Penulis: Faiz Shakir, Vice President, Southern Asia, Nutanix
Semua orang menyadari hal yang sama: berbagai perusahaan di seluruh dunia beralih ke Artificial Intelligence (AI) untuk berinovasi dan mendongkrak efisiensi.
Hal ini sejalan dengan riset terbaru dari IDC, Worldwide AI and Generative AI Spending Guide yang memproyeksikan kawasan Asia Pasifik akan menghabiskan US$26 miliar hingga tahun 2027 untuk Generative AI (GenAI). Perilaku investasi di kawasan ini juga sejalan dengan insight dari laporan Nutanix Enterprise Cloud Index (ECI) 2024 terbaru.
Meskipun 9 dari 10 perusahaan di Asia Pasifik mengatakan bahwa AI adalah prioritas mereka, laporan ini mengungkapkan bahwa lebih dari 1 dari 3 perusahaan di wilayah ini berisiko tidak siap menghadapi tantangan dalam menjalankan aplikasi-aplikasi AI di infrastruktur IT mereka saat ini.
Evolusi AI ini akan mengalami akselerasi ketika kita menemukan cara-cara baru untuk menggunakan teknologi tersebut, dan perusahaan-perusahaan harus belajar memanfaatkan AI atau berisiko tertinggal. Sama seperti pentingnya fondasi yang stabil bagi gedung pencakar langit agar tegak berdiri, perusahaan juga harus memastikan infrastruktur IT mereka beradaptasi dengan baik untuk membantu mereka berkembang di era AI.
Rahasia kesuksesan integrasi AI: Beradaptasi, bukan menggantikan
AI telah menyebabkan ledakan data yang dihasilkan, dikumpulkan, dan dikonsumsi. Gartner memperkirakan Generative AI akan menyumbang sampai 10% semua data yang dihasilkan pada tahun depan. Lonjakan besar data di dalam layanan yang sudah ada ini memberikan tekanan terhadap praktik manajemen data dan membuat operasional IT sehari-hari menjadi lebih rumit. Masalah yang muncul pada awal integrasi ini memang tidak bisa dihindari, namun kesuksesan akan tergantung bagaimana masalah tersebut dipecahkan.
Bank of East Asia di Hong Kong mencontohkan konsep “mengadaptasi bukan menggantikan” dalam pendekatannya terhadap integrasi AI. Menyadari potensi AI untuk meningkatkan kepatuhan dan manajemen risiko, bank ini mengintegrasikan alat pengenalan suara-ke-teks berbasis AI untuk menganalisis interaksi pelanggan melalui berbagai saluran, termasuk telepon, email, dan obrolan langsung.
Bank ini memilih untuk memodernisasi infrastrukturnya dengan mengadopsi strategi hybrid multi cloud, serta mengintegrasikan kontainer open source untuk meningkatkan kelincahan platform IT-nya. Hal ini tidak hanya mengurangi tingkat kompleksitas dan kompromi di sisi teknis, namun juga memungkinkan Bank of East Asia untuk sukses mengintegrasikan kemampuan AI terkini ke dalam strategi mereka, dengan beban tim yang lebih ringan.
Studi kasus ini menunjukkan bagaimana adaptasi strategis yang dilakukan pada infrastruktur dapat memfasilitasi integrasi AI yang sukses, bahkan ketika data tumbuh secara eksponensial dan tantangan operasional meningkat. Kuncinya terletak pada fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi yang dibangun dalam desain solusi itu sendiri dengan mempertimbangkan keberlanjutan di masa depan.
Dasar perjalanan Modernisasi yang Sukses
Tahun depan, perusahaan di Asia Pasifik diperkirakan akan berinvestasi besar-besaran di infrastruktur IT mereka. Bagian utama dari investasi ini adalah pengadopsian lingkungan hybrid multi cloud. Saat ini, satu dari lima perusahaan di Asia Pasifik sudah menjalankan model hybrid multi cloud, dan dua dari lima berencana menggunakan model ini dalam satu hingga tiga tahun ke depan.
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR