Naik lima peringkat dari tahun sebelumnya, Indonesia menduduki peringkat ke-67 dunia dalam hal kualitas kehidupan digital, berdasarkan Digital Quality of Life Index (DQL) terbaru yang dirilis Surfshark.
Dari lima pilar yang dinilai dalam indeks ini, Indonesia memperlihatkan kinerja terbaik pada pilar e-government dengan menempati peringkat ke-41. Namun Indonesia dinilai masih menghadapi tantangan dalam hal keterjangkauan internet (internet affordability) dan kualitas internet (internet quality) sehingga memosisikan Indonesia di urutan ke-90 untuk pilar tersebut.
Sementara untuk pilar e-security dan e-infrastructure, Indonesia berada pada masing-masing urutan ke-61 dan ke-72. Dan secara keseluruhan, menurut indeks Surfshark ini, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia (peringkat ke-37) dan Thailand (peringkat ke-51). Di kawasan Asia yang dipimpin oleh Singapura, Indonesia menempati posisi ke-21.
Juru bicara Surfshark, Gabriele Racaityte-Krasauske mengatakan bahwa di banyak negara, “kualitas hidup digital” telah menyatu dengan konsep “kualitas hidup” yang lebih luas karena banyak dari aktivitas kita sehari-hari, termasuk bekerja, pendidikan, dan bersantai, dilakukan secara online.
“Oleh karena itu, penting untuk mengetahui secara tepat bidang-bidang di mana kualitas hidup digital suatu negara berkembang dan di mana perhatian dibutuhkan, yang merupakan tujuan sebenarnya dari Indeks DQL,” tutur Gabriele Racaityte-Krasauske.
Kualitas Internet 16% Lebih Rendah dari Rata-rata Global
Surfshark mencatat bahwa kecepatan internet kabel (fixed nternet) di Indonesia rata-rata 36 Mbps. Sebagai gambaran, internet kabel tercepat di dunia dapat dinikmati Singapura, yaitu sebesar 300 Mbps. Sementara itu, internet kabel paling lambat di dunia adalah di Yaman, yaitu 11 Mbps.
Sedangkan untuk kecepatan rata-rata mobile internet di Indonesia adalah 27 Mbps. Mobile internet tercepat disajikan oleh Uni Emirat Arab, yaitu 310 Mbps, dan yang paling lemot di Venezuela, yaitu 10 Mbps.
Menurut Surfshark, jika dibandingkan dengan negeri jiran Malaysia, kecepatan mobile internet kita 68% lebih lambat, dan kecepatan mobile internet terseok 73% lebih lambat. Namun angka tersebut sudah mengalami peningkatan sebesar 16% (mobile internet) dan 25% (fixed broadband)
Keterjangkauan Internet Masih Rendah
Hal lain yang dikemukakan Surfshark adalah keterjangkauan internet atau internet affordability. Pengguna internet di Indonesia harus bekerja sekitar 6 jam 31 menit per bulan untuk bisa berlangganan internet, atau 22 kali lebih besar dari Rumania. Sebagai informasi, Rumania memiliki layanan internet kabel paling terjangkau di dunia. Warga Rumania perlu bekerja 18 menit saja per bulan untuk bisa melanggan internet.
Sedangkan untuk bisa berlangganan mobile internet, pengguna di Indonesia harus bekerja 1 jam 56 menit 40 detik. Menurut Surfshark, angka tersebut termasuk di bawah rata-rata, tapi tujuh kali lebih lama dibanding Luksemburg yang memiliki layanan mobile internet paling terjangkau di dunia. Warganya hanya perlu bekerja 16 menit saja untuk bisa menikmati mobile internet.
Indonesia Naik 18 Peringkat untuk E-Security
Pilar e-security mengukur kesiapan menghadapi kejahatan siber dan kecanggihan undang-undang perlindungan data dari sebuah negara. Pada pilar ini, di urutan ke-61, Indonesia tertinggal dari Malaysia (48) dan Thailand (60). Indonesi dinilai tidak siap menghadapi kejahatan siber, tapi sudah memiliki beberapa undah-undang perlindungan data.
E-Government di Atas Rata-rata Dunia
Infrastruktur internet (e-infrastructure) yang baik akan memudahkan orang menggunakan internet dalam kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar, belanja, dan sebagainya. Pilar e-infrastructure mengevaluasi tingkat penetrasi internet di sebuah negara, serta kesiapan jaringan (kesiapan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi). Menurut indeks Surfshark, penetrasi internet di Indonesia tergolong moderat (76%, peringkat ke-81 di dunia) dan kesiapan jaringannya berada di urutan ke-57.
Selanjutnya ada pilar e-government yang memperlihatkan seberapa canggih layanan digital pemerintahan di suatu negara dan tingkat kesiapannya terkait artificial intelligence (AI). Untuk pilar ini, Indonesia ternyata di atas rata-rata dunia, yaitu di peringkat ke-41.
Indeks ini diperoleh dengan meneliti 121 negara (92% dari populasi global) berdasarkan lima pilar utama yang mencakup 14 indikator. Studi ini juga dilandaskan pada informasi open source dari United Nations, World Bank, dan sumber-sumber lainnya.
Di tahun kelima penyusunan DQL Index ini, Surfshark menambahkan empat negara dari negara-negara yang diikutsertakan pada indeks tahun 2022 guna meningkatkan representasi global bagi indeks ini. Untuk informasi lengkap mengenai Indonesia dalam laporan 2023 Digital Quality of Life beserta perbandingannya, silakan klik tautan ini.
Baca juga: Alasan Indonesia Harus Punya Pedoman Etika Penggunaan Teknologi AI
Baca juga: Daftar Negara yang Khawatir dan Mendorong Pemberlakuan Regulasi AI
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR