Tiga puluh rumah gadang berbaris rapi di tengah perkebunan jeruk. Dindingnya terbuat dari kayu, atapnya berbentuk runcing seperti tanduk kerbau. Itulah Sarugo alias Saribu Gonjong, sebuah kampung yang ada di Nagari Kota Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.
“Karena gonjongnya banyak, jadilah dikatakan seribu,” begitu penjelasan Datuk Rajo Marajo, ketua adat Kampung Sarugo menerangkan alasan kenapa kampung ini bernama Sarugo.
Kampung wisata yang bernama asli Kampung Sungai Dadok ini mulai dikenal sejak 2019, ketika Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lima Puluh Kota menjadikan tempat ini sebagai salah satu destinasi wisata unggulan. Mulailah kampung ini dikenalkan ke berbagai tempat, sehingga akhirnya wisatawan, terutama dari mancanegara, datang ke sini.
Kehadiran para wisatawan ini membawa angin segar pada kampung yang juga dikenal sebagai penghasil jeruk ini. Penghasilan penduduk yang tadinya hanya bersumber dari kebun jeruk, kini bertambah dari hasil menjadi guide atau menyewakan rumahnya untuk menginap.
Seperti yang dirasakan Mak Odang Nursafrida. Sejak Kampung Sarugo dijadikan branding Kabupaten Lima Puluh Kota, ia bisa menyewakan kamar yang kosong yang tak terpakai di rumahnya.
Butuh Perbaikan Infrastruktur
Butuh waktu 2 jam lebih dari pusat kota untuk mencapai kampung ini, walaupun sebenarnya jarak yang harus ditempuh hanya sekitar 50 km. Lamanya perjalanan ini disebabkan jalanan yang menyempit dan rusak di beberapa bagian.
Infrastruktur jalan yang belum memadai ini jugalah yang menjadi keluhan dari Rici Candra, ketua Pokdarwis Kampung Sarugo. Rici mengharapkan, jalan menuju kampungnya diperbaiki sehingga akses menjadi lebih mudah.
“Juga termasuk infrastruktur di dalam kampung seperti toilet untuk pengunjung. Mbak lihat sendiri, kan, tadi toilet di masjid seperti apa,” tuturnya.
Saya memang sempat mencoba toilet di sana dan kondisinya tak layak untuk digunakan; toiletnya terbuka, dindingnya hanya setengah tanpa ada atap dan pintu.
Diwawancara secara virtual, Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota, Safaruddin Dt Bandaro Rajo, mengakui bahwa memang infrastruktur jalan adalah hal utama yang harus dibenahi di beberapa lokasi wisata di Kabupaten 50 Kota, termasuk di Kampung Sarugo.
“Ini menjadi tanggung jawab kami untuk membuat akses dan sarana infrastruktur ke sana. Karena ini merupakan salah satu program kami dalam lima tahun ke depan,” tuturnya.
Masih Butuh Sinyal
Hal lain yang menjadi perhatian adalah minimnya sinyal seluler dan internet di sana. Untuk menggunakan internet, penduduk Kampung Surago harus membeli paket WiFi provider swasta yang dijual oleh salah satu warga seharga Rp 3.000/jam.
Di satu sisi, ketiadaan sinyal ini disukai para wisatawan yang memang menginginkan kehidupan yang damai tanpa gangguan media sosial. Namun di sisi lain, ketiadaan sinyal ini membatasi ruang gerak para pelaku wisata di Kampung Surago.
“Agak lama kalau membalas pesan dan pertanyaan dari calon pengunjung, karena kadang sinyal WiFi yang dijual ini lemah dan lelet,” tukas Rici.
Walaupun Kampung Sarugo ini berhasil menyabet juara dua Anugerah Pesona Indonesia Award 2020 sebagai Kampung Terpopuler dan masuk nominasi 50 besar Desa Wisata Indonesia 2021, ada beberapa hal yang dirasa masih perlu pengembangan. Misalnya saja soal promosi. Masih belum banyak wisatawan, terutama wisatawan lokal, yang belum tahu mengenai kampung ini.
Karena itu, Rici berharap, melalui program Gerakan Menuju Smart City 2022, akan ada inovasi-inovasi terbaru untuk memajukan Kampung Sarugo dan pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota lainnya. Yang pada akhirnya, semua inovasi tersebut berimbas pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR