Awal tahun ini, tepatnya 22 Februari 2020, Tokopedia menggelar konferensi teknologi pertama dan terbesarnya yang bertajuk START 2020.
Acara itu dihadiri lebih dari 2.000 peserta yang hadir langsung di venue dan 76.000 penonton di aplikasi Tokopedia melalui Tokopedia Play.
Melihat tingginya antusiasme masyarakat, Tokopedia berinisiatif untuk melanjutkan acara tersebut dengan menggelar Tokopedia START Summit Extension yang diadakan tiap bulannya.
START Summit Extension sendiri digelar secara online (YouTube Live dan Tokopedia Play) dengan mengangkat tema-tema menarik dan edukatif seputar teknologi yang dibawakan langsung oleh para engineer dari Tokopedia.
Untuk di bulan Juli ini, START Summit Extension berlangsung pada 21 Juli 2020 dan mengangkat tema “The Fantastic Heroes of All Things Tech”.
Dari tema tersebut, ada dua topik utama yaitu Managing Infrastructure with SRE Mindset dan How How Tokopedia Works with Multi Cloud Network.
Lebih lanjut, berikut informasi yang InfoKomputer rangkum dari pembahasan kedua topik tersebut.
Baca Juga: Tokopedia: Pesanan Lewat TokoCabang Naik 2,5 Kali Lipat Saat Pandemi
1. Managing Infrastructure with SRE Mindset
Saat ini, Tokopedia merupakan salah satu e-commerce besar di tanah air dengan transaksi harian yang tinggi di platformnya.
Untuk menjamin kenyamanan para penggunanya, Tokopedia pun menerapkan berbagai strategi terkait mengelola infrastuktur teknologi di perusahaannya.
Djelaskan oleh Prima Adi (Senior Software Engineer – Cloud Platform, Tokopedia), Tokopedia mengelola infrastruktur teknologinya saat ini menggunakan SRE (Site Reliability Engineering) mindset.
SRE sendiri pertama kali dicetuskan oleh Google. Menurut Prima, secara definisi SRE adalah saat di mana kita (perusahaan) meminta software engineer untuk mendesain bagaimana operation teams bekerja.
“Jadi kalo software engineer kita perintah untuk mengetahui bagaimana me-manage infrastuktur, bagaimana setiap kali ada request menyuruh untuk mengetahui seperti apa basic operation-nya. Itu pada dasarnya SRE,” terang Prima.
Untuk mendukung SRE ini, Tokopedia mengadopsi GitOps, yang di mana membantu perusahaan dalam menyelesaikan banyak masalah yang terjadi terkait Git.
“Beberapa tools yang kita pakai di GitOps adalah Terraform, Atlantis dan Terragrunt," ujar Prima.
Selain GitOps, infrastuktur teknologi di Tokopedia juga menerapkan VM (Virtual Machine) secara auto-scalling.
“Kenapa VM-nya kami harus auto-scalling? Ini use case yang simple at the time, ketika kita me-manage layanan berjumlah ratusan seperti Tokopedia sekarang, ini sesuatu yang bersifat berulang-ulang. Dan kita butuh kemampuan VM yang harus seperti itu,” kata Bayu Rizky ( Senior Software Engineer – Cloud Platform, Tokopedia).
Dijelaskan Bayu, beberapa tools yang digunakan untuk VM secara auto-scalling ini adalah Packer, Ansible dan Terraform.
“Dengan pakai Packer untuk auto-scalling VM misalnya, kita bisa ensure bahwa semuanya itu same things at deploy every time,” cetus Bayu Lagi.
Baca Juga: Tren Penjualan Emas Melonjak di Tokopedia dan Bukalapak Selama Pandemi
2. How Tokopedia Works with Multi Cloud Network
Pada topik kedua ini, Tokopedia mencoba membagikan wawasan mengenai bagaimana perusahaan selama ini bekerja di dalam lingkungan multi cloud network.
“Mungkin banyak belum tahu ya, kalau Tokopedia sebenarnya menganut arsitektur atau topologi multi cloud,” ujar Andrew Jaya Efendy (Distinguished Engineer, Tokopedia).
Untuk diketahui, multi cloud adalah arsitektur yang memadukan beberapa cloud sekaligus, baik private cloud atau public cloud.
“Sebagai contoh, di kami itu ada beberapa aplikasi tertentu yang berjalan di cloud A, aplikasi tertentu di cloud B, dan aplikasi tertentu lainnya di cloud C. Jadi nggak semua aplikasi dalam satu cloud yang sama,” ungkap Bayu.
Lantas, mengapa Tokopedia mengadopsi multi cloud? Dijelaskan Andrew, ada beberapa alasan di baliknya.
“Pertama, kita nggak mau ketergantungan dengan satu cloud provider saja. Kenapa? Karena kita mengadopsi konsep marketplace di mana semua orang punya kesempatan. Jadi, kita ingin memberikan kesempatan bagi semua cloud provider untuk bersama kami. Makanya kita nggak mau tergantung dengan satu saja (cloud provider),” papar Andrew.
Alasan kedua, Tokopedia juga melihat bahwa setiap cloud provider melihat kelebihan dan kekurangan masing masing.
“Jadi kita mau memaksimalkan potensi dari masing masing cloud provider yang kita gunakan tersebut,” imbuh Andrew.
Sedangkan alasan terakhir adalalah terkait cost (biaya). Menurutnya, dengan menggunakan banyak cloud provider, Tokopedia menjadi lebih bisa melakukan hal yang lebih baik dalam bernegosiasi biaya.
Lebih lanjut, berikut adalah contoh bagaimana Tokopedia menggunakan beberapa cloud sekaligus atau multi cloud:
- Public cloud A: Transactional services;
- Public cloud B: Analytics, ML (Maching Learning), big data dan multimedia services;
- Public cloud C: Backend services;
- Private cloud (on-premise): Partner connections, seperti bank.
Meski multi cloud memberikan sederet keuntungan, Andrew memaparkan bahwa sebenarnya ada tantangan tersendiri ketika perusahaan mengadopsi arsitektur jaringan seperti ini.
“Dengan multi cloud ini sebenarnya tidak mudah. Karena kita harus me-manage begitu banyak vendor atau partner cloud dengan menggunakan tools yang beda-beda. Jadi kita membutuhkan skillset untuk masing-masing vendor,” ucap Andrew.
Kemudian, tantangan yang kedua adalah provisoning dan standards yang di mana itu menjadi harus lebih khusus.
“Lalu ada pula tantangan cost tracking, gimana caranya supaya tracking untuk biaya-biaya dari cloud yang kita pakai. Dengan banyak yang kita pakai kita harus punya central cost tracking. Jadi kita nggak boleh terpecah-pecah cost tracking-nya,” ungkap Andrew.
Sebagai contoh, untuk mengatasi salah satu tantangan di atas yaitu cost tracking, Tokopedia telah menerapkan cost tracking single house atau buatan sendiri. Sehingga, perusahaan memiliki visibilitas untuk biaya dari semua cloud yang digunakan.
Baca Juga: Jadi Gaya Hidup, Ini Potensi Binis E-commerce di Indonesia Tahun ini