Saham Nvidia anjlok 5 persen mencapai level terendah dalam lima bulan terakhir usai beberapa perusahaan teknologi besar di China termasuk Alibaba, ByteDance, dan Baidu membatalkan pesanan chip AI ke Nvidia.
Total nilai pembatalan pesanan Alibaba dkk itu mencapai USD5 miliar atau Rp80 triliun ByteDance, dan Baidu. Pembatalan pemesanan itu sebagai respons terhadap larangan ekspor terbaru yang diberlakukan oleh Departemen Perdagangan AS.
Dampak dari pembatalan pesanan itu membuat harga saham Nvidia turun hingga mencapai USD392,30 per lembar saham, mengalami penurunan sebanyak 4,7 persen dari level terendah yang pernah dicapai oleh saham Nvidia pada pertengahan Juni yang lalu.
Nvidia menjelaskan pembatalan pesanan chip AI itu terjadi di tengah permintaan yang tinggi untuk chip canggih buatan mereka, yang seringkali memerlukan waktu yang cukup lama untuk diproduksi.
Tak hanya itu, Nvidia juga memprioritakan pesanan yang berasal dari pelanggan yang berlokasi di Amerika Serikat dan negara-negara lain. Mereka menyatakan bahwa aturan ekspor baru ini tidak akan berdampak signifikan dalam jangka pendek.
Pada Oktober, Pemerintah AS memperkenalkan aturan ekspor baru yang berdampak pada penjualan beberapa chip kecerdasan buatan (AI) yang diproduksi oleh Nvidia dan perusahaan lainnya ke China seperti dikutip Reuters.
Langkah ini diambil dengan tujuan untuk membatasi pasokan teknologi canggih AS ke China, yang dianggap dapat digunakan untuk penguatan militer China.
Departemen Perdagangan AS mencatat bahwa pembatasan ini bertujuan untuk menutup celah dalam aturan ekspor yang telah diberlakukan pada Oktober 2022. Dengan aturan baru ini, chip-chip AI canggih seperti H800 dan A800 dari Nvidia tidak dapat lagi diekspor ke China.
Aturan ekspor baru ini mulai berlaku pada bulan November dan serupa dengan pembatasan ekspor yang diberlakukan terhadap Iran dan Rusia.
Langkah ini segera mendapatkan kritik dari pemerintah China, yang menyerukan AS untuk menghindari politisasi perdagangan dan teknologi serta untuk tidak mengganggu industri global dan rantai pasokan.
Pemerintah China juga menyatakan bahwa mereka akan terus memantau perkembangan ini dan mempertahankan hak serta kepentingan mereka.
Huawei Buat Chip AI
Ilustrasi Chip AI (Artificial Intelligence)
Huawei Technologies akan mengembangkan chipset dan GPU artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan secara mandiri, menyusul keputusan Amerika Serikat (AS) membatasi ekspor chip AI ke China.
Padahal, nilai ekspor chip AI asal China sungguh menggiurkan senilai 7 miliar dolar AS atau sekitar Rp111,1 triliun.
Dampaknya, Nvidia terpaksa mengurangi aktivitas bisnisnya di China. Padahal, Nvidia adalah penyedia utama chip AI di China dengan pangsa pasar lebih dari 90 persen.
Huawei sendiri telah mengembangkan chip AI Ascend yang selevel dengan chip Nvidia A100 dan H100 tetapi kemampuan kinerjanya masih kalah jauh dengan chip AI Nvidia. Saat ini Nvidia mendominasi pasar chip AI global dengan A100 dan H100.
Seorang Analis Pasar Utama Guotai Junan Jiang Yifan mengatakan ketergantungan perusahaan China pada chip dan ekosistem perangkat lunak Nvidia adalah masalah besar, mengingat perusahaan China membutuhkan chip AI Nvidia dalam jumlah besar tetapi pemerintah AS mempersulitnya.
"Pembatasan ekspor AS ini mendorong Nvidia keluar dari pasar China. Ini akan menjadi kesempatan chip Huawei Ascend untuk unjuk gigi," ujarnya.
Meskipun demikian, perpindahan ke chip Huawei akan menimbulkan tantangan, terutama terkait ekosistem. Banyak proyek AI canggih saat ini dibangun dengan menggunakan arsitektur pemrograman CUDA yang populer yang dikembangkan oleh Nvidia.
Hal ini menciptakan ekosistem global yang besar untuk melatih model AI tingkat tinggi. Versi Huawei, yang disebut CANN, memiliki keterbatasan dalam hal model AI yang dapat dilatih, sehingga masih memiliki jarak yang cukup jauh untuk menandingi Nvidia.
Untuk berhasil merebut pangsa pasar Nvidia, Huawei harus menciptakan ekosistem yang setara dengan yang telah dibangun oleh Nvidia.
Hal ini melibatkan dukungan untuk klien agar mereka dapat memindahkan data dan model mereka ke platform Huawei sendiri.
Selain itu, isu hak kekayaan intelektual juga menjadi kendala, karena banyak paten GPU penting dipegang oleh perusahaan AS. Menciptakan solusi yang setara diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun.
Kemenangan di pasar chip AI akan menjadi pencapaian besar bagi Huawei, terutama mengingat tekanan ekspor AS yang telah mereka hadapi sejak 2019.
Huawei telah berusaha keras untuk menjadi pemain utama dalam komputasi untuk AI, yang juga merupakan langkah strategis dalam mencapai kemandirian teknologi.
Pada tahun lalu, Huawei telah meluncurkan berbagai produk canggih seperti chip smartphone dan alat desain chip yang mengindikasikan upaya mereka dalam melawan pembatasan AS.
Huawei juga bertujuan untuk menjadi penyedia utama daya komputasi untuk AI. Dengan ini, Huawei berharap untuk membangun dasar komputasi untuk China dan memberikan alternatif signifikan dalam dominasi AS di bidang ini.
Huawei telah menjalin kemitraan dengan perusahaan-perusahaan China, termasuk iFlyTek, yang merupakan pemain utama dalam industri perangkat lunak AI China dan menggunakan chip Ascend 910 untuk melatih model AI mereka, meskipun juga telah masuk dalam daftar hitam oleh AS pada tahun 2019.
Baca Juga: Korut Pakai Teknologi AI untuk Lancarkan Serangan Siber Mematikan
Baca Juga: Kini Teknologi AI Bantu Verifikasi Keakuratan Data Refrensi Wikipedia
Baca Juga: Alibaba Tongyi Qianwen 2.0 Diklaim Jadi Model AI Terkuat di Dunia
Baca Juga: WhatsApp Bakal Luncurkan Tiga Fitur AI Terbaru, Stiker - Asisten AI