17. "Mark up" jumlah penonton video
Pada tahun 2016, Facebook mengklaim bahwa rata-rata waktu menonton penggunanya meningkat. Namun akhirnya Facebook mengakui telah melebih-lebihkan angkanya. Hal itu membuat geram para pengiklan sekaligus penerbit yang mulai berbondong-bondong berpindah haluan ke konten video.
Faceook diketahui mengetahui miskalkulasi ini sejak lama sebelum akhirnya terkuak media. Akhirnya para pengiklan menggungat Facebook atas "markup" matrik penonton video di platform Facebook.
Namun Facebook menanggapi bahwa gugatan tersebut tidak berdasar.
18. Tudingan menutupi Skandal Rusia (November)
Lagi-lagi Facebook diseret ke pusaran politik Rusia-AS. Pada bulan November, Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandberg disebut menutup bukti intervensi Rusia pada pemilu AS 2016.
Beberapa laporan menyebut Sandberg murka para kepala keamanan siber, Alex Stamos. Ia menuduh Stamos sembarangan melakukan inevstigasi kasus tersebut tanpa izin. Sandberg juga disebut berteriak kepada Stamos karena ia mengungkap terlalu banyak informasi ke beberapa anggota dewan.
Pengakuan tersebut dianggap Sandberg sebagai sebuah pengkhianatan. Dalam laporan yang sama disebutkan pula Facebook diam-daim menggunakan jasa firma Public Relation bernama Definers Public Affairs untuk melakukan kampanye hitam terhadap George Soros yang sering mengkritik Facebook.
Akibat laporan ini, beberapa investor pun meminta Zuckerberg untuk melepas jabatan sebagai chairman.
19. Aplikasi bikini baru ketahuan (Desember)
Pada tahun 2015, pengembang sebuah aplikasi yang memungkinkan pengguna mencari foto pengguna berbikini, menggugat Facebook di pengadilan California. Aplikasi bernama Pikinis yang dikembangkan perusahaan bernama Six4Three itu mengaku bahwa aplikasinya rusak setelah Facebook mengganti kebijakan.
Pikinis harus ditutup karena Facebook telah megubah pengaturan privasi, yang mencegah para pengembang memanfaatkan data pengguna tanpa mereka sadari. Kebijakan itu membuat aplikasi tersebut kini mati.
Ternyata, gugatan tersebut berjalan diam-diam dan baru ketahuan akhir November lalu setelah parlemen Inggris menyita dokumen yang telah disegel tersebut dari Six4Three.
Ted Kramer, pendiri Six4Three yang membuat aplikasi Pikinis justru menghadapi masalah hukumnya sendiri setelah menyerahkan dokumen tersebut ke Parlemen Inggris. Di dokumen yang sama, Parlemen Inggris mempublikasikan dokumen setebal 250 halaman berisi e-mail internal Facebook dan file lainnya, termasuk e-mail pribadi Mark Zuckerberg.
Dalam e-mail tersebut terungkap bahwa Facebook menawarkan pengiklan besarnya akses khusus untuk menggunakan data pengguna. Facebook mengatakan bahwa konteks pada e-mail tersebut kurang lengkap.
Zuckerberg menegaskan ke parlemen Inggris bahwa perusahaannya tidak pernah menjual data pengguna.
20. "Bug" bikin aplikasi bisa intip foto pengguna (Desember)
Di penghujung akhir tahun, lagi-lagi Facebook harus didera masalah privasi. Facebook mengatakan terdapat bug di API Facebook yang membuka peluang foto-foto penggunanya bisa diintip oleh 1.500 aplikasi pihak ketiga.
Foto yang bisa diakses pun tak hanya foto yang diunggah di lini masa saja, namun di Facebook Stories dan bahkan foto yang belum sempat diunggah sempurna karena proses unggahan dihentikan.
Peluang akses diberikan setelah pengguna menggunakan log in Facebook melalui aplikasi ketiga. Facebook menjelaskan dalam rilisnya bahwa bug tersebut telah bersembunyi sejak 13 September lalu dan baru ditemukan 25 September.
21. Tudingan Spotify dan Netflix bisa baca data pengguna (Desember)
Masih di bulan yang sama, pada pertengahan Desember lalu, sebuah laporan dari New York Times mengungkap adanya dugaan Facebook memberikan akses ke sejumlah aplikasi pihak ketiga ke data pribadi pengguna.
Facebook mencatat ada 150 perusahaan, termasuk Amazon, Microsoft, Netflix, dan Spotify. Spotify dan Netflix diduga sempat memiliki akses untuk membaca pesan langsung pengguna Facebook yang log in dengan akun Facebook.
Facebook tidak membantah bahwa para pihak ketiga mendapatkan akses ke pesan pengguna tapi tidak ada bukti bahwa data tersebut disalahgunakan para pihak ketiga. Sedangkan Spotify dan Netflix mengatakan tidak tahu bahwa mereka memiliki akses untuk membaca pesan pengguna.
Netflix menyebut bahwa fitur yang terintegrasi dengan Facebook sudah dihapus sejak tahun 2015. Netflix juga mengklaim tidak pernah mengakses pesan pribadi orang-orang di Facebook atau meminta akses untuk melakukannya.