Perpaduan antara teknologi AI (artificial intelligence) dengan big data kini dapat menjadi senjata ampuh bagi para pelaku industri keuangan untuk menjangkau dan melayani masyarakat underserved, khususnya di negara dengan bentang geografis dan keragaman budaya serta latar belakang yang luas seperti Indonesia.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan akan secepat Tiongkok dalam beberapa tahun ke depan (World Bank, 2020-2028E) serta Indeks Inklusi Keuangan Indonesia terbaru sebesar 75,02% (OJK dan BPS, 2024) yang masih memiliki potensi berkembang, penggunaan AI dan big data dapat menjadi kunci untuk menjembatani kesenjangan kredit (credit gap) dan meningkatkan inklusi keuangan secara nasional.
Lewat pemanfaatan AI dan big data, lembaga keuangan mampu mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai calon nasabah, khususnya yang berasal dari kalangan Masyarakat underserved dan underbanked.
Teknologi tersebut bisa menjawab kebutuhan pemetaan profil konsumen dan manajemen risiko, yang menjadi landasan utama dalam penyediaan layanan keuangan.
Chief Technology Officer AdaKami, Dr. Ming Gu, memaparkan dalam sesinya di Tech in Asia Conference 2024, “Sering kali, calon peminjam hanya memiliki sedikit rekam jejak kredit formal atau bahkan tidak ada sama sekali, karena belum pernah memiliki pinjaman atau mengambil cicilan. Jika data biro kredit tidak tersedia, maka sumber data alternatif yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan kredit. Untuk melakukan penilaian dan analisis tersebut, big data menjadi teknologi yang tepat. Hal ini merupakan inti dari fintech, terutama pada aspek teknologi.”
Dr. Gu juga menjelaskan bahwa platform AdaKami menggunakan sumber data alternatif untuk menganalisis pola dan perilaku guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai skor atau profil kredit calon peminjam.
Meskipun terbilang kompleks jika dibandingkan dengan metode tradisional, proses ini memungkinkan platform pinjaman online itu untuk melayani segmen masyarakat yang lebih luas secara lebih efektif, tanpa terlalu bergantung pada data biro kredit.
Selain untuk analisis pola dan perilaku, teknologi juga berperan dalam mendeteksi fraud yang merupakan bagian penting dalam mitigasi risiko pada industri fintech.
“Kami menggunakan teknologi pencegah fraud dalam mendeteksi upaya penipuan berbasis gambar, seperti manipulasi foto kartu identitas dengan menggunakan AI. Kami juga proaktif dalam upaya perlindungan data pribadi dengan memanfaatkan data yang didapatkan dari sumber-sumber yang sah untuk kebutuhan pemetaan profil nasabah dan mitigasi risiko. AdaKami menerapkan langkah-langkah ketat dalam menjaga privasi data guna memastikan bahwa informasi sensitif digunakan secara bertanggung jawab dan aman,” papar Dr. Gu.
Lebih lanjut, Dr. Gu turut membagikan pandangannya mengenai potensi pertumbuhan industri fintech lending di Indonesia.
Sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk mengadopsi fintech.
Meskipun begitu, luasnya geografi, ditambah dengan terbatasnya keberadaan lembaga keuangan konvensional secara fisik, telah lama menjadi penghalang akses layanan kredit bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tinggal di daerah pedesaan.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR