Tiga tahun lalu, ketika bertandang ke Kota Lama Semarang, yang tampak hanyalah sebuah kawasan lama yang tak terawat. Bangunan-bangunan tua bergaya arsitektur Belanda tampak kusam dimakan usia; catnya terkelupas dan kotor. Sebagian bangunan berubah menjadi tempat tinggal para tunawisma dan bahkan ada yang menjadi kawasan prostitusi illegal. Hanya Gereja Blenduk dan Café Spiegel di sebelahnya yang tampak terawat.
Kini, penampakan Kota Lama Semarang jauh berbeda dengan apa yang terlihat tiga tahun lalu. Bangunan-bangunan yang tadinya kusam dan kotor, berubah menjadi bangunan-bangunan yang bersih dan indah. Jalan utama diperbaiki; taman diperbanyak, trotoar diperindah dan dilengkapi dengan bangku-bangku, lampu jalanan, serta air mancur bergaya senada.
Kota Lama Semarang telah dibenahi. Dengan kucuran dana dari Kementerian PUPR, Pemerintah Kota Semarang merevitalisasi area yang menjadi salah satu destinasi wisata utama ini. Bangunan-bangunan milik perusahaan pemerintah yang tadinya terbengkalai dialihfungsikan sebagai ruang pameran, kafé, ataupun creative hub. Pemerintah Kota Semarang juga menerbitkan aturan yang mengharuskan pembangunan atau renovasi bangunan di kawasan Kota Lama mengacu pada tampak bangunan aslinya.
Walikota Semarang, Hendrar Prihadi saat ditemui oleh InfoKomputer di kantornya mengatakan bahwa pembangunan Kota Lama Semarang bukan hanya dilakukan di kawasan Oude Staad saja—kawasan dengan gaya arsitektur Eropa tempat Gereja Blenduk berada. Namun juga nantinya akan dilakukan dengan mengintegrasikan zona kawasan heritage lainnya, yaitu Kampung Melayu, Pecinan, dan Kauman tempat keturunan Arab bermukim.
Jumlah Wisatawan Meningkat
Revitalisasi ini berhasil meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Semarang. Menurut data Disporapar Provinsi Jateng, Kota Lama Semarang saat ini menjadi destinasi wisata di Jawa Tengah dengan kunjungan terbanyak setelah Borobudur. Di tahun 2019, sebelum pandemi, jumlah wisatawan yang datang sebanyak 2,6 juta orang per tahun, sementara Borobudur di saat yang sama mendapat kunjungan sebesar 3,4 juta wisatawan per tahun.
Salah satunya adalah Intan, mahasiswi dari Jakarta yang menghabiskan waktu akhir pekannya bersama teman-temannya ke Semarang. Ia datang ke Kota Lama menjelang sore agar bisa berfoto-foto ala Eropa sekaligus menikmati makanan di kafe-kafe yang ada di sana. “Tempatnya bagus, kak. Instagramable banget. Banyak spot foto dan bisa mejeng sambil nongkrong di kafe juga,” tuturnya.
Agar Tak Sekadar Tempat Transit
Pembenahan Kota Lama ini merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan sektor pariwisata Kota Semarang. Sebagai kota penyokong Destinasi Wisata Prioritas Borobudur, Kota Semarang berupaya agar wisatawan—yang sebelumnya hanya menganggap Semarang sebagai kota transit—bisa menetap lebih lama dan mengunjungi objek wisata di Kota Semarang.
Hal ini mereka wujudkan dengan mengembangkan infrastruktur agar akses wisatawan menjadi lebih mudah. Ditunjang dengan peningkatan akomodasi dengan kelas yang beragam sehingga wisatawan dapat memilih hotel yang sesuai dengan selera mereka dan peningkatan fasilitas umum yang dibutuhkan wisatawan—misalnya saja sarana kesehatan, restoran, dan lain sebagainya.
Selain Kawasan Kota Lama, Kota Semarang juga memiliki potensi wisata lainnya. Mereka memiliki wisata sejarah lainnya seperti Lawang Sewu. Mereka juga punya potensi wisata sejarah antara lain Masjid Kauman yang merupakan masjid tertua di Kota Semarang dan Klenteng Sam Poo Kong yang ramai didatangi para peziarah dari berbagai daerah.
Fokus di Pariwisata
Pengembangan wisata ini sejalan dengan program smart city yang dilakukan pemerintah Kota Semarang. Dalam program smart city ini, selain berusaha meningkatkan branding kota, juga diusahakan melibatkan semua lapisan masyarakat.
Seperti yang dituturkan Hendrar Prihadi, “Sekarang ini kami fokus ke bidang perdagangan dan jasa khususnya pariwisata karena sektor pariwisata ini pembagian kue-nya lebih merata. Jika industri, hanya yang punya modal besar yang bisa terlibat, sementara di sektor wisata, semua lapisan masyarakat bisa terlibat.”
Karena itu, selain mengusahakan wisata skala besar, mereka juga mengembangkan kampung tematik yang masing-masing memiliki produk unggulan. Ada 177 kampung tematik di Kota Semarang ini, misalnya Kampung Batik, Kampung Kulit Lumpia, Kampung Pelangi, dan sebagainya. Dengan bertambahnya kampung tematik wisata ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.
(Penulis: Rahma Yulianti)
Baca Juga: Kabupaten Kudus: Wisata Religi dan Secangkir Kopi
Baca Juga: Promosikan Wisata dengan Konsep Smart City, Begini Strategi yang Dapat Diterapkan
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR