Baru-baru ini, NTT Ltd. mengungkapkan penemuannya dari Global Customer Experience Benchmarking Report tahunan yang berjudul "Pelanggan Yang Terhubung: mudahnya membentuk pengalaman pelanggan."
Menurut penelitian, hanya 12% organisasi di Asia Pasifik yang memberikan pengalaman yang berfungsi penuh, namun lebih dari setengahnya (64%) menganggap pengalaman pelanggan (CX = Customer Experience) sebagai pembeda utama.
Organisasi berjuang untuk menyelaraskan strategi pengalaman pelanggan mereka dengan cara memfasilitasi umpan balik pelanggan (VoC = Voice of Customer), namun 54% tidak memiliki proses formal untuk mempertimbangkan umpan balik tersebut dan 19% tidak melakukannya sama sekali.
Hanya 34% yang sepenuhnya mendefinisikan dan melacak kontribusi nilai CX dan kira-kira sepertiga (34%) menghubungkan data di antara saluran – dan membiarkan sisanya beroperasi 'buta' tanpa melihat ekosistem pelanggan sepenuhnya.
Di seluruh dunia, umpan balik pelanggan yang dilakukan oleh organisasi meningkat sebesar 45% sejak 2019 dan 10% sekarang menganggap program VoC mereka berada pada tingkat lanjutan di semua saluran.
“Harapan para pelanggan saat ini lebih tinggi dari sebelumnya - bisnis tidak bisa lagi mengacuhkan CX,” ujar Pranay Anand, Direktur Asia Pasifik, Intelligent Workplace for NTT Ltd.
“Dengan mendengarkan umpan balik pelanggan, mengintegrasikan data dari sistem yang berbeda, mengadopsi teknologi yang sedang berkembang seperti AI dan RPA, perusahaan dapat memanfaatkan CX sebagai keunggulan yang kompetitif. Namun, kesulitannya adalah bagaimana untuk tetap relevan dan senantiasa terhubung dengan pelanggan di setiap titik kontak," tambahnya.
Dimulai dengan Mendengarkan Strategi
Strategi CX yang berhasil terbukti meningkatkan hubungan pelanggan dan merek serta mendorong kinerja komersial.
Namun banyak organisasi masih terjebak dalam tahap pengembangan karena sistem teknologi yang lama, pengalaman yang tidak konsisten, dan kurangnya proses yang jelas.
Secara khusus, tantangannya meliputi:
Membuat CX yang lebih cerdas dengan data analitik
Sekalipun lebih dari tiga perempat (77%) organisasi menunjukkan bahwa mereka puas dengan kemampuan bagaimana menangkap tingkat kepuasan pelanggan mereka, hanya 17% memfasilitasi pengalaman pelanggan di tingkat 'advokasi' atau ‘menganjurkan’.
Yang mengkhawatirkan, hanya 11% pengguna AI dan robotika yang menyediakan pelanggan dapat menilai pengalaman mereka di tingkat advokasi, sehingga terjadi kesenjangan antara penerapan teknologi dan tingkat kepuasan.
Ini menunjukkan bahwa bisnis perlu membuat strategi yang cerdas terutama AI yang mendasarkan pada pemanfaatan data.
Organisasi harus belajar untuk mengisi kesenjangan antara manajemen data dan integrasi, serta memprioritaskan platform manajemen data yang efisien.
Saat ini, hanya setengah (50%) dari kebutuhan pengambilan data yang ditentukan dan disejajarkan dengan hasil bisnis yang diinginkan, dan hanya 20% memiliki tim khusus yang mengelola seluruh data perusahaan.
Bahkan, 15% tidak memiliki strategi manajemen data sama sekali. Karena itu, data menjadi semakin sulit untuk dikelola.
Setengah (50%) dari semua tim mengevaluasi dan mempelajari cara menggunakan data yang tersedia dan 22% tidak memiliki keterampilan atau sumber daya manajemen data yang diperlukan untuk melakukannya.
Semakin banyak organisasi yang bergerak ke arah penggunaan smart data untuk kelanjutan dari CX tetapi seringkali kewalahan oleh transformasi ini.
Setengah dari bisnis juga menyetujui bahwa analitik data dan manajemen data akan menjadi salah satu dari tiga inisiatif teknologi teratas yang diprioritaskan oleh tim CX.
Analisis (59%) diharapkan menjadi faktor utama dalam membentuk kembali industri CX dalam lima tahun ke depan. Ini diikuti oleh kecerdasan buatan (57%), personalisasi layanan (38%) dan integrasi teknologi (37%).
Mengatasi tantangan struktur organisasi bisnis
Banyak organisasi percaya AI dan otomasi adalah masa depan untuk menciptakan efisiensi operasional, hiper personalisasi dan memberikan pengalaman pelanggan yang mudah. Mayoritas (71%) bisnis percaya operasi pelanggan akan terpengaruh secara positif oleh robotika AI dan CX.
Solusi robotik adalah opsi yang lebih disukai pada saat ini dan dalam jangka pendek bersama dengan AI menjadi prioritas lima tahun teratas.
Namun, implementasi AI tetap sulit. Ke depannya, bisnis harus menemukan solusi untuk kurangnya keterampilan, yang saat ini dianggap sebagai tantangan lebih dari setengah (59%) organisasi saat ini
"Bisnis harus melihat bagaimana teknologi seperti AI dan RPA dapat bekerja sebagai bagian dari struktur tim organisasi mereka," kata Anand.
“Tetapi untuk melakukan ini dengan sukses, AI perlu bekerja dengan umpan balik pelanggan yang dikumpulkan oleh alat penjaring sosial yang canggih. Data ini juga harus dikompilasi dari seluruh rantai nilai bisnis untuk membantu AI merealisasikan potensinya. Oleh karena itu, pemikiran desain dan pendekatan yang berfokus pada ekosistem sangat penting,” tambahnya.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR