Final Asian Games 2023 kemarin menjadi tonggak penting bagi layanan RCTI+. Jumlah pengguna yang melakukan live streaming mencapai 3,3 juta concurrent users. Jumlah itu bertahan untuk periode waktu yang lama karena pertandingan Indonesia vs Thailand mengalami perpanjangan waktu yang menegangkan. “Bahkan penonton tetap bertahan sampai pengalungan medali,” ungkap Rio Anugrah (CTO RCTI+).
Pencapaian ini tak pelak menciptakan keyakinan dan kebanggaan tersendiri bagi Rio dan tim. Kerja keras yang mereka lakukan berhasil membuat RCTI+ andal dalam menghadapi kebutuhan pengguna. Pencapaian ini pun menjadi bekal bagi Rio untuk mewujudkan visi besar RCTI+: menjadi superapps yang menyajikan konten menarik bagi pengguna.
Transformasi RCTI+
Di awal perjalanan, RCTI+ sebenarnya lebih ditujukan untuk menjawab perubahan pola konsumsi penonton Indonesia dari siaran televisi biasa menjadi OTT (Over The Top alias berbasis internet). Kala itu, RCTI+ fokus menyediakan siaran video berformat live dan on-demand dari tayangan unggulan stasiun televisi MNC Group.
Namun beragamnya konten yang dimiliki media di bawah MNC Group memunculkan ide baru bagi RCTI+. Alih-alih hanya menyediakan video, RCTI+ didorong untuk menjadi super apps yang menampung konten dan informasi dan hiburan. Jenis kontennya pun tidak terbatas video, namun juga teks dan audio.
Konten berbasis teks hadir di kanal News+ yang mengagregasi berita dari lembaga pemberitaan internal maupun eksternal MNC. Ada juga Audio+ yang mengumpulkan konten audio dalam bentuk radio streaming, podcast, maupun audiobook. RCTI+ juga memiliki HOT atau Home of Talent, yang merupakan platform UCG (User Generated Content) berisi konten dari pemirsa yang ingin berpartisipasi dalam program pencarian bakat. “Jadi ajang seleksi pencarian bakat yang dulu berlangsung offline, kita dilakukan secara online melalui RCTI+,” ungkap Rio.
Yang paling baru, RCTI+ juga merilis Trebel Music sebagai platform untuk mendengarkan musik secara lebih mudah. “Trebel ini sudah dilengkapi dengan Artificial Intelligence, sehingga jika kita lagi ingin mendengarkan musik 90-an, kita tinggal ketikkan dan otomatis akan muncul rekomendasi playlist,” ungkap Rio.
Yang menarik, Rio dan tim mengembangkan RCTI+ menjadi super apps tersebut dalam tempo singkat. “Setiap tiga bulan kami merilis fitur baru,” ungkap Rio. Salah satu alasan di balik kecepatan itu adalah penggunaan teknologi cloud. “Dari awal RCTI+ memang dirancang sebagai cloud native. Karena kami paham, sebagai digital application, RCTI+ membutuhkan infrastruktur yang andal dan scalable,” ungkap Rio.
Saat ini, semua komponen RCTI+ mulai dari core system, CDN, dan tools lainnya sudah menggunakan teknologi berbasis cloud. Arsitektur sistemnya pun sudah beralih dari monolithic menjadi micro services application.
Keberhasilan meladeni jumlah penonton yang meningkat drastis seperti contoh di atas juga menjadi bukti keberhasilan teknologi cloud. “Jadi kami menyediakan beberapa profile video streaming menggunakan teknologi adaptive bitrate. Sehingga ketika jaringan internet pengguna kurang bagus, mereka tetap mendapatkan streaming yang optimal,” tambah Rio.
Ke depan, RCTI+ akan terus berinovasi dan memanfaatkan teknologi terkini, termasuk Artificial Intelligence. Saat ini, RCTI+ sudah menggunakan AI untuk mengelola rekomendasi konten. Teknologi AI juga digunakan untuk membuat kesimpulan menarik dari artikel berita yang panjang.
Rio sendiri melihat, teknologi AI akan sangat bermanfaat bagi pelaku industri media seperti RCTI+. Salah satunya adalah melakukan moderasi konten berbasis UGC. “Kini di era short video content, semakin mudah bagi audiens untuk menciptakan konten,” ungkap Rio. Namun penyedia platform seperti RCTI+ juga harus melakukan moderasi konten agar dapat mencegah konten yang tidak sesuai atau melanggar hak cipta.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR