Indonesia diprediksi akan menggeliat menjadi 'macan' ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2025 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 49 persen dan potensi hingga 133 miliar dolar AS, menurut riset Google, Temasek, dan Bain & Company.
Riset tersebut dilakukan akhir 2019, sebelum pandemi COVID-19 terjadi. Pandemi merupakan musibah, tetapi tampaknya juga membawa "berkah." Mau tidak mau perilaku masyarakat berubah yang berdampak positif pada transformasi digital di Indonesia.
Sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo, masyarakat diminta untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah, serta meminimalisir aktivitas di luar rumah dalam upaya memutus rantai penyebaran virus corona, termasuk kegiatan jual beli, yang mendorong orang untuk bertransaksi secara digital.
Hal ini mendorong kebutuhan akses digital yang meningkat pesat.
"Beberapa operator ada yang mengatakan 40 persen, 60 persen, atau ada yang mungkin lebih tinggi dari itu lagi variannya, sehingga memang digital Indonesia itu di masa pandemi memang meningkat," kata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute yang juga pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi seperti dikutip ANTARA.
Salah satu peningkatan ada pada e-commerce yang juga menggerakkan ekonomi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), karena lewat digital, usaha mereka tidak hanya bersifat lokal, tetapi bisa menjadi produksi nasional, bahkan global.
Memang, ada beberapa startup yang "menderita" diakibatkan karena pandemi itu sendiri, misalnya startup yang bergerak di sektor perjalan dan wisata.
Heru memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga negatif. Beruntungnya, presiden Jokowi secara jelas telah memberi arahan untuk mengantisipasi hal ini. "Karena betapa pun di dalam pengembangan ekosistem digital yang paling utama adalah e-leadership," ujar dia.
Akselerasi transformasi
Pada awal Agustus 2020, Presiden Jokowi telah mempersiapkan peta jalan transformasi digital di sektor-sektor strategis, baik di pemerintahan, di layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan industri, termasuk juga sektor penyiaran.
Arahan tersebut dinilai Heru sebagai statement cukup bagus bagi perkembangan ekonomi digital di Indonesia, sekaligus memperhatikan titik-titik yang selama ini tidak di perhatikan.
Presiden Jokowi mengatakan pandemi COVID-19 harus dijadikan momentum untuk melakukan transformasi digital karena pandemi mengubah secara struktural cara kerja, cara beraktivitas, cara berkonsumsi, cara belajar, hingga cara bertransaksi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengambil langkah percepatan transformasi digital di Indonesia, mencakup pembangunan infrastruktur digital, pembuatan peta jalan transformasi digital di sektor strategis, percepatan integrasi pusat data, ketersediaan talenta digital, serta regulasi dan skema pembiayaan serta pendanaan.
Tidak hanya itu, Undang-Undang Cipta Kerja, yang belum lama ini disahkan, menurut Menteri Kominfo Johnny G. Plate, menjadi payung hukum yang kuat dalam transformasi digital dan transformasi ekonomi dalam menghadap pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Regulasi yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Ketiga sektor tersebut merupakan bidang yang strategis saat pandemi, adaptasi kebiasaan baru dan pasca pandemi.
Kominfo menyoroti tiga hal fundamental yang mereka sebut "sangat mempengaruhi Indonesia di bidang teknologi komunikasi dan informatika", yakni bahwa UU Cipta Kerja memberi solusi terhadap kebuntuan regulasi di bidang penyiaran yang tidak terwujud selama belasan tahun.
Baca Juga: Alasan Samsung Kembali Rajai Pasar Smartphohe Global Kuartal II 2020
Penguatan infrastruktur
Undang-Undang Cipta Kerja, dalam pandangan Heru, akan menjadi pintu masuk pergerakan ekonomi digital. Misalnya, untuk mengadopsi teknologi baru yang bisa dikatakan haus bandwidth, yang memang butuh frekuensi yang besar.
UU Cipta Kerja memungkinkan kolaborasi antar operator untuk menggunakan frekuensi secara bersama. "Ini menjadi pintu masuk untuk bisa menggerakkan kebutuhan bandwidth internet yang cepat," ujar Heru.
Meski begitu, menurut Heru, pemerintah memiliki "pekerjaan rumah" untuk memberdayakan UMKM lokal agar prediksi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dapat terwujud.
Awal Oktober 2020, Kementerian Kominfo telah meluncurkan program Pelatihan Digital UMKM Indonesia, untuk memajukan dan memperkuat mitra UMKM dan ultra mikro di Tanah Air, khususnya yang berada di luar pulau Jawa terutama di wilayah Tertinggal, Terluar dan Terdepan (3T).
Dalam upaya akselerasi transformasi digital, pada pertengahan Juli 2020, Kementerian Kominfo juga telah membuka program Digital Talent Scholarship untuk mempersiapkan talenta digital yang memiliki keahlian industri 4.0 guna menuju digital society Indonesia.
Chief Growth anda Marketing Woobiz, Putri Noor Shaqina, melihat keseriusan pemerintah dalam menggarap transformasi digital di mana adanya pembangunan infrastruktur dan kemudahan dalam hal perizinan.
"Pemerintah juga mendukung startup untuk terus tumbuh dengan adanya program inkubasi yang bagus dalam mendukung pertumbuhan startup di Indonesia," ujar Putri.
Woobiz merupakan startup digital yang mengusung konsep sosial dengan memanfaatkan industri e-commerce untuk mendorong perempuan berwirausaha dengan memanfaatkan teknologi pada platformnya, dan memungkinkan mereka dengan mudah menawarkan barang UMKM lewat WhatsApp.
Sejak pandemi pula, Putri mengatakan banyak brand UMKM yang bergabung dengan Woobiz karena tertarik dengan jaringan mitra yang dapat mendistribusikan produk mereka ke lebih banyak pelanggan dengan biaya marketing yang rendah.
"Harapan kami ke depannya, pemerintah untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat secara luas tentang digital sehingga digital literasi dapat lebih merata ke daerah-daerah," Putri menambahkan.
Bawa angin segar
Menurut Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki, Undang-Undang Cipta Kerja, dapat menumbuhkan dan membuat UMKM lebih inovatif dan produktif.
Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi, Handito Joewono, mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja dapat memberi angin segar karena menugaskan pemerintah untuk membentuk badan baru untuk mendorong investigasi, yakni Lembaga Pengelola Investasi.
Pembentukan lembaga dengan kewenangan khusus tersebut kemudian diatur dalam Pasal 165.
"Undang-Undang Cipta Kerja ini memberi angin segar, ruang besar, buat majunya startup khususnya yang berorientasi digital ekonomi," ujar Handito.
Lembaga Pengelola Investasi diharap dapat menjadi solusi dari permasalahan pendanaan yang dihadapi startup, juga menciptakan satu sistem untuk membangun ekosistem startup secara bersama-sama dan menyeluruh.
Terlebih, dalam masa pandemi saat ini, hanya 30 hingga 40 persen startup yang masih beroperasi, sementara sisanya mati suri.
Handito berpendapat, lembaga tersebut dapat "ditempelkan" pada Kementerian Koperasi dan UKM, kemudian menciptakan tempat startup berkumpul atau pusat pengembangan startup teknologi Indonesia.
Tempat itu bisa saja berlokasi di Smesco, Jakarta Selatan, sebut Handito, di mana kementerian dan lembaga terkait lainnya, termasuk Kementerian Kominfo dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, juga dapat menempatkan perwakilannya.
Sinyal hidup kembali dari mati suri tampaknya mulai ditangkap Handito. Sejumlah startup, yang terpaksa terlelap di tengah pandemi, bersiap bangun dari tidur panjang. Semester kedua 2021 diperkirakan menjadi momentum kebangkitan startup Tanah Air.
Jika seluruh elemen pendukung ekosistem bersatu, masyarakat mendukung, generasi muda mempersiapkan diri, maka bukan tidak mungkin angka di atas kertas yang diprediksi Google, dkk, itu akan terwujud. Indonesia siap merajai ekonomi digital di Asia Tenggara.
Baca Juga: Yayasan Dian Sastrowardoyo dan Magnifique Gandeng Markoding untuk Edukasi Coding ke Para Siswa