Red Hat mengumumkan ketersediaan umum Red Hat OpenShift Virtualization Engine sebagai solusi yang lebih efisien dan hemat biaya untuk pengelolaan virtual machine dengan dukungan untuk migrasi, automasi, dan manajemen skala besar.
Teknologi kontainer semakin populer. Statista melaporkan bahwa pada tahun 2024 platform kontainer Docker digunakan oleh 59% developer, menjadikannya sebagai tool yang terbanyak digunakan di dunia, untuk kebutuhan software compiling & testing.
Sementara Gartner memprediksi bahwa pada tahun 2027, lebih 90% perusahaan yang ada dalam daftar Global 2000 (G2000) akan menggunakan tool pengelolaan kontainer untuk lingkungan hybrid. Angka tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun 2023 yang bahkan persentasenya kurang dari 20%.
Kendati containerization menjadi tren baru dalam pengelolaan aplikasi, penggunaan virtual machine (VM) masih tetap relevan dalam infrastruktur TI. Beberapa organisasi masih memerlukan virtualisasi karena aplikasi mereka belum bisa di-containerized, atau mereka tidak melihat alasan bisnis maupun mendapat dukungan finansial untuk melakukan modernisasi ke kontainer
Namun pengelolaan VM juga bukan hal yang mudah. Perusahaan menghadapi tantangan seperti meningkatnya biaya dan kompleksitas pengelolaan VM.
Red Hat OpenShift Virtualization Engine dihadirkan Red Hat sebagai solusi untuk mengatasi masalah ini dengan pendekatan yang lebih sederhana dan efisien.
Engine ini disebut Red Hat menyediakan cara khusus bagi perusahaan untuk mengakses fungsi virtualisasi di Red Hat OpenShift.
Berfokus pada virtualisasi, Virtualization Engine memungkinkan perusahaan menjalankan, mengelola, dan mengembangkan VM dengan lebih mudah, serta menghilangkan fitur-fitur yang tidak relevan untuk pengelolaan VM.
Dengan cara ini, menurut Red Hat, perusahaan dapat memaksimalkan value dari OpenShift Virtualization sekaligus menyesuaikannya dengan berbagai kebutuhan infrastruktur yang spesifik.
Didukung oleh Red Hat OpenShift Virtualization dan KVM hypervisor yang digunakan di data center dan cloud enterprise, engine ini dapat dijalankan di perangkat on-premise yang mendukung Red Hat Enterprise Linux, serta di cloud seperti AWS bare metal instances.
Red Hat mengeklaim bahwa teknologi ini menawarkan performa yang konsisten di lingkungan hybrid cloud dan fitur keamanan yang kuat.
Untuk memudahkan proses migrasi dari platform virtualisasi lain, Red Hat menyediakan tool migrasi khusus (migration toolkit for virtualization) sehingga proses ini bisa dilakukan tanpa downtime yang signifikan. Red Hat juga menawarkan layanan workshop yang membantu perusahaan meminimalkan risiko selama migrasi.
Untuk membantu pengelolaan VM dalam skala besar, Red Hat juga memperkenalkan Red Hat Advanced Cluster Management for Virtualization. Tool ini memungkinkan organisasi untuk mengelola lifecycle VM dengan lebih efisien, dari pengadaan hingga monitoring dan kepatuhan.
Menurut Mike Barrett, Vice President & General Manager, Hybrid Cloud Platforms, Red Hat, virtualisasi adalah dasar dari cloud, namun setiap organisasi berada pada tahap yang berbeda dalam modernisasi virtualisasi mereka.
Oleh karena itu, ia menambahkan, Red Hat menyesuaikan solusinya, seperti Red Hat OpenShift Virtualization Engine dan Advanced Cluster Management, untuk memberikan fleksibilitas dan harga yang lebih rendah, membantu organisasi memodernisasi infrastruktur virtual dengan cara yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Sementara Stephen Elliott, Group Vice President, I&O, Cloud Operations, and DevOps, IDC, menekankan bahwa meskipun kontainer semakin populer, infrastruktur virtual tetap sangat penting.
Menurutnya, banyak organisasi menginginkan solusi virtualisasi yang sederhana, hemat biaya, dan tetap fokus pada peningkatan performa dan keamanan.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR