Find Us On Social Media :

Mengintip Peran Digitalisasi pada Distribusi Vaksin Covid-19 dan Pelayanan Rumah Sakit Indonesia

By Fathia Yasmine, Senin, 25 Oktober 2021 | 15:16 WIB

Ilustrasi digitalisasi di bidang kesehatan

Pandemi Covid-19 membuat banyak perusahaan memilih untuk melakukan percepatan transformasi digital. Perusahaan yang kini telah melakukan digitalisasi proses bisnisnya datang dari beragam sektor, termasuk kesehatan.

Pada Rumah Sakit, digitalisasi dapat menjadi solusi yang efektif dalam memenuhi ekspektasi masyarakat di era pandemi yang menuntut rasa aman dan nyaman.

Sementara pada industri farmasi atau obat-obatan, digitalisasi membuat perusahaan mampu mendeteksi pemalsuan obat yang mungkin terjadi saat proses distribusi berlangsung.

Salah satu perusahaan di bidang kesehatan yang melakukan percepatan transformasi digital adalah PT Bio Farma (Persero). Pada masa pandemi, badan usaha milik negara (BUMN) tersebut bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi vaksin Covid-19.

Baca Juga: Lenovo Luncurkan Droplet True Wireless Earbuds di Indonesia, Harganya?

Bantuan teknologi memiliki peran penting bagi untuk memastikan vaksin kualitasnya terjaga, mulai dari proses manufaktur hingga setelah didistribusikan kepada masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh  Chief Transformation and Digital Officer Bio Farma Soleh Ayubi dalam webinar TechGathering Infokomputer: Peran Digitalisasi dalam Transformasi Logistik Industri Kesehatan Indonesia, Kamis (21/10/2021).

Ayubi menjelaskan, vaksin Covid-19 merupakan produk yang memiliki urgensi tinggi. Oleh sebab itu, proses proses produksi hingga distribusi harus terpantau oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Oleh sebab itu, Bio Farma dan BPOM harus memiliki sistem yang terintegrasi untuk mengetahui stok hingga progres distribusi vaksin.

Baca Juga: Keren! Otten Coffee Hadirkan Robot Barista di Toko Kopinya di Bandung

 “Tahun ini Bio Farma akan mendistribusikan 600 juta dosis ke seluruh Indonesia dan ini (distribusi vaksin) belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena itu, kami mengadopsi sistem digital guna mempermudah proses distribusi,” kata Ayubi.

Guna memudahkan tim dalam menjalankan standard operating procedure (SOP)Bio Farma menggunakan teknologi GS1 Data Matrix berupa quick response code (QR Code) yang menyimpan informasi nama produk, tanggal kedaluarsa, batch number, dan serial number.

“QR Code itulah yang kami gunakan sebagai landasan untuk distribusi vaksin. Sebab, kode tersebut tidak hanya menempel di botol vaksin saja, dus kemasan ecer, hingga boks besar pun memiliki kode serupa. Bahkan, mobil distribusi juga punya QR Code terintegrasi,” jelasnya.

Ayubi menyatakan, dengan bantuan QR Code tersebut, Bio Farma dapat dengan mudah mengetahui jumlah total vaksin dan jenis batch apa yang dikirimkan dari pusat ke lokasi vaksinasi.

Baca Juga: Facebook Luncurkan Fitur Group Effects Berbasis AR untuk Messenger

Mengingat vaksin rentan akan perubahan cuaca, Bio Farma juga mengandalkan bantuan perangkat Internet of Things (IoT) untuk memantau suhu vaksin selama perjalanan.

“Suhu vaksin selama perjalanan nantinya terpantau langsung di command center kami yang ada di Jakarta dan Bandung. Misalkan, selama perjalanan ada error atau kendala, tim operasional bisa segera terjun langsung,” ungkap Ayubi.

Sementara itu, digitalisasi dalam layanan rumah sakit dijelaskan oleh Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Tony Seno Hartono. Ia mengatakan, di masa pandemi rumah sakit mengandalkan layanan telemedisin untuk menjangkau pasien.

Dengan tersedianya layanan tersebut, pasien tidak perlu pergi ke rumah sakit dan berinteraksi dengan banyak orang untuk mendapat konsultasi medis.

Baca Juga: Alibaba Luncurkan Platform Prediksi Cuaca Berbasis Kecerdasan Buatan

“Lewat telemedisin, masyarakat bisa merasakan kemudahan dalam menjangkau fasilitas kesehatan. Tapi aplikasi telemedisin tidak selalu harus dari ujung ke ujung. Bisa saja diterapkan sebagian, misalnya untuk booking jadwal dokter, jadwal ronsen, atau jadwal rawat jalan,” ungkap Tony.

Layanan itu juga melindungi staf dan dokter di rumah sakit dari kemungkinan paparan penyakit dari interaksi tatap muka.

Terkait kepercayaan pasien, Tony mengatakan bahwa 71 persen masyarakat lebih mempercayai layanan telemedisin dari sebuah rumah sakit ketimbang aplikasi layanan kesehatan. Kepercayaan lebih tinggi utamanya datang dari pasien yang sudah menjadi pasien rutin rumah sakit penyedia telemedisin.

 “Masyarakat juga lebih percaya dengan dokter rumah sakit, karena mereka tahu lokasinya,” ujar Tony.

