Penulis: Yien Wu, Head of Sales, SSEA & ANZ, CDNetworks.
Di era digital seperti saat ini, keseharian kita semakin terkait dengan penggunaan teknologi. Kita telah melihat dan merasakan kemajuan teknologi yang luar biasa, tetapi di lain sisi juga ada kerentanan yang tidak bisa kita abaikan.
Teknologi telah menghubungkan kita dengan cara yang benar-benar baru, yang telah mengubah bisnis, pemerintahan, dan individu menjadi penghuni ruang-ruang virtual.
Namun, seiring dengan perkembangan dunia digital yang semakin kompleks, begitu pula dengan potensi ancamannya.
Berdasarkan laporan We Are Social dan Meltwater tahun 2023, perkembangan dunia digital di Indonesia sangatlah pesat.
Tercatat pada bulan Januari 2023, terdapat 212,9 juta pengguna internet di negeri ini, yang mencerminkan tingkat penetrasi sebesar 77,0 persen terhadap jumlah penduduk keseluruhan.
Selain itu, juga tercatat bahwa 60,4 persen dari total populasi masyarakat Indonesia aktif menggunakan media sosial.
Terdapat total 353,8 juta koneksi seluler yang aktif di Indonesia, mewakili 128 persen terhadap jumlah penduduk keseluruhan.
Namun, pertumbuhan internet di Indonesia juga telah menarik penjahat siber mencari celah kerentanan pada aplikasi web serta berbagai perangkat untuk mereka eksploitasi.
Medan perang di ranah digital ini juga membawa risiko tinggi untuk melumpuhkan industri, membocorkan data, serta mencederai kepercayaan masyarakat.
Kerentanan tersebut dapat menghasilkan efek domino yang tersamarkan pada sistem keamanan organisasi, seperti yang terlihat dari statistik serangan siber yang sangat mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir.
Di Indonesia sendiri, Institut Ketahanan Nasional (Lemhannas) telah mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, Indonesia mengalami 2.200 serangan siber setiap menitnya.
Tampak terjadi peningkatan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya ketika serangan siber yang terdeteksi mencapai 1,2 miliar.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR