Find Us On Social Media :

Potensi Iklan di Layanan OTT dan Mobile yang Belum Dimanfaatkan Pemasar

By Rafki Fachrizal, Rabu, 15 Juli 2020 | 12:45 WIB

Ilustrasi Streaming Film/Serial Televisi.

Penulis: Bill Kiriakis (Global SVP Sales, Adjust)

Video streaming kini semakin populer di era pandemi COVID-19, saat miliaran penduduk dunia berdiam di rumah dan menghabiskan waktu untuk menonton film/serial televisi.

Pendapatan dari segmen video streaming pun diperkirakan akan meningkat hingga mencapai $30,4 miliar pada tahun 2024 dan para pemain besar seperti Disney, HBO dan Amazon menanamkan investasi yang besar pada Over The Top (OTT) media yang dengan cepat menjadi kategori yang penting bagi pembuat aplikasi dan pengiklan.

Saat mendengar istilah OTT, hal pertama yang muncul di benak kita mungkin adalah menonton televisi melalui internet.

Tetapi perangkat mobile (smartphone) berperan penting bagi OTT, saat pengguna menonton di ruang tamu maupun saat bepergian.

Laporan eMarketer menyebutkan bahwa 63% dari pelanggan di AS paling sering mengakses OTT dari TV. Perangkat smartphone menempati urutan kedua, yakni 11,6%.

Akan tetapi, durasi pengguna menonton OTT pada smartphone setara dengan hampir 25% dari total durasi menonton.

Artinya, durasi pengguna perangkat smartphone menonton OTT di atas rata-rata pengguna lainnya. 

Selain itu, smartphone juga seringkali menjadi layar kedua bagi pelanggan OTT. Perusahaan penyedia layanan streaming Roku menyediakan fungsi agar pengguna dapat menggunakan smartphone mereka sebagai remote control.

Tetapi secara umum, berapa banyak pengguna yang belum pernah menggunakan smartphone untuk menonton episode dari serial populer saat bepergian?

Secara strategis, ini penting untuk diketahui oleh pemasar, karena bahkan pengguna yang masih menonton dari TV dapat didorong untuk menginstall aplikasi yang mereka lihat saat streaming. 

Seiring dengan perkembangan ekosistem OTT, persaingan untuk mendapatkan penonton pun semakin ketat.

Setelah mendominasi selama hampir sepuluh tahun, Netflix kini menghadapi tantangan yang signifikan. OTT tidak lagi dikategorikan sebagai niche melainkan sebagai mass market (pasar massal).

Persaingan yang semakin ketat disertai dengan tekanan yang semakin meningkat — khususnya bagi pemasar.

Pengukuran menjadi semakin penting dalam ekosistem dengan persaingan yang tinggi. User Acquisition (UA) Manager untuk layanan OTT — dan pengiklan yang berupaya untuk memanfaatkan popularitas OTT — harus dapat secara tepat mengidentifikasi faktor penting yang meningkatkan Nilai Umur Pelanggan (Customer Lifetime Value). Kinerja yang baik menjadi faktor yang paling menentukan.

Baca Juga: VMware Bantu Memastikan Kelanjutan Bisnis Semasa Pandemi COVID-19

Jumlah iklan yang ditayangkan di channel OTT akan bertambah dalam waktu dekat

Tren pada industri OTT hanya mencerminkan sebagian kecil dari keseluruhan tren pada industri periklanan.

COVID-19 memporak porandakan hal-hal yang menjadi kepastian di masa lampau, industri periklanan di semua platform menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Jumlah instalasi dan jumlah sesi untuk aplikasi hiburan pada perangkat seluler mengalami pertumbuhan yang positif saat dunia menjalankan social distancing (pembatasan sosial).

Akan tetapi, seiring dengan memburuknya resesi ekonomi, keterbatasan anggaran UA manager akan memaksa pemasar untuk mengadopsi solusi kreatif dalam menarik pengguna.

Berbagai platform telah bereksperimen dengan berbagai format inovatif untuk menayangkan iklan, seperti Hulu yang mengumumkan bahwa mereka akan memfasilitasi pause ads.

Selain itu, in-show monetization juga kemungkinan besar akan meningkat dalam waktu dekat, dengan mengintegrasikan produk yang diiklankan (shoppable content) dalam konten streaming. 

