Menurut studi independen yang dilakukan IHS Markit atas permintaan Qualcomm. 5G diperkirakan akan membolehkan barang dan jasa senilai US$13,2 triliun secara global pada tahun 2035. Manfaat serupa dari 5G juga diprediksikan oleh LAPI ITB untuk Indonesia. Menurut studi yang dilakukan badan usaha milik ITB (Institut Teknologi Bandung) itu, 5G berpotensi memberikan tambahan terhadap PDB (produk domestik bruto) atau GDP (gross domestic product) Indonesia sebesar Rp3.549 triliun pada tahun 2035. Syaratnya adalah spektrum frekuensi 5G sudah tersedia secara resmi di Indonesia pada tahun 2021 yang akan datang. Hal tersebut dikemukakan oleh LAPI ITB pada acara virtual bertajuk "Unlocking 5G Potential for Digital Economy in Indonesia" belum lama ini. Acara ini disponsori oleh Qualcomm dan Axiata plus bekerja sama dengan ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia). Adapun studi LAPI ITB juga disponsori oleh Qualcomm dan Axiata.
"Pada tahun 2035 ketika 5G telah terimplementasi sepenuhnya, adalah diperkirakan bahwa manfaat ekonomi secara penuh akan terealisasi pada berbagai belahan dunia pada banyak-banyak industri, bisnis, dan bisnis model baru, dan startup baru, dan seterusnya," ujar ST Liew (Vice President and President, Qualcomm Taiwan & South East Asia, Qualcomm Technologies, Inc). "Dan barang dan jasa ini yang terpantik dan dibawa oleh teknologi 5G akan lebih dari US$13 triliun berdasarkan evaluasi pihak ketiga. Indonesia juga berada pada posisi yang akan beroleh manfaat. Seperti rekan kami yang terhormat di ITB demonstrasikan, mengimplementasikan 5G bisa meningkatkan PDB Indonesia," tambah ST Liew.
"Pada tahun 2025, jika Anda melihat pada slide, McKinsey memprediksikan bahwa nilai langsung dan tidak langsung dari 5G dalam artian pengaruh tambahan terhadap ekonomi adalah sekitar US$1,5 triliun secara keseluruhan dan pada 2035 Anda melihat pada US$13,2 triliun, itu adalah sangat besar," sebut Asri Hassan (Group Chief Corporate Officer, Axiata). "Tidak satupun negara hari ini bisa tidak memerdulikan kenyataan bahwa, Anda tahu, kita butuh untuk memberikan suatu perhatian khusus kepada 5G," tegas Asri Hassan lagi.
Ada dua skenario yang digunakan LAPI ITB dalam memperhitungkan prediksinya akan manfaat 5G terhadap ekonomi Indonesia. Pertama adalah skenario yang disebut Base Case. Pada skenario Base Case ini, spektrum frekuensi 5G di Indonesia tersedia secara bertahap dimulai dari tahun 2021. Pada skenario Base Case, pita frekuensi yang pertama tersedia secara resmi adalah 2,3 GHz pada akhir tahun 2020 atau awal 2021, kemudian pita frekuensi 2,6 GHz serta 26 GHz dan 28 GHz pada tahun 2022, lalu diakhiri dengan pita frekuensi 3,5 GHz dan 700 MHz pada tahun 2023. Kedua adalah skenario yang disebut Aggressive. Pada skenario Aggressive, semua pita frekuensi tadi tersedia secara resmi pada tahun 2021.
Menurut studi LAPI ITB, untuk skenario Base Case, 5G berpotensi memberikan tambahan terhadap PDB Indonesia sebesar Rp2.802 triliun (9,3% PDB total Indonesia) pada tahun 2030 dan sebanyak Rp3.533 triliun (9,8% PDB total Indonesia) pada tahun 2035. Sementara, untuk skenario Aggressive, 5G berpotensi memberikan tambahan terhadap PDB Indonesia sebesar Rp2.874 triliun (9,5% PDB total Indonesia) pada tahun 2030 dan sebanyak Rp3.549 triliun (9,8% PDB total Indonesia) pada tahun 2035. Dengan kata lain, 5G berpotensi meningkatkan ekonomi Indonesia secara signifikan.
Selain prediksi terhadap manfaat 5G terhadap ekonomi Indonesia secara menyeluruh, LAPI ITB juga menampilkan perkiraan manfaat 5G terhadap segmen-segmen yang lebih spesifik. Beberapa di antaranya adalah pada investasi bisnis, konsumsi publik, ekspor bersih, lapangan kerja, dan produktivitas.
Investasi Bisnis
Hadirnya 5G diperkirakan akan memberikan tambahan terhadap investasi bisnis di Indonesia. Untuk skenario Base Case besarnya tambahan tesebut diprediksikan sebesar Rp473 triliun pada tahun 2030 dan sebanyak Rp700 triliun pada tahun 2035. Adapun untuk skenario Aggressive adalah sebesar Rp591 triliun pada tahun 2030 dan sebanyak Rp719 triliun pada tahun 2035.
Konsumsi Publik
Tersedianya 5G diprediksikan akan menghasilkan konsumi publik di tanah air akan 5G yang terus meningkat. Untuk skenario Base Case nilainya diperkirakan akan menjadi sekitar Rp2.372 triliun pada tahun 2030 serta menjadi sekitar Rp2.950 triliun pada tahun 2035. Pada konsumsi publik ini, skenario Aggressive menawarkan nilai yang serupa pada tahun 2030 dan 2035, hanya saja menawarkan nilai yang lebih tinggi sebelum tahun 2026.
Ekspor Bersih
Hadirnya 5G diyakini memengaruhi ekspor bersih Indonesia secara positif. Tersedianya 5G diperkirakan akan menambah ekspor bersih sekitar Rp74,3 triliun pada tahun 2030 dan sekitar Rp89,4 triliun pada tahun 2035. Prediksi ini adalah untuk skenario Base Case. Sementara, untuk skenario Aggressive, nilai tahun 2030 adalah lebih tinggi 10,4%, tetapi nilai tahun 2035 adalah serupa. Perkiraan untuk ekspor bersih ini tidak mencakup impor sehubungan 5G.
Lapangan Kerja
Tersedianya 5G juga dipercaya akan menciptakan tambahan terhadap lapangan kerja di Indonesia. Studi LAPI ITB memperdiksikan, untuk skenario Base Case, tambahan sebanyak 4,4 juta peluang kerja pada tahun 2030 serta sejumlah 5 juta peluang kerja pada tahun 2035. Bila yang digunakan skenario Aggressive, tambahannya menjadi 4,6 juta peluang kerja pada tahun 2030 serta 5,1 juta peluang kerja pada tahun 2035.
Produktivitas
Berdasarkan skenario Base Case, hadirnya 5G diperkirakan akan meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia dengan tambahan sebesar Rp9,4 juta per kapita pada tahun 2030 dan sejumlah Rp11,5 juta per kapita pada tahun 2035. Sementara, untuk skenario Aggressive, pertambahannya masing-masing menjadi Rp9,7 juta per kapita dan Rp11,6 juta per kapita.
Menanggapi potensi 5G terhadap ekonomi Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Pemerintah Indonesia pun menegaskan tidak tinggal diam. Meski belum menetapkan secara resmi spektrum frekuensi 5G di tanah air, Pemerintah Indonesia memastikan sedang mempersiapkan ekosistemnya dari ujung ke ujung.
"Secara kesimpulannya, apa yang harus disiapkan ini banyak. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa Indonesia ini sekarang belum siap-siap 5G. Sebenarnya hal-hal yang terkait dengan ini semua sedang bekerja, sistem kita ini sekarang sedang bekerja, tinggal di ujung saja yaitu implementasi last mile yang menunggu spektrum frekuensi, itu yang akan kita rilis pada saatnya. Tapi kalau yang belakang-belakang ini tidak perlu menunggu itu dan ini semua sekarang sedang bekerja. Harapannya, pemerintah bisa menjadi dirigen atau orchestrator sehingga persiapan-persiapan di belakang, persiapan 5G ini bisa kita lakukan secara cepat dan masif gitu," jelas Dr. Ismail, M.T. (Direktur Jenderal SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia) sambil menambahkan jangan sampai setelah membangun last mile malah jadi membebani operator telekomunikasi seluler di Indonesia karena tidak bisa memonetisasinya.
KOMENTAR