Ada potret mengkhawatirkan dari wajah pertanian Indonesia. Jika menilik data BPS, jumlah petani di generasi milenial, alias yang berumur 19-39 tahun, terus menurun. Jumlahnya kini hanya 2,7 juta, atau 8% dari total petani di Indonesia.
Dengan regenerasi yang mandek seperti ini, Indonesia bisa mengalami krisis petani pada 10 tahun ke depan. Dampak buruk pun membayang, seperti terancamnya aspek ketahanan pangan bangsa ini.
Faktor inilah yang mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggulirkan program Petani Milenial. Melalui program ini, Pemprov Jabar mengundang generasi milenial Jawa Barat untuk kembali ke sawah dan menjadi petani. “Harapannya, petani milenial ini akan meningkatkan produktivitas pertanian, yang akhirnya mendukung ketahanan pangan,” ungkap Setiaji (Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Pemprov Jabar), dalam sebuah wawancara eksklusif dengan InfoKomputer.
Baca Juga: Peran Tanihub selama Pandemi: Serap Suplai, Amankan Distribusi
Selain untuk regenerasi, generasi milenial dianggap memiliki karakter yang adaptif terhadap perubahan. “Generasi milenial juga bisa langsung menggunakan teknologi digital,” ungkap Setiaji. Faktor teknologi ini menjadi krusial karena program ini sarat akan pemanfaatan teknologi. “Inovasi teknologi digital ini akan dimanfaatkan pada sistem budidaya, mulai dari on-farm maupun off-farm,” ungkap Setiaji.
Pada aspek on-farm atau aktivitas pertanian, program ini akan menggunakan teknologi terkini seperti Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI). Manajemen pertanian akan mengandalkan bantuan teknologi, mulai dari proses tanam sampai waktu panen. “Contohnya saat pemberian pupuk, sensor berbasis IoT akan memberikan informasi yang sesuai,” ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Jakarta Smart City ini.
Sementara pada off-farm alias pasca panen, teknologi digital akan dimanfaatkan untuk membantu distribusi. “Jadi setelah panen melimpah, tugas selanjutnya adalah bagaimana memasarkannya,” tambah Setiaji.
Pemprov Jabar sendiri akan menjadi fasilitator program Petani Milenial ini. Salah satunya dengan menyediakan lahan minimal 1 hektar yang berasal dari lahan milik Pemprov Jabar. “Sistem kerjasamanya bisa pinjam pakai atau bentuk kerjasama lain,” ungkap Setiaji. Pemprov Jabar juga akan menyiapkan ekosistem pendukung, mulai dari penyedia benih, distribusi pupuk, sampai institusi yang siap menyerap hasil panen. “Jadi petani muda ini bisa langsung berkolaborasi,” tambah Setiaji.
Pendaftaran Petani Milenial ini rencananya akan dimulai pada Bulan Februari 2021 ini. Mengenai jumlah peserta, Setiaji belum bisa memastikan. “Secara jumlah masih dikalkulasi, karena disesuaikan dengan ketersediaan lahan,” tambah Setiaji. Sedangkan komoditas pertanian yang akan ditanam disesuaikan dengan permintaan pasar domestik dan global.
Perlu Kolaborasi
Pemprov Jabar sendiri sebenarnya sudah berpengalaman dalam mendorong pemanfaatan teknologi di sektor pertanian. Sebelum program Petani Milenial ini, inisiatif serupa sudah dijalankan ke petani tradisional. Pengalaman itulah yang akan coba diduplikasi di program Petani Milenial ini.
Demi memastikan inisiatif berjalan lebih cepat dan efektif, Pemprov Jabar aktif melakukan kolaborasi dengan startup agritech Indonesia. Contohnya dengan Habibie Garden, startup penyedia infrastruktur IoT yang menanamkan sensor di lahan pertanian untuk menganalisis kondisi tanah. “Pemanfaatan sensor ini terbukti meningkatkan hasil pertanian sampai dua kali lipat,” cerita Setiaji.
“Harapannya, petani milenial ini akan meningkatkan produktivitas pertanian, yang akhirnya mendukung ketahanan pangan,” ungkap Setiaji (Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Pemprov Jabar)
Sedangkan dari sisi distribusi, Pemprov Jabar telah menggandeng startup distribusi hasil pertanian seperti Sayurbox dan Tanihub. “Nantinya mereka yang akan memasarkan langsung ke konsumen,” tambah Setiaji. Kolaborasi juga dilakukan dengan patriot desa dan relawan TIK yang membantu pelaksanaan program ini. “Kami punya 1000 relawan TIK yang bekerjasama dengan Pemprov Jabar dalam melakukan edukasi dan pendampingan,” cerita Setiaji.
Pemprov Jabar juga terbuka untuk berkolaborasi dengan pemerintah daerah lain dalam mengembangkan inisiatif berbasis teknologi ini. Bukan cuma di sektor pertanian, namun juga sektor lain seperti perikanan, peternakan, sampai kesehatan.
“Karena tantangan pemerintah daerah di Indonesia sebenarnya sama, seperti bagaimana memanfaatkan tenaga kerja usia muda dan menjaga ketahanan pangan,” ungkap Setiaji.
Nah, siap berkolaborasi untuk negeri?