Find Us On Social Media :

Peran Smart City dalam Mendorong Ekowisata Boon Pring Andeman di Kabupaten Malang

By Administrator, Rabu, 29 Desember 2021 | 14:15 WIB

Ekowisata Boon Pring Andeman

Semilir angin mendayu-dayu kala kami memasuki wilayah Ekowisata Boon Pring Andeman di Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

Rindangnya pepohonan yang didominasi oleh berbagai jenis pohon bambu turut menyapa kami di sepanjang jalan menuju area wisata.

Nama Boon Pring diambil dari dua suku kata dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa. Boon dalam bahasa Inggris memiliki arti anugerah dan Pring dalam bahasa jawa memiliki arti bambu.

Penggunaan kata Boon juga terinspirasi dari pelafalannya yang bisa menjadi bun atau kebun. Hal ini didasari dari pengucapan masyarakat sekitar, khususnya suku Jawa yang kerap menyingkat pelafalan kebun menjadi bon.

Sehingga, Boon Pring dapat diartikan secara luas sebagai anugerah bambu. Atau dalam artian sempit, Boon Pring dapat diartikan sebagai kebun bambu belaka.

Namun, jauh sebelum Ekowisata Boon Pring Andeman berdiri, wilayah ini sejak dahulu memang kaya akan tanaman bambu.

Diketahui nenek moyang masyarakat Desa Sanankerto kerap menanam berbagai jenis pohon bambu sejak lama.

Hal ini diamini oleh Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sanankerto, Samsul Arifin. Samsul bercerita, di Desa Sanankerto terdapat puluhan jenis tanaman bambu yang dapat dinikmati.

Terlebih, kala masyarakat sekitar melakukan penanaman massal pada tahun 1983.

“Dulu, di daerah ini ada konservasi lingkungan yang diinisiasi oleh warga sekitar. Alhasil, karena sejak lama di daerah ini sudah kaya akan pohon bambu. Masyarakat pun akhirnya menambah populasi tanaman bambu di desa ini,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini," jelas Sanankerto.

Selain menanam pohon bambu, waktu itu masyarakat sekitar juga membuat embung atau penampungan air.

Embung dibuat karena pohon bambu memiliki karakteristik penyerapan air hujan yang tinggi. Sehingga, air yang diserap dapat langsung mengalir ke penampungan yang tersedia.

Awal Mula Berdiri

Ekowisata Boon Pring Andeman berdiri pada tahun 2017. BUMDes Sanankerto menjadi aktor utama yang menyulap wilayah ini menjadi area wisata berkelas.

Samsul mengungkap dana pembangunan Ekowisata Boon Pring Andeman saat itu sangat luar biasa minim.

Ia mengaku hanya diberikan dana sebesar Rp170 juta dari perangkat desa untuk mengembangkan wisata ini.

Maklum, Ekowisata Boon Pring Andeman sejatinya merupakan pemutakhiran dari Taman Wisata Andeman yang berdiri tahun 2014 silam.

Perangkat desa memutuskan membranding ulang Taman Wisata Andeman dengan alasan minimnya Pendapatan Asli Desa (PADes).

Untungnya, perangkat Desa Sanankerto sangat tepat menunjuk Samsul sebagai Direktur BUMDes. Di tangan dinginnya, uang sebesar Rp170 juta dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

Samsul mengatakan, hal pertama yang dilakoni oleh BUMDes adalah memikirkan strategi marketing. Sehingga, saat pertama kali dana desa dikucurkan, sekitar 50 persennya dibuat untuk mengundang content creator, khususnya blogger.

“Setelah memutuskan akan membranding wilayah ini dengan nama Boon Pring, kami langsung mengundang 36 orang content creator untuk singgah ke sini. Agendanya waktu itu lebih ke arah sarasehan antara kami (BUMDes) dengan para content creator,” kenang Samsul.

Beberapa minggu setelah sarasehan, respon masyarakat Malang, khususnya yang ada diluar wilayah Desa Sanankerto begitu positif. Samsul mengaku sempat kelabakan menjawab pertanyaan masyarakat yang dilayangkan melalui akun media sosial.

Ia sebenarnya khawatir, karena framing yang dibuat para content creator tidak seindah realitanya. Sebab, masih banyak kekurangan di sana-sini pada saat itu, khususnya fasilitas umum yang memang belum tertata rapi akibat minimnya dana.

Akhirnya, ia melihat secercah harapan kala Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia berkunjung ke Malang untuk peresmian Gedung Rektorat Universitas Islam Malang.

Samsul saat itu berpikir, bagaimana pun caranya, Menteri Desa harus mengunjungi Ekowisata Boon Pring Andeman. Bila ditanya alasannya apa, ia mengaku akan menggunakan “desa wisata” sebagai alasan utama.

