Mengantisipasi perkembangan pesat artificial intelligence (AI), khususnya AI generatif, Akamai menyiapkan infrastruktur cloud yang lebih dekat dengan data dan pengguna.
Dalam virtual media roundtable baru-baru ini, Jay Jenkins, CTO, Akamai Cloud Computing mengungkapkan secara spesifik bahwa 50% dari perusahaan di Asia Pasifik dan Jepang akan membangun kemitraan strategis dengan penyedia layanan cloud untuk mendukung inovasi AI-nya.
“Selain itu, terdapat peningkatan sebesar 20 persen dalam pengeluaran teknologi, dengan prioritas pada teknologi seperti AI generatif,” ia menambahkan.
Di Indonesia, dampak perkembangan cloud computing juga terasa kuat. Ono W. Purbo, Rektor Institut Teknologi Tangerang Selatan (ITTS), yang turut hadir di acara tersebut, menjelaskan bahwa lanskap cloud computing di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, didorong oleh transformasi digital, peningkatan adopsi internet, serta konsumsi big data. Mengutip laporan dari Mordor Intelligence, ia memproyeksikan bahwa pasar cloud computing Indonesia akan mencapai USD 2,13 miliar pada 2024, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 14,52%, hingga mencapai USD 4,21 miliar pada 2029.
“Pasar cloud computing Indonesia berada pada lintasan pertumbuhan yang kuat, ditandai oleh adopsi hybrid cloud, implementasi sektor tertentu, ekspansi layanan public cloud, investasi besar dari perusahaan teknologi global, dan inisiatif pemerintah yang mendukung. Tren ini secara kolektif menjadikan Indonesia sebagai pemain signifikan di lanskap cloud computing Asia Tenggara,” jelas Ono.
Evolusi ke Komputasi Terdistribusi
Namun, Akamai melihat model komputasi cloud terpusat tradisional (centralized) tidak lagi memadai ketika permintaan akan aplikasi dan layanan AI yang membutuhkan kedekatan dengan pengguna dan perangkat, seperti headset VR, video game, dan kendaraan swakemudi, terus meningkat. Model terpusat ini memiliki keterbatasan, seperti latensi tinggi, ketahanan yang lebih rendah, dan masalah privasi.
Oleh karena itu, Jay Jenkins menekankan pentingnya evolusi model komputasi terpusat ke model terdistribusi untuk dapat lebih memenuhi tuntutan teknologi AI dan teknologi baru lainnya.
Di sisi lain, peralihan ke arah arsitektur yang cloud-native, menurut Jenkins, ikut berkontribusi dalam peralihan ke model komputasi yang lebih terdistribusi. Arsitektur cloud-native membuat aplikasi mudah dipindahkan/dijalankan di platform cloud yang berbeda-beda, sehingga perusahaan dapat mengelola risiko, seperti ketergantungan yang berlebihan pada satu penyedia cloud, serta dapat mengoptimalkan biaya dan performa aplikasi miliknya.
Memanfaatkan content delivery network (CDN) yang diinisiasi Akamai sejak 25 tahun lalu dan juga edge computing, Akamai mendorong pengembangan aplikasi edge-native. Aplikasi ini memungkinkan komputasi didistribusikan ke tempat data dihasilkan dan lokasi pelanggan.
Keunggulan Aplikasi Edge-native
Jay Jenkins menuturkan sejumlah keunggulan aplikasi edge-native. Keunggulan yang utama adalah latensi rendah, satu hal yang sangat krusial dalam interaksi real-time.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR