Dibandingkan bangunan lain, rumah sakit adalah bangunan yang mengkonsumsi energi paling besar dalam beroperasinya. Menurut sebuah survei yang pernah dilakukan di AS, rumah sakit mengkonsumsi hampir tiga kali jumlah energi dibanding bangunan perkantoran pada umumnya. Hal ini tidak lepas dari operasional rumah sakit yang 24 jam dan penggunaan perangkat pendukung yang memiliki konsumsi energi tinggi.
Akan tetapi, tingginya konsumsi energi rumah sakit sering kali juga diakibatkan efisiensi. Salah satu sumber masalah adalah pendekatan infrastruktur yang masih tradisional di banyak rumah sakit. Contohnya sistem yang tidak terintegrasi, sistem kabel yang rumit, serta komunikasi yang tidak efisien. Akibatnya, pemborosan pun terjadi di mana-mana, baik itu dari segi penggunaan energi, produktivitas, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan.
Karena itu, penting bagi rumah sakit untuk membangun sistem kelistrikan yang modern dan terintegrasi. Hal inilah yang sudah dipikirkan manajemen RS Indriati sejak awal. Sebagai rumah sakit yang memiliki bangunan terbesar kedua di Indonesia, RS Indriati harus sudah memikirkan efisiensi energi listrik sejak awal.
Maintenance yang Baik
Resmi beroperasi sejak 2017, RS Indriati memiliki gedung setinggi 25 lantai. Di dalamnya terdapat 500 ruang pasien, 11 ruang operasi, 2 ruang ICU, serta dilengkapi dengan fasilitas khusus untuk pasien yang mengalami penyakit kanker, jantung, saraf, dan ortopedi. Perangkat medis yang dimiliki RS Indriati juga sejajar dengan rumah sakit yang ada di kota-kota besar. Tak heran jika RS Indriati memiliki visi menjadi rumah sakit unggulan bertaraf internasional.
Akan tetapi karena terletak di kota Solo, Jawa Tengah, RS Indriati menghadapi tantangan yang umum terjadi di kota menengah di Indonesia, yaitu stabilitas jaringan listrik. Apalagi bagi rumah sakit, putusnya aliran listrik bisa mengakibatkan akibat yang tak terbayangkan. “Dalam dunia medis, listrik mati satu atau dua detik saja itu sangat berpengaruh. Apalagi ketika sedang melakukan operasi, bisa sangat fatal akibatnya” kata Andrew Santoso, Chief Operation Officer Rumah Sakit Indriati.
Selain itu, manajemen rumah sakit juga harus memastikan jalur listrik tidak mengalami kebocoran. “Kalau bocor itu bisa kesetrum, dan lagi-lagi akan sangat bahaya jika terjadi ketika operasi” tambah Andrew.
Selain masalah jaringan listrik yang kurang stabil, biaya operasional yang tinggi juga menjadi salah satu tantangan bagi bagi Rumah Sakit Indriati. Menurut Andrew, pendingin ruangan dan alat-alat medis mengkonsumsi listrik terbesar dalam biaya operasional tiap bulannya. Andrew mencontohkan perangkat radioterapi yang memiliki konsumsi listrik sangat besar dan sangat sensitif terhadap loncatan listrik.
“Karena itulah kami mencari solusi yang memungkinkan kami mengelola semua perangkat tersebut dengan baik tanpa khawatir bakal terjadi masalah dengan alat-alat ini,” jelas Andrew.
Berbasis IoT
Untuk menjawab tantangan serta mendukung transformasi digital di pengelolaan energinya tersebut, Rumah Sakit Indriati memilih platform EcoStruxture dari Schneider Electric. EcoStuxture sendiri merupakan platform yang memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) yang dapat memungkinkan semua unit manajemen dikendalikan melalui internet protocol (IP).
“Ketika membangun rumah sakit ini, kami sudah studi banding dengan yang rumah sakit lain” ungkap Andrew. Dari studi banding tersebut, Andrew melihat konsep yang ditawarkan Schneider Electric sesuai dengan kebutuhan RS Indriati. Apalagi, Schneider memiliki tenaga ahli yang andal dan solusi yang terintegrasi. “Dengan keunggulan ini, kami bisa lebih fokus dalam meningkatkan produktivitas dan pelayanan yang terbaik untuk pasien kami,” ujar Andrew.
Solusi yang digunakan RS Indriati sendiri adalah EcoStruxture Power Solution, sebuah solusi berbasis UPS dan transformator isolasi yang mampu memastikan ketersediaan daya. Dengan terkoneksi dengan UPS dan travo isolasi rumah sakit, EcoStruxture Power dapat memberikan informasi secara realtime mengenai kondisi listrik. Dengan demikian, akan lebih memudahkan dalam memantau dan memastikan semuanya berjalan dengan lancar.
Solusi lain yang digunakan RS Indriati adalah Ecostruxture Building. Melalui aplikasi yang dapat diakses dari berbagai perangkat, pengelola bisa memantau sistem HVAC (Heating, ventilation, and air conditioning), pencahayaan dan jaringan listrik, serta menganalisa seberapa besar penggunaan energi di seluruh isi rumah sakit.
“Dengan platform EcoStruxture ini, Rumah Sakit Indriati mampu mengurangi downtime hingga 40% karena pemadaman listrik dan dapat menghemat energi dan biaya operasional hingga 30% per tahunnya,” ujar Andrew. Efisiensi pun terasa dari sisi kebutuhan SDM. “Dari 16 lantai yang sudah beroperasi saat ini, kami hanya membutuhkan 10 orang teknisi dan itu pun terbagi menjadi 3 shift dalam satu harinya,” ujar Andrew.
Dengan fasih memanfaatkan teknologi, RS Indriati pun selangkah lebih dekat mencapai visinya sebagai rumah sakit unggulan bertaraf internasional.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR