Penulis: Mei Lee Quah (Digital Transformation Practice, Frost & Sullivan)
Artikel ini adalah sumbangan dari komunitas InfoKomputer. Jika tertarik membagikan pengetahuan Anda kepada audince InfoKomputer, kirimkan artikel Anda ke redaksi[at]infokomputer.com
Asia Pasifik adalah kawasan yang penetrasi ponsel pintarnya tertinggi di dunia. Hal ini ternyata berpengaruh langsung terhadap kebijakan pemerintah lokal untuk memajukan dan melahirkan masyarakat nir-kas (cashless society), utamanya bagi pasar pembayaran bergerak (mobile payments) di kawasan ini.
Negara-negara maju dan berpendapatan tinggi, seperti Singapura, Korea Selatan, dan Australia memimpin proses transformasi ini. Tekanan peraturan serta pertumbuhan infrastruktur yang cepat dari negara tersebut turut memberikan dampak positif kepada negara berkembang, seperti Malaysia, Indonesia, dan China. Dengan itu, negara-negara tersebut berpeluang untuk menyejajarkan diri dengan negara-negara dengan pendapatan tinggi.
Semua tentang Ponsel Pintar
Metode nir-kas (cashless) dipandang sebagai katalis bagi pasar pembayaran bergerak; baik di pasar di mana penggunaan kartu mulai bertransisi secara bertahap kepada penggunaan pembayaran bergerak, maupun di pasar yang para konsumennya “melompat” dari pembayaran tunai ke pembayaran bergerak. Kedua hal ini didorong oleh pertumbuhan penetrasi penggunaan ponsel pintar di wilayah ini.
Idealnya, kehidupan masyarakat nir-kas (cashless society) berpusat pada ekosistem yang hanya menggunakan metode e-payment, seperti e-money, dan kartu debit/kredit secara eksklusif. Namun untuk dapat sampai ke sana, pembayaran bergerak harus dapat menjadi faktor pendorong utama. Hal ini berarti pembayaran bergerak harus tersedia di mana-mana, menggunakan solusi online dan berbasis aplikasi berbiaya rendah di wilayah di mana ponsel pintar jamak ditemui.
Pembayaran bergerak telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dari penerimaan pembayaran, seperti micropayment, layanan keuangan, dan ritel, pengusaha melihat telpon selular (ponsel) sebagai alat pembayaran masa depan. Alokasi dana R&D untuk mengembangkan konsep-konsep, seperti Amazon Go, konsep in-vehicle payments untuk pembayaran parkir dan bahan bakar yang diciptakan Honda bersama Visa, serta robot pelayan dari Pepper, yang dikembangkan Softbank bersama MasterCard, mulai dilakukan. Bersamaan dengan bertambahnya tekanan dari sisi biaya, ekosistem keuangan, yang terdiri atas bank, penyedia layanan, dan penjual lambat lalun akan beralih untuk mendukung pembayaran bergerak.
Statistik Mobile Payment di Asia Pasifik
Pasar pembayaran bergerak di Asia Pasifik saat ini dipimpin oleh Jepang, Korea Selatan, Australia, Singapura, dan Tiongkok. Dorongan kebijakan untuk penciptaan masyarakat nir-kas di seluruh Asia Pasifik akan membantu pasar mobile payment senilai US$71.9 miliar (total pembayaran bergerak tidak termasuk China dan India) untuk tumbuh dan mencapai angka US$271.5 miliar pada tahun 2021, dan jumlah konsumen aktif meningkat dua kali lipat, mencapai 130 juta pengguna.
Pasar mobile payment di Tiongkok saja akan tumbuh mencapai USD$1.4 triliun pada tahun 2021. Dorongan regulasi, standardisasi, ketersediaan infrastruktur pembayaran yang tersedia di mana-mana dan solusi pembayaran komprehensif, serta perilaku konsumen lokal, berperan dalam menentukan kecepatan transisi sebuah negara untuk mencapai nir-kas sepenuhnya.
Di Indonesia, Frost & Sullivan memprediksi pertumbuhan signifikan bagi keuntungan pasar sampai dengan enam kali lipat untuk pembayaran bergerak. Keuntungan total pada tahun 2015 adalah sebesar US$0,57 miliar dan akan berkembang mencapai US$3.01 miliar pada tahun 2021. Jumlah pengguna aktif juga diprediksi akan bertambah dari 6,1 juta pengguna pada tahun 2015 menjadi lebih dari 20,8 juta pengguna pada tahun 2021.
Meski diuntungkan oleh dorongan kebijakan regulasi, tingkat penggunaan awalnya lambat. Hal ini terutama disebabkan oleh beberapa kelemahan pada ponsel sebagai end-device dalam model pembayaran bergerak. Misalnya, kurangnya standardisasi user interface dan payment flow, kebutuhan fitur keamanan tambahan seperti autentikasi biometrik, resolusi efektif tentang isu privasi data dan, yang terpenting, ponsel pintar yang tidak bisa mereplikasi dompet fisik.
Kehadiran propietary e-wallet lokal dengan standar keamanan yang berbeda dari aplikasi e-wallet global dan e-wallet terbuka dari pihak ketiga yang sudah tersedia semakin menambah kebingungan. Lebih banyak upaya harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen agar pembayaran bergerak tumbuh lebih cepat.
Aturan Emas: Ketersediaan Di Mana Saja
Upaya standardisasi sedang berlangsung di beberapa negara dan fasilitas contactless payment juga terus bertambah. Namun, seratus persen nir-kas mensyaratkan ketersediaan interface standar (dan berfungsi) pada troli, di toilet, untuk sumbangan ke gereja, di tempat penukaran uang asing di destinasi pariwisata, dan sebagainya.
Selain itu, yang dirasa kurang adalah solusi komprehensif untuk menarik segmen pengguna yang lebih suka menggunakan uang tunai, seperti warga miskin, para lansia, warga dengan keterbatasan, warga yang tinggal di daerah pedesaan, pelancong dan turis, siapapun melakukan transaksi dengan metode pembayaran, melibatkan manfaat loyalitas/penghargaan/tunjangan kesejahteraan sosial, tanda terima, dan, dalam beberapa kasus, bahkan identifikasi. Pengguna tidak suka jika harus menggunakan perangkat tambahan untuk melakukan transaksi sehari-hari.
Replikasi dompet fisik dan pengalaman pengguna yang tanpa gangguna memerlukan standar universal. Para pembuat regulasi harus menangani koordinasi internasional mengenai payment flow, aturan keamanan minimum, dan penanganan masalah privasi data. Perencanaan (mobile payment) harus mempertimbangkan tujuan akhir daripada masyarakat seratus persen nir-kas, ketersediaan untuk pengusaha kecil, dan solusi penggunaan untuk konsumen yang tinggal jauh dari kota besar atau pusat kota.
Pemerintah dapat memimpin penggabungan identifikasi ke dalam ponsel dan mendorong penggunaan solusi komprehensif untuk semua ponsel. Dan yang utama, fokusnya sekarang harus beralih ke pembayaran bergerak untuk membangun masa depan yang sepenuhnya nir-kas di seluruh kawasan Asia Pasifik.
Mengurangi Penggunaan Uang Tunai
Uang tunai masih sering dianggap sebagai opsi permanen dalam pembayaran sehingga penyedia solusi pun tidak mengembangkan solusi yang benar-benar dapat mengubah ekosistem pembayaran.
Apple Pay, Samsung Pay, dan Android Pay berhasil memicu beberapa perubahan di dunia marketplace. Empat puluh persen dari transaksi mobile payment global dilakukan melalui solusi pembayaran milik tiga vendor tersebut. Ada pula pemain-pemain asal China (Alipay dan WeChat) dan Hongkong (Octopus).
Mobile payment mungkin hanya sebagian kecil saja dalam pasar pembayaran global, tapi metode pembayaran ini terus meningkat (penggunaannya). Bagaimana mungkin kita menyalahkan perilaku konsumen dan faktor regulasi sementara kita menyaksikan bisnis Airbnb, Uber, dan Pokemon Go tumbuh dengan suburnya, dan kita menyaksikan perilaku konsumen dan faktor regulasi berubah bersama solusi yang tepat?
Yang dibutuhkan adalah sebuah “kartu as”, idealnya yang dapat digunakan di seluruh Asia Pasifik, sebuah kawasan yang faktanya terfragmentasi. Sampai saaat itu tiba, kita harus melihat “100% cashless” sebagai satu tujuan akhir, meskipun tak sedikit tantangan untuk mewujudkannya.
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR