Find Us On Social Media :

Inilah Cara Tokopedia Kelola Infrastuktur dengan SRE dan Multi Cloud

By Rafki Fachrizal, Rabu, 22 Juli 2020 | 18:15 WIB

Ilustrasi Kantor Tokopedia

“Sebagai contoh, di kami itu ada beberapa aplikasi tertentu yang berjalan di cloud A, aplikasi tertentu di cloud B, dan aplikasi tertentu lainnya di cloud C. Jadi nggak semua aplikasi dalam satu cloud yang sama,” ungkap Bayu.

Lantas, mengapa Tokopedia mengadopsi multi cloud? Dijelaskan Andrew, ada beberapa alasan di baliknya.

“Pertama, kita nggak mau ketergantungan dengan satu cloud provider saja. Kenapa? Karena kita mengadopsi konsep marketplace di mana semua orang punya kesempatan. Jadi, kita ingin memberikan kesempatan bagi semua cloud provider untuk bersama kami. Makanya kita nggak mau tergantung dengan satu saja (cloud provider),” papar Andrew.

Alasan kedua, Tokopedia juga melihat bahwa setiap cloud provider melihat kelebihan dan kekurangan masing masing.

“Jadi kita mau memaksimalkan potensi dari masing masing cloud provider yang kita gunakan tersebut,” imbuh Andrew.

Sedangkan alasan terakhir adalalah terkait cost (biaya). Menurutnya, dengan menggunakan banyak cloud provider, Tokopedia menjadi lebih bisa melakukan hal yang lebih baik dalam bernegosiasi biaya. 

Lebih lanjut,  berikut adalah contoh bagaimana Tokopedia menggunakan beberapa cloud sekaligus atau multi cloud:

- Public cloud A: Transactional services;

- Public cloud B: Analytics, ML (Maching Learning), big data dan multimedia services;

- Public cloud C: Backend services;

- Private cloud (on-premise): Partner connections, seperti bank.

Meski multi cloud memberikan sederet keuntungan, Andrew memaparkan bahwa sebenarnya ada tantangan tersendiri ketika perusahaan mengadopsi arsitektur jaringan seperti ini.

“Dengan multi cloud ini sebenarnya tidak mudah. Karena kita harus me-manage begitu banyak vendor atau partner cloud dengan menggunakan tools yang beda-beda. Jadi kita membutuhkan skillset untuk masing-masing vendor,” ucap Andrew.

Kemudian, tantangan yang kedua adalah provisoning dan standards yang di mana itu menjadi harus lebih khusus.

“Lalu ada pula tantangan cost tracking, gimana caranya supaya tracking untuk biaya-biaya dari cloud yang kita pakai. Dengan banyak yang kita pakai kita harus punya central cost tracking. Jadi kita nggak boleh terpecah-pecah cost tracking-nya,” ungkap Andrew.

Sebagai contoh, untuk mengatasi salah satu tantangan di atas yaitu cost tracking, Tokopedia telah menerapkan cost tracking single house atau buatan sendiri. Sehingga, perusahaan memiliki visibilitas untuk biaya dari semua cloud yang digunakan.

Baca Juga: Jadi Gaya Hidup, Ini Potensi Binis E-commerce di Indonesia Tahun ini