“Untungnya, saat itu saya tidak jadi mengeluarkan beribu alasan untuk mengundang Pak Eko ke sini. Saya memiliki kenalan di Direktorat Kementerian Desa yang kebetulan adalah adik kelas saya kala menimba ilmu di Universitas Brawijaya. Alhasil saya ajukan sedikit proposal dan Pak Eko langsung berkenan untuk berkunjung,” ungkap Samsul.

Dari kunjungan Menteri Desa, BUMDes Sanankerto pun akhirnya mendapat bantuan dana sebesar Rp 50 juta di bulan April 2017. Kemudian, satu bulan setelahnya BUMDes memperoleh bantuan dana kembali sebesar Rp460 juta.

“Saya sangat bersyukur, Mas. Alhamdulillah saat itu ada Pak Eko yang membantu kami. Kalau tidak ada, mungkin Ekowisata Boon Pring Andeman belum maju seperti sekarang,” tambah Samsul.

Ekowisata Boon Pring Andeman sendiri memiliki banyak fasilitas wisata yang bisa dinikmati. Mulai dari menaiki perahu di atas embung, berenang di atas kolam renang buatan, menikmati kesejukan delapan mata air, hingga mempelajari beragam jenis bambu di Arboretum Bambu atau museum pohon bambu.

Bagi para wisatawan yang ingin mendapatkan informasi terkait jenis-jenis bambu, tak perlu khawatir.

Di sini, BUMDes selaku pengelola menyediakan QR Code pada setiap tanaman bambu yang berisi informasi lengkap terkait sejarah maupun asal-usul bambu.

Wisatawan yang berkunjung ke ekowisata Boon Pring Andeman bisa melakuakn scan QR code menggunakan smartphone untuk mendapatkan informasi terkait jenis-jenis bambu di sana.

Jatuh Bangun Ekowisata Boon Pring Andeman

Sejak awal berdiri, Ekowisata Boon Pring Andeman selalu ramai dikunjungi. Tercatat, omzet yang didapat selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2017, omzet yang dihasilkan mencapai Rp994 juta; pada 2018 berkisar sekitar Rp2,8 miliar; pada 2019 berkisar Rp5,1 miliar; dan 2020 hanya sebesar Rp2,7 miliar.

“Sejak pandemi Covid-19 melanda, Ekowisata Boon Pring Andeman mengalami penurunan cukup drastis. Apalagi, wisata sempat ditutup selama beberapa bulan dan kami tak memiliki pemasukan sepeser pun,” tutur Samsul.

Menurutnya, kondisi yang cukup miris adalah tahun 2021. Tahun ini bisa dibilang hampir tidak ada pemasukkan berarti bagi tempat wisata ini. Ia bahkan mengaku dana darurat yang dimiliki hampir tak bersisa.

Samsul mengatakan, dana darurat selalu terpakai dalam dua tahun ini. Terutama untuk operasional, baik perawatan atau keamanan.

BUMDes juga menemui kesulitan untuk membayar upah para karyawannya. Karena, di masa yang serba sulit ini, meminta bantuan kepada pemerintah pun belum tentu didapatkan.

Saat ini, ia hanya bisa pasrah terhadap keadaan, Samsul hanya ingin Ekowisata Boon Pring Andeman dapat dibuka kembali seperti biasa. Sebab, banyak masyarakat yang bergantung pada tempat wisata ini.

Terlebih, setelah mendengar adanya program Smart City yang tengah diikuti Kabupaten Malang.

Ia berharap, melalui program ini dapat membantu desa wisata yang tengah bertarung dari kejamnya krisis akibat pandemi. Semoga, Ekowisata Boon Pring Andeman menjadi salah satu desa wisata yang diperbantukan.

Transformasi Desa Wisata

Bupati Malang, Drs. H. M. Sanusi, M.M., mengungkap, Kabupaten Malang tengah bersiap untuk melakukan transformasi terhadap desa-desa wisata unggulan.

Nantinya, desa wisata tersebut tidak hanya sekadar desa wisata biasa, tetapi juga menjadi desa wisata yang memiliki literasi digital yang baik.

“Melalui program Smart City, kami akan membangun desa digital di 378 desa yang terletak di 12 kelurahan. Target kami peserta yang mengikuti program ini adalah desa wisata yang tengah berkembang, sudah berkembang, dan desa wisata yang telah mandiri,” ujar Sanusi.

Sehingga, kedepannya diharapkan wisatawan dapat mengunjungi berbagai sudut desa di Kabupaten Malang yang tersebar dari utara hingga pantai selatan.

Hal ini juga sebagai upaya Kabupaten Malang untuk membuat destinasi wisata pendukung dari Kawasan Wisata Prioritas Bromo Tengger Semeru (BTS).

(Penulis: Dzaky Nurcahyo)

Baca Juga: Harta Karun di Desa Budaya Dokan yang Perlu Diasah Agar Mendunia

Baca Juga: Kota Baubau: Wisata Budaya dan Sejarah di Benteng Keraton Wolio