Amazon sedang merumuskan pendekatan untuk memfasilitasi hal ini, acara TV seperti Making The Cut memungkinkan pengguna untuk membeli produk-produk bermerek melalui Amazon Prime setelah menonton sebuah acara.

Di Cina, Tencent menawarkan teknologi untuk membuat inventarisasi iklan di dalam acara TV. Dengan memanfaatkan teknologi augmented reality (AR), iklan dapat ditampilkan pada billboard yang ada dalam acara tersebut — atau bahkan pada cangkir kopi yang dipegang oleh actor.

Shoppable content dan teknologi AR mungkin akan menjadi solusi ideal bagi mobile, karena pengguna seluler sudah terbiasa melihat banyak iklan.

Walaupun layanan berlangganan seperti Netflix, Amazon Prime atau Disney+ masih menjadi standar emas bagi layanan streaming di negara-negara Barat, strategi monetisasi yang mengandalkan iklan lebih dikenal di belahan dunia lainnya.

Pasca COVID-19, masyarakat perlu menetapkan skala prioritas pengeluaran — dan layanan berlangganan seringkali menjadi pengeluaran pertama yang dipangkas.

Platform OTT perlu beradaptasi dengan realita baru ini. Pelanggan kemungkinan besar akan membatalkan layanan berlangganan di berbagai channel.

Oleh sebab itu, penempatan produk dan model freemium akan semakin sering digunakan dalam jangka menengah hingga jangka panjang.

Baca Juga: Survei Red Hat: Ini Kunci Sukses Transformasi Digital di Asia Pasifik

Pemasaran yang lebih beragam untuk OTT

Aplikasi yang tertarik untuk memasang iklan di OTT belum memiliki banyak pilihan saat ini. Akan tetapi, pelanggan dengan dana terbatas mendasari keputusan mereka berdasarkan daya beli sehingga advertising-backed video on demand (AVOD) menjadi semakin populer di era krisis, dengan pertumbuhan sebesar 148%. Oleh karena itu, masalah ini akan terselesaikan di masa mendatang.

Format iklan pada OTT kini sudah semakin inovatif, Hulu Sling TV menawarkan pause ads, memperkenalkan ‘happy hour’ pada jam tayang utama secara gratis.

Model freemium seperti ini akan semakin populer ke depannya sehingga pemasaran bagi OTT akan lebih beragam.

Saat dampak dari COVID-19 nanti sudah mereda, pelanggan mungkin akan merasa 'jenuh terhadap layanan berlangganan' suatu saat nanti. 

Pengguna OTT umumnya mengikuti konten, oleh karena itu pelanggan biasanya berhenti berlangganan saat sebuah acara TV ternama sudah berakhir.

Faktor ini digabungkan dengan pertumbuhan platform yang tinggi akan membuat pengguna kesulitan untuk menonton acara TV yang populer dengan hanya satu atau dua jenis paket berlangganan.

Pengguna, yang ingin menonton acara TV yang sedang ramai dibicarakan, mungkin akan memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap iklan agar mereka tidak ketinggalan satu episode pun.

Kita sudah terbiasa melihat iklan di TV dan YouTube. Hubungan antara iklan dan konten OTT akan berubah saat konten yang belum sepenuhnya beralih ke OTT — seperti live sports — mulai beralih ke platform streaming.

Acara olahraga berkaitan erat dengan iklan dan keputusan Amazon Prime untuk menayangkan NFL Thursday Night Football akan menjadi pilihan yang sering diambil di masa mendatang.

Di negara-negara lain, hal ini tergolong lazim. Platform OTT India, Hotstar, memperoleh hak untuk menayangkan Indian Premier League pada tahun 2017, dengan memanfaatkan fanatisme masyarakat India terhadap cricket untuk meningkatkan pertumbuhan pengguna.

Pertumbuhan ini membantu Disney dalam mendominasi pasar India, saat Disney+ bermitra dengan Hotstar.

Dalam jangka panjang, jumlah iklan yang ditayangkan di OTT akan semakin banyak. Iklan tersebut dapat ditayangkan pada streaming window atau ditampilkan pada obyek ataupun banner dalam stream.

TV adalah elemen yang sangat menentukan budaya kita, oleh sebab itu pemasar seluler sebaiknya memberi perhatian pada sektor OTT.

Baca Juga: Contoh Penerapan Artificial Intelligence di Bidang Pendidikan