Cloud computing menjadi salah satu teknologi andalan perusahaan dari berbagai sektor dalam menyiasati bisnis di tengah pandemi. Tiga perusahaan ini telah mengadopsi cloud sejak lama, bagaimana mereka terus memanfaatkan cloud untuk bertahan di tengah pandemi?
Inovasi Layanan Baru
Dari online ticket agent menjadi super app di bidang lifestyle, Traveloka adalah perusahaan yang “lahir” di cloud. Komputasi awan dimanfaatkan tak hanya sebagai infrastruktur penyimpanan data. Chief Technology Officer, Traveloka, Ray Frederick menjelaskan bahwa Traveloka memanfaatkan cloud AWS dalam dua bidang untuk menjawab permintaan pelanggan yang terus berubah dengan cepat.
“Yang pertama adalah bagaimana menggunakan data untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang pengguna kami. Sementara, yang kedua adalah bagaimana menggabungkan penggunaan teknologi dan data tersebut untuk bereksperimen, berinovasi, dan memenuhi kebutuhan pelanggan kami dengan cepat. Lebih canggih lagi, teknologi bahkan juga bisa digunakan untuk melihat bagaimana proyeksi perubahan kebutuhan pelanggan ke depannya,” jelas Ray.
Seperti juga perusahaan-perusahaan lainnya, Traveloka menghadapi sejumlah tantangan saat pandemi datang. Apalagi sektor perjalanan termasuk salah satu yang terdampak parah Tantangan itu bukan hanya dalam hal bekerja, tapi juga dalam hal model bisnis. Mau tak mau, Traveloka harus terus berinovasi agar bisa terus eksis di tengah krisis akibat pandemi.
Beberapa inovasi sudah dihadirkan Traveloka di masa pandemi, seperti penjadwalan tes COVID-19, layanan pesan-antar makanan Traveloka Eats, layanan pariwisata virtual Online Xperience, merambah ke bisnis gaming, dan penyelenggaraan Traveloka Epic Sale (diadakan minggu lalu) yang bekerja sama dengan 54 ribu mitra. “Dan semua (inovasi) ini didasari layanan cloud,” kata Ray.
Apa saja teknologi cloud yang dimanfaatkan Traveloka? Dalam menjalankan Traveloka Eats, Traveloka menggunakan layanan serverless AWS Lambda dan AWS Fargate. Menurut Ray, dengan layanan ini Traveloka dapat mengantisipasi banyaknya permintaan yang terkonsentrasi pada jam-jam tertentu saja. Di luar jam-jam pengguna memesan makanan, Traveloka dapat melakukan scaling down atau menurunkan kapasitas agar pengeluaran dapat ditekan.
Dengan cloud, Traveloka juga mengaplikasikan teknologi machine learning. Ray menyebut machine learning semakin terdemokratisasi dan mudah digunakan Traveloka karena perusahaannya menggunakan cloud. “Bukan hanya tim IT dan engineer yang dapat menggunakannya, namun semua tim dari seluruh divisi dapat memanfaatkan teknologi tersebut untuk mempelajari pengguna kami,” jelasnya.
Jaga Ketersediaan Layanan SaaS
Perusahaan lain yang juga telah merasakan manfaat cloud computing adalah Qiscus, pengembang teknologi chatbot untuk platform multichannel. Perubahan perilaku maupun kebutuhan konsumen sudah terjadi sejak sebelum pandemi.
“Namun, pandemi seolah-olah mempercepat semua prosesnya. Sejumlah perubahan yang mungkin baru akan terjadi pada tahun 2025, nyatanya telah menjadi realitas yang harus bisa dijawab dunia bisnis. Di sini, peran Qiscus dalam mengembangkan teknologi chatbot pintar menjadi penting ketika pelaku usaha dari segala sektor industri dituntut untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih terpersonalisasi,” jelas Delta Purna Widyangga, CEO & Co-Founder, Qiscus.
Delta menjelaskan bahwa sebagai penyedia layanan Software as a Service (SaaS), Qiscus harus melandaskan infrastruktur teknologinya pada tiga komponen utama: keandalan, fleksibilitas, dan penghematan biaya.
Andal berarti memungkinkan pelanggan Qiscus mampu menyediakan customer service yang selalu tersedia. Sementara fleksibilitas dibutuhkan karena Qiscus melayani banyak pelanggan dari berbagai industri yang memiliki keunikan masing-masing. “Komponen penghematan biaya juga penting agar kami bisa menyediakan layanan yang terjangkau. Ketiga kebutuhan ini adalah alasan kami memilih AWS,” ungkap Delta.
Apa saja solusi cloud yang dimanfaatkan Qiscus saat ini? Di antaranya, Amazon Elastic Cloud Compute (EC2) untuk meningkatkan dan menurunkan instance komputasi dengan sangat cepat, Amazon Relational Data Service (RDS) untuk memperkuat keandalan database Qiscus, layanan pencarian Amazon OpenSearch, dan solusi untuk aplikasi Kubernetes Amazon Elastic Kubernetes Service (EKS).
Selain teknologi AWS, Qiscus juga meraih manfaat dari program AWS Activate yang ditujukan untuk startup-startup baru. “Kami sangat terbantu dengan keanggotaan kami di AWS Activate ketika kami masih mencari product-market fit atau mencocokkan produk kami dengan permintaan pasar di tahap-tahap awal kami, serta mengidentifikasi beberapa permasalahan yang dapat kami jawab dengan solusi Qiscus,” ujar Delta.
Wujudkan Strategi Omnichannel
Berbeda dengan dua perusahaan sebelumnya, The Body Shop adalah perusahaan yang bertransformasi ke cloud. Diimplementasikan pada tahun 2017, cloud dimanfaatkan The Body Shop untuk platform e-commerce, aplikasi mobile, dan sistem loyalty. Saat ini, menurut Yulianto Anto, General Manager of IT, The Body Shop Indonesia, aplikasi-aplikasi yang bersifat kritis juga sudah ditempatkan di cloud.
Telah memiliki 150 gerai fisik yang tersedia di 42 kota di Indonesia, serta 2 kanal daring yakni situs web dan aplikasi mobile, The Body Shop Indonesia menetapkan omnichannel sebagai strategi bisnisnya saat ini. Gerai brick-and-mortar tetap dipertahankan karena pelanggan masih membutuhkan pengalaman langsung dan menggunakan pancaindera untuk mencoba berbagai produk. “Pengalaman ini hanya bisa didapatkan ketika mereka berkunjung sendiri ke toko,” jelas Yulianto.
Ia menambahkan, dengan menerapkan platform multichannel, perusahaan yang hampir tiga dekade beroperasi di Indonesia ini dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan memberikan nilai tambah, seperti katalog produk dan pembelian secara daring. Hingga kini, The Body Shop telah mencatat 1 juta pengguna aktif platform digital setiap bulannya. “Sebelum pandemi, penjualan online hanya berkontribusi 3 persen terhadap pemasukan. Sekarang, angka tersebut sudah melonjak ke hitungan double digit,” ungkap Yulianto.
Yulianto mengatakan, perusahaan sudah melewati masa di mana kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dan penutupan pusat perbelanjaan serta mall diberlakukan hingga perekonomian berangsur-angsur pulih. “Namun, kami bangga bahwa The Body Shop adalah salah satu peritel yang mampu bertahan hidup melewati kondisi yang sangat tidak mudah itu. Ini tidak bisa dipisahkan dari penggunaan teknologi cloud AWS yang memampukan kami untuk berinovasi dengan cepat,” tambahnya.
Salah satu solusi AWS yang dirasakan paling bermanfaat bagi The Body Shop Indonesia adalah Amazon EC2 Auto Scaling. Dengan solusi ini, perusahaan dapat meningkatkan dan menurunkan kapasitas berdasarkan kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Yulianto mencontohkan manfaat Auto Scaling saat The Body Shop berpartisipasi dalam eventi Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) tahun lalu. Fitur Auto Scaling memungkinkan infrastruktur The Body Shop mampu menangani lebih dari 3 ribu pengguna di saat yang bersamaan.
The Body Shop juga memanfaatkan AWS Lambda untuk membangun middleware untuk mengintegrasikan berbagai metode pembayaran dan logistik sesuai dengan permintaan pelanggan.
Namun The Body Shop tidak berhenti di situ karena perusahaan masih terus merapikan berbagai proses di backend serta proses internal perusahaan. “Tentu dengan dukungan cloud, agar bisa beralih ke platform omnichannel sesungguhnya yang mengintegrasikan kanal-kanal online dan offline milik The Body Shop sebagai satu kesatuan yang utuh,” ujar Yulianto Anto.
Country Manager, Indonesia, AWS, Gunawan Susanto mengutarakan rasa bangga AWS karena dapat menjadi bagian dari cerita para pelanggan AWS, seperti Traveloka, Qiscus, dan The Body Shop. “Dedikasi yang tinggi terhadap pelanggan adalah salah satu prinsip utama kami di AWS. Peluncuran AWS Asia Pacific (Jakarta) Region sekaligus merupakan penguatan komitmen kami untuk berbuat lebih banyak dan berkontribusi lebih besar bagi Indonesia,” ujar Gunawan.
Seperti diberitakan sebelumnya, AWS Asia Pacific (Jakarta) Region dijanjikan beroperasi akhir tahun ini atau awal 2022. Jakarta Region adalah satu dari enam Region terbaru AWS. Saat ini AWS sudah memiliki dan mengoperasikan 25 Region yang membawahi sebanyak 81 Availability Zone di seluruh dunia.
Baca juga: AWS Segera Operasikan Data Center di Indonesia, Ini Manfaat yang Bakal Didapat
Baca juga: Manfaatkan Solusi AWS, Startup Mamikos dan SiCepat Mampu Hadapi Tantangan di Masa Pandemi
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR