Pelaku bisnis berhasil memanfaatkan artificial intelligence (AI) untuk menciptakan interaksi pelanggan yang lebih personal dan cerdas, tapi masih ada sejumlah kendala seputar data, menurut laporan terbaru Twilio.
Penyedia platform interaksi pelanggan tersebut baru-baru ini merilis edisi kelima laporan tahunan State of Customer Engagement Report. Laporan ini disusun berdasarkan survei global di 18 negara, termasuk Indonesia, terhadap lebih dari 4.750 eksekutif di perusahaan yang bergerak di bidang penjualan langsung kepada konsumen (business to consumer atau B2C) dan 6.300 konsumen.
Dari laporan ini terungkap bahwa para pelaku bisnis mengalami kesulitan dalam mewujudkan transparansi data da mendapatkan data pelanggan yang memadai untuk memanfaatkan AI.
Laporan Twilio memperlihatkan, 91% brand mengaku transparan dalam penggunaan data pelanggan, tapi hanya 48% dari konsumen setuju dengan pernyataan tersebut.
Kathryn Murphy, SVP Product Twilio, menegaskan bahwa pelanggan berharap memperoleh pengalaman yang lebih personal dan mereka ingin tahu cara pelaku bisnis menggunakan data yang mereka berikan untuk menciptakan pengalaman tersebut.
“Sangat penting bagi brand untuk menjelaskan bagaimana mereka menggunakan AI, memastikan bahwa mereka menyeimbangkan penerapan AI secara agresif dengan langkah-langkah kuat untuk melindungi privasi pelanggan. Transparansi bukanlah pilihan, transparansi merupakan komponen penting dalam membangun dan mempertahankan kepercayaan dan loyalitas pelanggan," ujarnya.
Transparansi, Privasi Data untuk Jaga Kepercayaan
Namun, di Indonesia, masih ada kekhawatiran pelanggan tentang cara perusahaan menggunakan data untuk AI. Sebanyak 63% pelanggan mengatakan bahwa brand harus memberikan informasi yang jelas tentang penggunaan data mereka.
Kekhawatiran serupa juga disuarakan oleh para pelanggan di Filipina (77%) dan India (69%). Sementara di negara-negara yang telah memasuki tahap lanjut dalam adopsi AI, seperti Jepang, Australia, Singapura, dan negara-negara Eropa, separuh atau lebih dari pelanggan telah memahami bagaimana data mereka akan digunakan dalam AI (dengan persentase antara 36% dan 57%).
Selain itu, 69% pelanggan Indonesia mengatakan bahwa mereka akan senang jika brand menawarkan opsi untuk berinteraksi dengan agen manusia ketika agen AI gagal menyelesaikan masalah atau jika solusi yang diberikan oleh agen AI tidak memuaskan.
Menurut Twilio, temuan ini menyiratkan bahwa brand perlu bekerja lebih keras untuk menyempurnakan strategi AI dan pelaksanaannya, untuk menciptakan rasa tenang di hati pelanggan dan memenangkan kepercayaan mereka.
Namun konsumen bukanlah satu-satunya yang mengkhawatirkan privasi data. Sebanyak 40% bisnis yang disurvei mengaku bahwa salah satu tantangan terbesar mereka di tahun ini adalah menyeimbangkan antara keamanan dan pengalaman pelanggan.
Salah satu area yang menjadi perhatian khusus brand adalah proses mendaftar (sign-up). Brand ingin membuat proses ini mudah dan cepat, tapi di sisi lain mereka harus menjaga keamanan data pelanggan. Di tahun 2024, 40% brand mengatakan akan fokus menyederhanakan proses sign-up dan login guna meningkatkan mutu interaksi dengan pelanggan.
AI Atasi Kesenjangan Harapan Bisnis & Pelanggan
Laporan State of Customer Engagement Report mengungkap kesenjangan antara persepsi bisnis dan pelanggan terhadap layanan pelanggan. Sebanyak 84% bisnis mengeklaim menyediakan layanan yang baik atau sempurna, tapi hanya 54% konsumen setuju.
Twilio menemukan bahwa AI membantu mengatasi kesenjangan ini dengan 7 dari 10 perusahaan menggunakan AI untuk mempersonalisasi konten dan pemasaran, yang meningkatkan skor kepuasan pelanggan, pengambilan keputusan berbasis data, serta segmentasi dan penargetan pasar.
Di Indonesia, penggunaan AI juga memberikan manfaat signifikan seperti peningkatan skor kepuasan pelanggan, segmentasi dan penargetan pasar yang lebih efektif, dan peningkatan pendapatan.
Meskipun demikian, sebagian besar bisnis masih kesulitan dalam memanfaatkan data pelanggan dengan hanya 16% yang yakin memiliki data yang mereka butuhkan dan 19% yang memiliki profil pelanggan yang komprehensif.
Personalisasi dengan AI Tingkatkan Keuntungan
Upaya perusahaan dalam menerapkan personalisasi dengan AI dihargai oleh konsumen dengan peningkatan pembelian dan rekomendasi.
Data global menunjukkan bahwa 55% konsumen cenderung menghabiskan lebih banyak uang pada merek yang mempersonalisasi interaksi pelanggan. Hal ini terutama tampak di Hong Kong, Brasil, dan Indonesia, dengan 88%, 75%, dan 73% konsumen setuju.
Selain itu, 48% konsumen global telah melakukan pembelian berulang, sementara 46% merekomendasikan merek berdasarkan tingkat personalisasi yang mereka terima.
Konsumen, terutama generasi Z dan Milenial, mengharapkan pengalaman personal dan siap meninggalkan merek yang tidak memenuhi harapan tersebut, dengan 84% konsumen Indonesia yang disurvei siap untuk melakukannya. Lebih dari satu per tiga dari mereka bahkan akan meninggalkan merek yang tidak bersedia berinteraksi secara langsung dan real time dengan pelanggan.
Baca juga: Twilio Ungkap Fondasi Penting AI untuk Tingkatkan Pengalaman Pelanggan
Baca juga: Salesforce Memperkenalkan Inovasi AI dan Data Tepercaya untuk Bisnis
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR