Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menjadi pandemi pertama dalam sejarah umat manusia yang menyebabkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta media sosial digunakan dalam skala besar.
Sebagai tumpuan utama masyarakat dunia dalam merespon COVID-19, diperlukan penyediaan layanan TIK yang andal dan tepercaya. Institut Teknologi Bandung melalui PT LAPI ITB mengadakan webinar yang membahas kebutuhan tersebut. Kegiatan dengan tema “Indonesia Digital Strategies During and Post COVID-19 – Ensuring Quality of Experience to Accelerate Digital Innovation and Transformation” diadakan pada Kamis, 8 Oktober 2020 yang lalu.
Sambutan dibawakan oleh perwakilan Rektor Institut Teknologi Bandung, Deddy Priatmodjo Koesrindartoto dan dilanjutkan dengan keynote speech dari perwakilan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas, serta International Telecommunication Union Regional Asia Pasifik.
Selaku tuan rumah yang menginisiasi kegiatan webinar, Deddy menyampaikan akademisi pun perlu turut berkontribusi mendukung penyusunan strategi digital Indonesia.
Heru Sutadi yang kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute dan pernah menjabat sebagai Anggota Komite pada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menjadi moderator dalam acara ini.
Dalam sesi keynote masing-masing menyampaikan gagasan yang sama bahwa diperlukan sinergi dari semua stakeholder dalam hal percepatan transformasi digital yang akan mendukung setiap lini kehidupan masyarakat. Penentuan strategi digitalisasi membutuhkan sinergi dari pemerintah, regulator, industri, akademisi, dan masyarakat.
Head of ITU Area Representative for Southeast Asia and other Member States in Asia and the Pacific Syed Ismail Shah memberikan rekomendasi best practice di sektor TIK yang telah dilakukan negara/administrasi anggota ITU dalam menghadapi pandemi COVID-19. Dalam paparannya disebutkan bahwa individu/masyarakat, sektor bisnis/korporasi, operator telekomunikasi, pemerintahan, dan sektor teknologi memiliki peran penting masing-masing.
Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Rachmat Mardiatna mewakili Kementerian PPN / Bappenas menyoroti intervensi pemerintah dalam mempercepat transformasi digital di bidang strategis, khususnya di lingkup pedesaan dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Mengenai kualitas layanan TIK, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Ahmad M. Ramli yang mewakili Kementerian Komunikasi dan Informatika menekankan bahwa kualitas perlu memerhatikan daya beli masyarakat. Ramli memberikan contoh kasus perdagangan online di Indonesia yang melonjak hingga sekitar 400% selama pandemi. Fenomena tersebut hanya dimungkinkan jika masyarakat mampu membeli paket data Internet untuk ponsel mereka. Ramli menekankan bahwa istilah kualitas tidak serta merta berarti semua parameter kualitas yang terbaik, melainkan “fit for use”.
Namun demikian, hal tersebut bukan berarti menyampingkan Quality of Service (QoS) yang harus disediakan oleh pelaku industri telekomunikasi.
Ramli menambahkan tahun depan Kominfo akan memiliki pusat monitoring QoS. Dengan adanya pusat monitoring ini, Kominfo berharap bisa melindungi konsumen, namun juga tetap melindungi industri. Para pelaku industri diharapkan tidak bersaing dalam hal harga, tetapi bersaing secara kualitas.
"Kami sebagai regulator selalu berpikir kontekstual, bagaimana mendorong industri tumbuh dengan baik, tetapi konsumen juga dilindungi," tegasnya. Asisten Senior
Staf Khusus Menkominfo Bidang Digital dan SDM, Bhredipta.
Kominfo telah mengambil sejumlah langkah yang akan mendukung layanan TIK untuk mendukung transformasi digital selama pandemi dan paska pandem. Di tahun 2023 mendatang Kominfo telah menargetkan semua daerah di Indonesia terhubung infrastruktur telekomunikasi dengan adanya minimal satu BTS per desa.
Salah satu langkah Kominfo yang baru-baru saja diperjuangkan adalah migrasi siaran TV analog menuju TV digital yang ditargetkan selesai dua tahun mendatang terhitung disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja.
Sebagai hasil dari proses migrasi ini, akan didapatkan spektrum frekuensi yang dapat mendukung penyebaran layanan telekomunikasi yang lebih luas, juga menjadi kunci
pengembangan 5G ke depan di Indonesia.
Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi pada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (KRT-BRTI) Setyardi Widodo sebagai salah satu pemateri mengatakan bahwa respon pemerintah sebagai menghadapi pandemi ini dapat terangkum dalam akselerasi transformasi digital. Pemerintah juga perlu menjalankan skema subsidi untuk meningkatkan daya beli pengguna sehingga upaya perluasan jangkauan telekomunikasi hingga daerah-daerah terpencil pun dapat disambut baik oleh masyarakat. Momentum
perpanjangan perizinan frekuensi dan penyelenggaraan telekomunikasi dapat dijadikan leverage pemerintah sebagai upaya percepatan.
Hadir pula pada acara ini pelaku industri telekomunikasi yang diwakili oleh Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), serta perusahan penyedia analisis data jaringan Opensignal.
Baik Ketua Umum ATSI Ririek Adriansyah, Ketua Umum APJII Jamalul Izza dan CEO Opensignal Brendan Gill menyampaikan fakta yang serupa mengenai kondisi jaringan telekomunikasi selama pandemi. Peningkatan trafik telekomunikasi terpantau meningkat tajam, namun para pelaku industri seluler dan fixed-broadband masih dapat memitigasi keadaan tersebut.
Senada dengan yang disampaikan oleh Kominfo, ATSI dan APJII juga menyampaikan bahwa daya beli masyarakat, terutama selama krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi, menjadi faktor yang tak kalah penting.
Oleh karena itu, ATSI dan APJII juga telah berinisiatif memulai programprogram pemberdayaan masyarakat. Di kesempatan ini, Institut Teknologi Bandung sebagai bagian dari komunitas akademis memberikan rekomendasi bagi semua pemangku kepentingan agar saling bersinergi. M. Ridwan Effendi menyampaikan pentingnya pemerataan akses telekomunikasi serta standarisasi kualitas layanan.
Secara khusus standarisasi kualitas layanan data perlu menjadi perhatian pemerintah/regulator mengingat peraturan menteri yang mengatur hal ini belum mengatur jaminan layanan data.
Ridwan juga memberikan catatan khusus bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019 perlu diperbaharui karena sudah lewat masa perencanaannya. Kondisi yang dihadapi bangsa saat ini perlu dipertimbangkan bersamaan dengan arah perkembangan kemajuan layanan TIK dalam memperbaharui peraturan tersebut, sehingga dapat diterjemahkan ke dalam parameter standar kualitas layanan yang relevan untuk kebutuhan transformasi digital.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR