dalam menyetujui atau mempercayai informasi yang diberikan AI secara bijak, atau tanggung jawab pelajar untuk mengkonfirmasi ulang informasi tersebut kepada pendidik mereka.
Dan tanggung jawab ini tidak hanya ada pada pelajar. Tenaga pendidik, orang tua, pelaku industri, dan semua pemangku kepentingan lain memiliki tanggung jawab yang sama untuk membangun rasa tanggung jawab ini (istilahnya, kita perlu walk the talk), mewariskan pengetahuan kita kepada generasi penerus bangsa, seraya senantiasa ikut belajar bersama para pelajar.
Seiring dengan berkembangnya gelombang teknologi AI, seluruh pihak terkait perlu berkolaborasi dan melakukan upaya nyata untuk menghasilkan dampak AI yang paling positif bagi masyarakat.
Generative AI dapat mengurangi waktu bekerja secara signifikan, sehingga individu berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman bekerja yang lebih menyenangkan.
Sebagai contoh, coders atau penggemar IT bisa saja menggunakan AI sebagai kopilot untuk membantu mereka menuliskan kode yang kompleks dengan lebih cepat, sedangkan penulis bisa menceritakan kisahnya kepada lebih banyak orang dengan memanfaatkan AI untuk membuat visual yang lebih indah namun tetap relevan.
Contoh-contoh ini bukan berarti AI akan mengambil alih berbagai lini pekerjaan tersebut, namun tentang bagaimana AI dapat membantu semua orang untuk meraih produktivitas, perkembangan, dan kepuasan yang lebih besar daripada sebelumnya.
Sederhananya begini; ketika orang-orang dibebaskan dari pekerjaan yang repetitif dan memakan waktu, serta diberikan lebih banyak kesempatan untuk mengasah sentuhan humanisnya, semua orang diuntungkan untuk mencapai dampak positif yang bermakna.
Guna memastikan manfaat ini dapat dirasakan semua pihak, memastikan teknologi yang hadir dapat dipercaya oleh masyarakat menjadi hal yang penting.
Oleh karena itu, Microsoft berada di garis terdepan dalam penelitian mengenai penggunaan AI yang bertanggungjawab.
Usaha Microsoft didukung oleh Prinsip-Prinsip AI dan Standar AI Bertanggungjawab yang kami miliki, dan telah dibangun melalui penelitian mengenai machine learning yang menjaga privasi selama beberapa dekade terakhir.
Baca Juga: Laptop Gaming Lenovo Dilengkapi dengan Chip AI Khusus Pertama di Dunia
Baca Juga: OpenAI Bakal Berikan Rp297 Juta ke Para Penemu Bug di ChatGPT
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR