Google sedang mengembangkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk menggantikan pengaturan manual pada perangkat Android. Menurut laporan 9to5Google, Google berencana menggunakan AI untuk memprediksi kebutuhan pengguna dan secara otomatis menyesuaikan pengaturan perangkat tanpa harus membuka menu Pengaturan.
Fitur itu akan mempermudah pengguna dalam mengelola berbagai elemen perangkat, seperti kamera, keyboard, dan aplikasi, dengan AI yang akan menyesuaikan pengaturan berdasarkan kebiasaan pengguna. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kebutuhan untuk mencari pengaturan manual yang sering kali rumit.
Langkah ini mengikuti tren otomatisasi di dunia teknologi, di mana pengguna menginginkan pengalaman yang lebih sederhana dan efisien. Google juga mengikuti jejak Samsung, yang telah mengadopsi otomatisasi serupa melalui asisten virtual Bixby. Dengan mengintegrasikan AI langsung ke dalam sistem Android, Google berharap dapat meningkatkan pengalaman pengguna dengan membuat interaksi lebih personal dan efisien, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pengaturan manual.
Pakai Nuklir
Kini Google mulai menggunakan energi nuklir untuk menjalankan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan menuju energi terbaru, mengingat penggunaan dan pengembangan AI sangat boros energi listrik. Google menggandeng Kairos Power, sebuah perusahaan teknologi energi, di Three Mile Island, yang dikenal sebagai lokasi insiden nuklir terbesar di Amerika Serikat (AS).
Michael Terrell (Direktur Senior Google untuk Energi dan Iklim) mengatakan energi nuklir sangat penting untuk mendukung pertumbuhan AI, karena jaringan energi membutuhkan sumber daya yang bersih dan andal. "Kerja sama ini mendukung pengembangan proyek reaktor modular kecil (SMR) pertama Kairos. PLTN ini akan beroperasi sebelum akhir dekade dan menghasilkan 500 megawatt listrik pada 2035," katanya.
Penggunaan SMR dinilai lebih kompak dan efisien dibanding reaktor nuklir konvensional, meski teknologi ini masih dalam tahap awal dan memerlukan persetujuan regulator. Perusahaan lain, seperti Microsoft, juga berinvestasi dalam teknologi SMR, dengan dukungan dari Bill Gates.
Terrell menekankan bahwa energi nuklir merupakan bagian dari strategi jangka panjang Google untuk memastikan pasokan energi bebas karbon sekaligus mendukung penggunaan AI yang semakin berkembang. "Jika proyek ini berhasil dikembangkan secara global, akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan jaringan energi dunia," katanya.
Namun, meskipun dianggap lebih konsisten daripada tenaga surya atau angin, energi nuklir masih diperdebatkan karena risiko limbah radioaktif, potensi kecelakaan, dan biaya tinggi. Tragedi Three Mile Island pada 1979 menimbulkan kekhawatiran, meskipun Komisi Pengaturan Nuklir AS menyatakan tidak ada dampak kesehatan signifikan dari insiden tersebut.
Microsoft sendiri akan memanfaatkan energi nuklir dari Three Mile Island untuk memperkuat jaringan listrik yang melayani 13 negara bagian. Konsumsi daya pusat data yang sangat besar telah menyebabkan kekhawatiran terkait stabilitas jaringan listrik terutama dengan meningkatnya kebutuhan energi akibat AI. AWS juga berinvestasi sebesar USD650 juta atau sekitar Rp10 triliun di sebuah pusat data yang didukung oleh pembangkit listrik nuklir lain di Pennsylvania.
Meskipun begitu, energi nuklir masih memiliki banyak penentang karena masalah limbah radioaktif, potensi kecelakaan, serta biaya tinggi terkait pembangunan dan penutupan pembangkit.
Baca Juga: Pangsa Iklan Google Diprediksi Jatuh Akibat Popularitas AI Meroket
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR