Saat ini, mayoritas perusahaan telah memiliki target terkait sustainability atau keberlanjutan. Akan tetapi, sebagian perusahaan masih menggunakan metode manual untuk mengukur data keberlanjutan mereka. Hal ini membuat inisiatif keberlanjutan menjadi kurang efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Fakta ini terungkap dari survei Tech-Driven Sustainability Trends and Index 2024 yang dinisiasi Alibaba Cloud. Temuan ini pun menjadi pokok pembahasan dalam sebuah acara diskusi yang melibatkan beberapa narasumber. Mereka adalah Roy Cheung (Global Head of Sustainability Solutions, Engineering Plastics, Covestro), Dr. Matthew Dearth, Associate Professor of Finance (Practice), Nanyang Technological University NTU), serta Wei Liu, Head of ESG Strategy, Alibaba Group.
Tantangan Mengumpulkan Sustainability Data
Roy Cheung menyebut, Covestro sebagai perusahaan plastik berkomitmen untuk memastikan proses bisnis yang mengedepankan berkelanjutan. Saat ini, mereka sudah memiliki metode untuk menghitung dampak lingkungan dari kegiatan produksi internalnya. Namun seperti temuan studi di atas, Roy mengakui pihaknya masih menemui tantangan dalam mengumpulkan sustainability data.
“Tantangan terbesar adalah mengumpulkan data terkait scope 3 emission,” ungkap Roy. Sebagai informasi, scope 3 emission adalah emisi tidak langsung yang muncul dari kegiatan perusahaan, baik upstream maupun downstream. Karena itulah sebagai pelaku industri, Roy berharap banyak terhadap teknologi digital. “Dengan teknologi digital, kita bisa mendapatkan fakta “di mana kita sekarang” sehingga dapat memasang target yang akurat,” tambah Roy.
Wei Liu (Alibaba) pun sepakat dengan hal tersebut. “Transformasi digital dan transformasi hijau seharusnya berjalan beriringan,” ungkap Wei Liu. Teknologi seperti AI dan data analytics dapat digunakan untuk menghitung emisi karbon di seluruh rantai produksi, sehingga perusahaan dapat merancang strategi yang tepat.
Wei Liu pun menceritakan perjalanan perusahaan asset management asal Malaysia dalam mengukur emisi karbon. “Awalnya mereka kesulitan mengukur emisi karbon scope 1, 2, sampai 3,” ungkap Wei Liu. Namun dengan bantuan pakar dari Alibaba Cloud, mereka kini berhasil melakukan otomatisasi dan penyederhanaan proses pengukuran emisi karbon tersebut. “Hal ini pun memudahkan mereka dalam mematuhi regulasi yang berlaku,” tambah Wei Liu.
Untuk memastikan semakin bervariasinya solusi digital untuk mengurangi emisi karbon, Alibaba Cloud dan NTU pun membangun Alibaba-NTU Global e-Sustainability CorpLab (ANGEL). Menurut Wei Liu, ANGEL memiliki dua pilar utama. “Pilar pertama adalah memastikan digitalisasi (termasuk AI) lebih ramah lingkungan,” unglap Wei Liu. Sedangkan pilar kedua adalah mengaplikasikan solusi digital untuk menjawab masalah keberlanjutan.
Sementara Dr. Matthew Dearth mengingatkan, inisiatif berkelanjutan adalah sebuah perjalanan panjang. “Namun kita harus segera memulai perjalanan tersebut,” ungkap Dr. Matthew. Mulailah melakukan perhitungan emisi karbon, meskipun harus dilakukan secara manual. “Namun ke depan, kita membutuhkan sistem, perangkat, dan teknologi yang dapat membuat proses tersebut menjadi lebih efisien,” tambah Dr. Matthew.
Dr. Matthew juga berharap, institusi pendidikan dapat membantu perusahaan menemukan cara-cara baru dalam menjawab isu keberlanjutan. “Baik dari sisi ide, perencanaan, sampai implementasi yang akan membuat inisiatif yang kita lakukan menjadi bermakna,” tambah Dr. Matthew.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR