Sebuah studi yang dilakukan oleh Workday, perusahaan yang menyediakan aplikasi cloud di bidang manajemen keuangan dan sumber daya manusia, menemukan bahwa 9 dari 10 (88%) organisasi di Indonesia masih tertinggal tingkat kematangannya dalam ketangkasan digital (digital agility).
Organisasi-organisasi tersebut masih berada pada tahap lambat ataupun taktis dalam tingkat kematangan ketangkasan digital mereka.
Hal ini tetap terjadi kendati adanya peluang untuk mempercepat transformasi digital dan adopsi teknologi yang meningkat selama pandemi.
Hasil studi ini menemukan kurangnya keterampilan dalam mendapatkan serta mempertahankan talenta (talent acquisition dan talent retention) merupakan tantangan terbesar dalam mengejar transformasi digital, menurut organisasi-organisasi Indonesia ini.
Bekerja sama dengan International Data Corporation (IDC), studi IDC-Workday Digital Agility Index Asia/Pacific 2022 ini menyoroti sejauh mana organisasi-organisasi di Asia Pasifik (APAC) telah berkembang dalam hal ketangkasan digital sejak pandemi COVID-19.
Pertama kali dimulai pada tahun 2020, studi ini menilai dan menentukan peringkat organisasi-organisasi tersebut pada Indeks Ketangkasan Digital/Digital Agility Index (DAI).
Dari skor masing-masing, organisasi-organisasi tersebut dapat diidentifikasi sebagai “Agility Leaders” apabila mereka berada di tingkat tangkas (agile) atau terintegrasi (integrated) dalam hal tingkat kematangan ketangkasan digital, atau “Agility Followers” apabila mereka dianggap berada di tingkatan lambat (slow) atau taktis (tactical).
Indonesia naik ke posisi delapan dalam Indeks Ketangkasan Digital
Studi ini menemukan bahwa di sembilan negara Asia Pasifik yang disurvei, kemajuan dalam ketangkasan digital tidak merata.
Di Indonesia, kendati hanya 1 dari 10 organisasi (12%) yang sudah berada di tahap ketangkasan digital yang maju, peningkatan adopsi teknologi selama pandemi membantu Indonesia untuk naik peringkat dalam Indeks Ketangkasan Digital tahun ini dibandingkan dengan tahun 2020.
Indonesia naik ke posisi delapan, menyalip Thailand yang menempati peringkat sembilan karena adopsi teknologi yang sedikit lebih rendah.
Organisasi di Australia mencapai kemajuan terbesar dalam upaya transformasi digital dan menempati peringkat pertama tahun ini, diikuti oleh Singapura, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Hong Kong.
Taiwan, negara yang baru diikutsertakan dalam penelitian kali ini, menempati peringkat keenam, diikuti oleh Malaysia.
Dari perspektif regional, hanya 38% organisasi di Asia Pasifik yang sudah maju dalam hal ketangkasan digital.
Namun, secara keseluruhan terdapat kemajuan karena angka ini meningkat 18 poin persen jika dibandingkan dengan tahun 2020.
Untuk 62% organisasi di Asia Pasifik yang masih tertinggal dalam ketangkasan digital (agility followers), adopsi teknologi sering didorong oleh persyaratan fungsional dan kebutuhan bisnis seperti e-commerce, keamanan, dan kerja jarak jauh (remote working) selama pandemi.
Kurangnya adopsi teknologi di tingkat perusahaan untuk mendorong ketangkasan digital
Studi ini menemukan bahwa hampir setengah dari semua bisnis di Indonesia (49%) mengelola inisiatif transformasi digital mereka di tingkat fungsional.
Hal ini menunjukkan adanya peluang bagi organisasi di Indonesia untuk lebih mengintegrasikan alat dan proses digital di tingkat perusahaan untuk mendapatkan pandangan yang holistik tentang sumber daya perusahaan, mendapatkan insight berbasis data, serta mewujudkan ketangkasan digital yang lebih baik.
Sebagai contoh, penelitian ini mengamati juga bahwa cukup banyak departemen IT masih mengandalkan rencana keberlanjutan bisnis yang statis untuk mendeteksi potensi masalah IT (43%).
Hal yang serupa juga ditemukan di departemen keuangan dengan 53% di antara mereka mengandalkan rencana yang sama untuk menghadapi disrupsi finansial yang didorong oleh inflasi harga dan kenaikan suku bunga.
Bagi kedua departemen fungsi tersebut, pendekatan taktis semacam itu menghalangi adopsi proses otomatis atau prediktif yang diperlukan untuk meningkatkan ketahanan bisnis.
Kurangnya bakat terampil untuk mendorong transformasi digital dalam adopsi teknologi di tingkat perusahaan
Studi ini juga menyarankan agar organisasi di Indonesia menerapkan transformasi digital secara lebih agresif untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam menarik dan mempertahankan talenta.
Hampir 8 dari 10 (77%) praktisi di bidang personalia di Indonesia menemukan tantangan besar dalam mengidentifikasi keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan bisnis yang terus berkembang.
Selain itu, 90% praktisi personalia di Indonesia saat ini mengelola pengembangan keterampilan untuk tenaga kerja mereka dengan berfokus secara eksklusif pada keterampilan inti untuk fungsi pekerjaan masing-masing.
Padahal, organisasi perlu mengeksplorasi strategi pengembangan keterampilan holistik yang didukung oleh keterlibatan karyawan dan analisis data untuk dapat mengidentifikasi dengan baik kebutuhan pelatihan serta area-area pertumbuhan.
Perlunya kolaborasi yang lebih erat antara CFO, CHRO, dan CIO untuk mendorong ketangkasan perusahaan di era pasca pandemi
Dalam era baru yang dipimpin oleh ekonomi yang serba digital, memanfaatkan ketangkasan digital dapat menawarkan keunggulan kompetitif.
Namun, hal ini hanya mungkin terjadi jika organisasi memikirkan kembali pendekatan mereka dalam menutup kesenjangan ketangkasan digital melalui teknologi dan penyelarasan kebutuhan fungsional bisnis di seluruh C-Suite.
Untuk hasil bisnis yang positif, organisasi tidak hanya harus mempercepat transformasi digital mereka untuk mempersempit kesenjangan ketangkasan, tetapi juga memiliki pendekatan terpadu sebagai suatu keharusan strategis.
Hal ini membutuhkan CFO, CHRO, dan CIO untuk berkolaborasi dan mengerjakan inisiatif-inisiatif transformasi digital lintas fungsi mereka, mengintegrasikan manajemen talenta secara digital, serta proses SDM dan manajemen keuangan.
“Meskipun ada kemajuan besar dengan semakin banyak organisasi yang membuat lompatan untuk menjadi agility leaders, fakta bahwa mayoritas organisasi di Asia Pasifik masih tertinggal menciptakan peluang untuk membantu organisasi-organisasi tersebut berakselerasi secara digital,” kata Sandeep Sharma, President for Asia, Workday.
“Dengan ketangkasan yang sekarang menjadi sumber utama keunggulan kompetitif dalam ekonomi yang serba digital saat ini, organisasi yang didukung oleh proses berbasis data dan menggunakan keterampilan dan budaya kerja digital berada pada posisi terbaik untuk berkembang di dunia yang terus berubah saat ini,” sambungnya.
Baca Juga: PT PII Gandeng Microsoft untuk Dukung Transformasi Digital Perusahaan