Menurut sebuah studi global terbaru, lebih dari 60 persen organisasi di seluruh dunia kini telah menggunakan AI generatif dalam produksi, meningkat empat kali lipat hanya dalam setahun. Untuk memanfaatkan teknologi ini, perusahaan perlu mengembangkan strategi AI yang efektif.
Strategi AI yang sukses bergantung pada tiga prinsip utama:
1. Buat visi yang jelas dan menarik:
Google Cloud memungkinkan organisasi untuk mengambil pendekatan top-down dan bottom-up. Ini membantu jajaran eksekutif atas (C-suite) menyelaraskan inisiatif AI dengan prioritas bisnis strategis sambil mengatasi tantangan nyata yang diidentifikasi oleh tim mereka.
2. Prioritaskan penggunaan di kasus yang tepat:
Gunakan matriks sederhana untuk menilai dan memprioritaskan aplikasi AI generatif berdasarkan nilai yang diharapkan dibandingkan dengan tindakan dan kelayakan yang diambil.
3. Ukur kemajuan AI generatif:
Evaluasi kinerja AI generatif dari tahap percontohan hingga peluncuran dan seterusnya dengan menggunakan indikator kinerja utama di lima jenis matriks: kualitas model, kualitas sistem, adopsi, operasional, dan dampak bisnis.
Fanly Tanto (Country Director Google Cloud Indonesia) mengatakan kemunculan agen AI bersama dengan AI generatif menghilangkan hambatan inovasi AI untuk para ahli dan insinyur. Hal itu memungkinkan pemimpin bisnis dan pengguna melihat kemungkinan yang sebelumnya tidak mereka sadari.
“Dengan strategi yang solid, memahami berbagai model AI generatif sangat penting. Model-model ini tidak bersifat one-size-fits-all, perlu kejelasan tentang perbedaan dan trade-off," ujarnya.
Konteks dunia nyata diperlukan agar AI generatif dapat diterapkan secara efektif. Bisnis harus mengaitkan respons model dasar dengan kebenaran perusahaan, data terkini dan sistem perusahaan.
Model dasar umumnya kekurangan informasi dan keahlian domain yang diperlukan untuk tugas dan penggunaan bisnis tertentu. Mereka memiliki batas pengetahuan, artinya tidak menyadari perkembangan baru yang terjadi setelah pelatihan. Celah pengetahuan ini dapat menyebabkan model menghasilkan respons yang tidak relevan atau tidak faktual.
Karena itu, grounding menjadi semakin penting seiring perusahaan beralih dari eksperimen ke penerapan AI generatif dalam produksi. Banyak eksekutif menyadari bahwa model AI generatif hanyalah titik awal. Mereka kini secara aktif menjelajahi teknik grounding seperti retrieval augmented generation (RAG) untuk menambahkan konteks dari sumber informasi yang andal, data internal, dan informasi terbaru dari web.
“Selama setahun terakhir di Indonesia, perusahaan menyadari bahwa akurasi, ketepatan waktu, dan kontekstualisasi adalah persyaratan yang tidak bisa ditawar untuk AI generatif yang siap digunakan. Grounding diperlukan bagi bisnis untuk membangun kepercayaan karyawan dan pelanggan terhadap output AI generatif, memungkinkan mereka untuk sepenuhnya memanfaatkan teknologi ini untuk mendorong nilai bisnis dan inovasi,” tutup Fanly.
Baca Juga: Perang Mesin Pencari Memanas, Google Pertahankan Tahta di Era AI
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR