Digitalisasi yang terjadi dengan masif membuat aliran atau traffic data dalam ranah digital semakin tinggi.
Setiap detik, seseorang dapat menghasilkan 1,7 megabyte (MB) data digital. Tidak hanya terdiri dari puluhan juta pesan singkat atau surat elektronik, data juga terdiri dari unggahan media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.
Setiap tahun, seseorang dapat mengunggah atau mengirim satu triliun data digital berupa foto. Bahkan, Youtube mencatat ada 500 jam video yang diunggah di platform tersebut setiap jam.
International Data Corporation (IDC) memprediksi global data sphere atau jumlah data di seluruh dunia akan meningkat mencapai 175 zettabyte pada 2025. Jumlahnya meningkat hampir tiga kali lipat dibanding jumlah data pada 2020.
Jumlah data yang makin besar dan beragam mendorong makin banyak pihak mengadopsi konsep big data, yakni pengumpulan beragam jenis data dalam skala besar. Tidak terkecuali pada perusahaan. Pengadopsian big data dapat membantu perusahaan dalam proses pengambilan keputusan.
Baca Juga: Inilah Perbedaan Data Analyst, Data Engineer, dan Data Scientist
Banyak perusahaan memanfaatkan big data untuk menganalisis perilaku konsumen serta memahami preferensi konsumen secara personal. Dengan demikian, perusahaan dapat menentukan produk, layanan, hingga strategi pemasaran yang tepat sasaran.
Tak heran, perusahaan-perusahaan besar seperti Netflix dan Spotify sangat serius dalam melakukan pengumpulan data. Setiap klik dan swipe yang dilakukan konsumen pada suatu konten merupakan data yang bisa menjadi acuan keputusan bisnis perusahaan pemilik konten.
Dengan begitu, big data tidak hanya terkait proses pengumpulan dan pengelompokkan data dalam skala besar, tetapi juga analisis terhadap data-data tersebut untuk menghasilkan insight yang menjadi modal pengembangan bisnis perusahaan.
Hal itulah yang lantas membuat beberapa perusahaan memutuskan untuk menjadi data driven company. Data driven company adalah perusahaan yang mampu bekerja, mengambil simpulan, dan menetapkan suatu kebijakan dengan berdasarkan hasil analisis data secara tepat dan memadai.
Perusahaan yang menerapkan pengelolaan bisnis berbasis data dinilai lebih cepat berkembang. Survei Forrester Analytics Global Business Technographics® Data and Analytics pada 2019 menunjukkan bahwa perusahaan yang memanfaatkan analisis data memiliki kemungkinan 58 persen lebih besar untuk mencapai target.
Baca Juga: Percepat Transformasi Digital, Link Net Gandeng Google Cloud Indonesia
Oleh karena itu, bertransformasi menjadi data driven company atau data driven enterprise sangat penting dalam menjawab tantangan bisnis di masa depan. Terlebih, perusahaan konsultan manajemen McKinsey memprediksi bahwa data yang menjadi dasar keputusan bisnis akan diproses secara real time pada 2025.
Meski demikian, bertransformasi menjadi data driven company bukanlah suatu hal yang mudah, mengingat jumlah data yang makin besar dan beragam. Dibutuhkan sistem pengelolaan database yang cepat, efisien secara biaya, dan andal di tengah ledakan data saat ini dan beberapa tahun mendatang.
Penggunaan platform dan server yang memadai jadi syarat karena pengelolaan database membutuhkan resource yang besar. Layanan manajemen database bisa menjadi pilihan, seperti Oracle MySQL HeatWave.
Bahkan, Oracle MySQL HeatWave lebih cepat 6,5 kali dibanding Amazon Redshift dengan biaya lebih hemat. Oracle MySQL HeatWave juga memberikan price-performance ratio jauh lebih tinggi dibanding Snowflake dan Amazon Aurora.
Baca Juga: Inilah Lima Pekerjaan dengan Prospek Menjanjikan di Masa Depan
Untuk mendapatkan gambaran bagaimana perusahaan atau organisasi dapat menjadi data driven company dengan memanfaatkan layanan cloud MySQL, Anda bisa mengikuti webinar InfoKomputer bertajuk "Tech Gathering: Menguak Kunci Sukses Menjadi Data Driven Companies”.
Webinar tersebut akan dilaksanakan pada Rabu, 18 Mei 2022, pukul 10.00-12.00 WIB melalui Zoom. Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, Anda dapat mengunjungi laman pendaftaran melalui tautan berikut ini.
Penulis | : | Nana Triana |
Editor | : | Wandha Nur Hidayat |
KOMENTAR