Selain prediksi terhadap manfaat 5G terhadap ekonomi Indonesia secara menyeluruh, LAPI ITB juga menampilkan perkiraan manfaat 5G terhadap segmen-segmen yang lebih spesifik. Beberapa di antaranya adalah pada investasi bisnis, konsumsi publik, ekspor bersih, lapangan kerja, dan produktivitas.
Investasi Bisnis
Hadirnya 5G diperkirakan akan memberikan tambahan terhadap investasi bisnis di Indonesia. Untuk skenario Base Case besarnya tambahan tesebut diprediksikan sebesar Rp473 triliun pada tahun 2030 dan sebanyak Rp700 triliun pada tahun 2035. Adapun untuk skenario Aggressive adalah sebesar Rp591 triliun pada tahun 2030 dan sebanyak Rp719 triliun pada tahun 2035.
Konsumsi Publik
Tersedianya 5G diprediksikan akan menghasilkan konsumi publik di tanah air akan 5G yang terus meningkat. Untuk skenario Base Case nilainya diperkirakan akan menjadi sekitar Rp2.372 triliun pada tahun 2030 serta menjadi sekitar Rp2.950 triliun pada tahun 2035. Pada konsumsi publik ini, skenario Aggressive menawarkan nilai yang serupa pada tahun 2030 dan 2035, hanya saja menawarkan nilai yang lebih tinggi sebelum tahun 2026.
Ekspor Bersih
Hadirnya 5G diyakini memengaruhi ekspor bersih Indonesia secara positif. Tersedianya 5G diperkirakan akan menambah ekspor bersih sekitar Rp74,3 triliun pada tahun 2030 dan sekitar Rp89,4 triliun pada tahun 2035. Prediksi ini adalah untuk skenario Base Case. Sementara, untuk skenario Aggressive, nilai tahun 2030 adalah lebih tinggi 10,4%, tetapi nilai tahun 2035 adalah serupa. Perkiraan untuk ekspor bersih ini tidak mencakup impor sehubungan 5G.
Lapangan Kerja
Tersedianya 5G juga dipercaya akan menciptakan tambahan terhadap lapangan kerja di Indonesia. Studi LAPI ITB memperdiksikan, untuk skenario Base Case, tambahan sebanyak 4,4 juta peluang kerja pada tahun 2030 serta sejumlah 5 juta peluang kerja pada tahun 2035. Bila yang digunakan skenario Aggressive, tambahannya menjadi 4,6 juta peluang kerja pada tahun 2030 serta 5,1 juta peluang kerja pada tahun 2035.
Produktivitas
Berdasarkan skenario Base Case, hadirnya 5G diperkirakan akan meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia dengan tambahan sebesar Rp9,4 juta per kapita pada tahun 2030 dan sejumlah Rp11,5 juta per kapita pada tahun 2035. Sementara, untuk skenario Aggressive, pertambahannya masing-masing menjadi Rp9,7 juta per kapita dan Rp11,6 juta per kapita.
Menanggapi potensi 5G terhadap ekonomi Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Pemerintah Indonesia pun menegaskan tidak tinggal diam. Meski belum menetapkan secara resmi spektrum frekuensi 5G di tanah air, Pemerintah Indonesia memastikan sedang mempersiapkan ekosistemnya dari ujung ke ujung.
"Secara kesimpulannya, apa yang harus disiapkan ini banyak. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa Indonesia ini sekarang belum siap-siap 5G. Sebenarnya hal-hal yang terkait dengan ini semua sedang bekerja, sistem kita ini sekarang sedang bekerja, tinggal di ujung saja yaitu implementasi last mile yang menunggu spektrum frekuensi, itu yang akan kita rilis pada saatnya. Tapi kalau yang belakang-belakang ini tidak perlu menunggu itu dan ini semua sekarang sedang bekerja. Harapannya, pemerintah bisa menjadi dirigen atau orchestrator sehingga persiapan-persiapan di belakang, persiapan 5G ini bisa kita lakukan secara cepat dan masif gitu," jelas Dr. Ismail, M.T. (Direktur Jenderal SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia) sambil menambahkan jangan sampai setelah membangun last mile malah jadi membebani operator telekomunikasi seluler di Indonesia karena tidak bisa memonetisasinya.
KOMENTAR