Tidak lepas dari berbagai tantangan

Webinar TechGathering Infokomputer: Peran Digitalisasi dalam Transformasi Logistik Industri Kesehatan Indonesia, Kamis (21/10/2021).

Teknologi berperan penting bagi proses bisnis perusahaan di bidang kesehatan untuk beradaptasi dengan dengan kondisi pandemi. Namun, implementasinya tidak lepas dari berbagai tantangan. Ayubi mengatakan, penerapan teknologi berbeda dalam sebuah sistem terkadang rentan risiko downtime. 

“Solusi yang berbeda-beda, membuat sistem kadangkala mengalami  downtime,” ujar Ayubi.

Senada dengan Ayubi, Tony juga mengutarakan pendapat serupa. Menurutnya, tantangan telemedisin tidak hanya dirasakan pada saat integrasi sistem, tetapi juga saat identifikasi data pengguna. 

“Jika berobat offline, data pribadi pasien mudah dicocokan karena ada interaksi tatap muka. Namun, hal ini tentu berbeda dengan sistem online, inilah yang menjadi tantangan bagi banyak rumah sakit,” ungkapnya.

Baca Juga: Sony Luncurkan Mirrorless Sony A7 Mark IV dengan Fitur Canggih

Menanggapi pengalaman Ayubi dan Tony, Director Delivery and Operation Telkomsigma I Wayan Sukerta mengungkapkan bahwa kedua permasalahan tersebut bisa diselesaikan dengan platform teknologi informasi dari Telkomsigma.

Untuk permasalahan distribusi, Telkomsigma menyiapkan 3 kategori solusi terintegrasi yang terdiri dari Infrastructure as a Service (IaaS), Platform as a Service (PaaS), dan Software as a Service (Saas).

Guna mengadopsi ketiga solusi tersebut secara cepat dan efisien, pertama-tama perlu dimulai dengan merancang infrastruktur digital melalui adopsi platform cloud, yakni dengan menggunakan FLOU Cloud.

Melalui FLOU Cloud, Telkomsigma mendukung proses penyimpanan dan distribusi seluruh data dari produk vaksin secara terpusat, serta dapat dimonitor secara real-time. FLOU Cloud menjadi pondasi dari seluruh proses digital yang terjadi pada proses distribusi vaksin.

Baca Juga: Bos Intel Prediksi Krisis Chipset Bakal Terus Berlanjut hingga 2023

Untuk penyimpanan data produk dalam jumlah besar, FLOU Cloud didukung dengan teknologi cloud native yang mampu menyimpan data berkapasitas besar. Lewat teknologi ini, waktu akses (loading time) tetap lebih cepat dan minim downtime.  

Sementara untuk rekapitulasi data seperti data report selama proses produksi hingga selesai distribusi, perusahaan dapat memanfaatkan layanan Big Box sebagai manajemen olah data.

Jika data yang terkumpul memiliki berbagai format dan bentuk, penggunaan Big Box dapat mempermudah analisis dan penarikan kesimpulan.

“Pada distribusi vaksin, misalnya, data manajemen kualitas, data gudang, sampai data distribusi bisa berbeda-beda jenis dan kompleksitasnya. Dengan Big Box, data-data tersebut bisa diproses secara end-to-end sehingga memudahkan proses analisa dan pengambilan keputusan,” ungkapnya.

Baca Juga: Dijual Rp4 Jutaan, Ini Spesifikasi dan Harga HP 5G Vivo Y71t

Berbicara tentang pemanfaatan IoT seperti yang dipaparkan oleh Ayubi, Telkomsigma juga memiliki layanan Antares dan Track & Trace. Antares berperan sebagai jembatan antara setiap perangkat IoT dengan sistem database.

Untuk produksi vaksin atau obat, perangkat IoT dapat disimpan di berbagai lini produksi, misalnya pada tahapan water treatment atau area bahan baku. Nantinya, data-data dari perangkat akan dikumpulkan oleh Antares sebelum dikirim langsung ke IoT Dashboard Real Time Monitoring.

Terkait dengan otentikasi produk vaksin, Telkomsigma juga menghadirkan aplikasi Track & Trace. Fitur ini, kata Wayan, ditujukan untuk melacak titik lokasi dari setiap vaksin yang diproduksi, mulai dari pabrik hingga sudah berada di tempat tujuan. 

“Sekarang QR Code memiliki banyak identitas di dalamnya, fitur ini bisa mengetahui apakah produk tersebut sudah ada di tempat (kotak) yang sesuai atau belum. Fitur ini juga bisa mengetahui apakah petugas yang ada di tempat merupakan personel yang berizin atau tidak,” lanjutnya.

Baca Juga: Ribuan Pakar Keamanan Global YesWeHack Uji Ketangguhan e-Wallet DANA

Selain menjawab permasalahan distribusi, Telkomsigma menyediakan solusi terintegrasi untuk layanan telemedisin. Salah satunya melalui solusi Digitalisasi Apotik.

Adapun solusi ini telah tersambung dengan layanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sehingga data pasien tidak bisa dipindahtangankan.

“Sebelum melakukan konsultasi, sistem akan menggunakan eKYC validator untuk memastikan apakah pasien memiliki karakter wajah yang sama dengan kartu identitas. Nantinya, data pasien tersebut akan digunakan untuk layanan rujuk balik, homecare, hingga pengiriman obat,” tutup Wayan.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep dan solusi lengkap dari Telkomsigma, Anda dapat mengunjungi situs web Telkomsigma melalui tautan berikut ini.